Bias matahari sore menembus gorden yang setengah terbuka, melukis gurat cahaya keemasan di lantai kayu dan tembok pucat ruang tamu. Udara sore yang hangat berpadu dengan semilir angin dari celah jendela, membawa aroma tanah basah dan bunga yang samar. Gisella bersandar pada kusen jendela, menatap ke luar dengan mata yang sayu. Di sana, rumpun bunga dalam pot berdiri tegk, melawan hembusan angin yang kadang cukup kencang. Pandangan Gisella tertuju pada mawar merah yang baru tumbuh. Ada tiga kuncup yang hampir mekar, memperlihatkan kelopaknya yang mulai membuka diri pada dunia. Ia tersenyum samar. Begitu cantik, meski penuh duri. Mawar itu tampak percaya diri, tak goyah meski diterpa angin, seolah berkata bahwa keindahan tak selalu rapuh. Desahan lirih lolos dari bibirnya. ‘Seandainya aku