“Apa benar kamu adalah anak haram keluarga Berida?” tanya Novianty kembali.
‘b******k! Kalau dibiarkan terus disini meladeni si Aleta, sudah bisa dipastikan keluarga mas Wisnu akan tahu tentang kebenarannya’ lirih dalam batinnya. ‘Sebaiknya secepatnya membawa mereka pergi dari hadapan si Aleta,’
“Tentu saja tidak benar, tante!” sahut Bella setelah berpikir sejenak.
“Dasar wanita rendahan! Berani – beraninya kau memfitnah Nona Bella! Apa kau cari mati!” teriak Novianty geram. Wanita paruh baya itu benar – benar marah pada Aleta, karen hampir saja terhasut dengan ucapan Aleta yang mengatakan kalau Bella adalah anak haram keluarga Berida.
Bella tersenyum puas melihat reaksi Novianty yang lebih percaya kepada ucapannya daripada percaya dengan perkataan Aleta barusan.
“Sampah selamanya akan menjadi sampah!” ujar Wisnu yang juga begitu marah karena Aleta berani memfitnah Bella. “Kau pikir kami akan percaya dengan hasutanmu?! Jangan pernah bermimpi bisa mempengaruhiku dan keluargaku dengan trik kotormu itu!”
“Kebenaran sebentar lagi akan terungkap!” balas Aleta dengan tenang. “Kamu akan tahu siapa sebenarnya yang berbohong!” Aleta menyungging. “Kamu mengatakan kalau proyek Seratus Triliun untuk Grup Pratama adalah kamu yang ngurus?”
Aleta kembali meneruskan. “Kau juga mengatakan kalau CEO Grand Emerald sangat dekat dengan keluarga Berida? apa kalian pantas mengenal CEO Grand Emerald? Bahkan mungkin kau pun sangat tidak layak untuk berkenalan dengan Toni Saputra!”
“Dasar wanita rendahan! Apa otakmu sudah bermasalah sehingga kau menjadi bodoh setelah bercerai!” bentak Novianty. “Ibu rumah tangga seperti kamu mana ngerti nilai kontrak Seratus Triliun!”
“Dasar wanita tidak tahu diri! Beraninya kau meragukan kebesaran keluarga Berida! Bahkan kau sampai ingin merebut jasaku dan mengklaim kalau proyek Seratus Triliun itu kamu yang ngurus! Memangnya kau siapa?!”
Bella kembali meneruskan. “Bahkan kau berani menyebut nama pak Toni dengan lantang! Apa kau tahu siapa pak Toni?!”
“Pak Toni adalah wakil CEO Grand Emerald! Bagaimana bisa ibu rumah tangga macam kamu begitu lantang menyebut nama pak Toni dengan kasar?! Apa kamu tahu konsekuensi yang akan didapat kalau sampai pak Toni tahu?!” sahut Siska menimpali.
“Kita lihat saja besok! Apakah kalian pantas untuk menanda tangani kontrak senilai Seratus Triliun dengan Grand Emerald?! Besok jawabannya akan kalian ketahui,” ujar Aleta dengan penuh keyakinan, kalau Pratama Grup tidak akan pernah bekerjasama dengan Grand Emerald.
“Besok?!” Bella tersenyum sinis. “Apa kamu yakin wanita rendahan seperti kamu bisa menghadiri acara besar besok?!” ujar Bella merendahkan. “Yang pasti, kamu tidak akan diijinkan menginjakan kaki hanya sebatas halaman hotel Century Park besok!”
“Namun walau begitu, sebenarnya aku justru ingin melihat seberapa besar kamu dipermalukan diacara besok!” sambung Bella sambil melingkarkan lengannya ke tangan Wisnu dengan manja.
Aleta kembali tersenyum. Tangannya dilipat diatas d**a. “Justru sebaliknya. Aku ingin melihat siapa yang bisa tertawa paling akhir besok!” balas Aleta dengan tegas.
Bella tersenyum mengejek. Wajahnya menoleh kearah Wisnu yang wajahnya sudah membesi sejak tadi karena marah terhadap Aleta.
“Mas,” ucapnya lembut. “Sebaiknya kita mempersiapkan diri untuk acara jamuan penanda tangan besok. Biarlah saja mantan istrimu itu. tidak perlu lagi berdebat omong kosong dengannya.”
Wisnu menoleh kearah Bella. Tangannya menepuk pelan tangan Bella yang melingkar dilengannya.
“Kamu tenang saja. Aku bisa memastikan kalau acara penandatangan besok berjalan lancar, karena aku sudah suruh orang untuk mengaturnya. Sebaiknya kau temani aku mencari gaun yang bagus untuk acara besok,” sambungnya sambil memberikan seulas senyum manis pada Wisnu.
“Tentu saja,” sahut Wisnu sambil memutar tubuhnya menghadap Bella. “Bella, terima kasih sudah membantu keluarga Pratama mendapat kontrak Seratus Triliun dari Grand Emerald.” Bella mengangguk sambil tersenyum puas mendapat pujian dari laki – laki yang dicintainya saat ini.
“Sekarang kita pergi membeli gaun termahal yang kamu suka. Aku yang membelikan untukmu, anggap saja hadiah dari kerja kerasmu mendapatkan proyek Seratus Triliun dari Grand Emerald.”
Bella kembali mengangguk. lalu melingkarkan tangannya di lengan Wisnu dan mengajaknya untuk segera pergi dari tempat itu, meninggalkan Aleta yang hanya menatap dengan senyum pahit penuh kekecewaan.
“Aku akan pastikan kamu kehilangan semuanya, mas!” gumam Aleta dengan penuh dendam. “Tidak akan ada penanda tangan kontrak besok! Yang ada aku akan mempermalukan kamu beserta keluargamu, membongkar kebohongan Bella,” tukasnya.
Aleta mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, lalu menghubungi satu nomor kontak di ponselnya.
“Halo, CEO!” sapa seseorang diseberang sana dengan penuh hormat, dan memanggil Aleta dengan sebutan CEO.
“Jemput aku di kantor catatan sipil sekarang,” titah Aleta tegas.
“Baik CEO, saya kenasa sekarang,” balas orang diujung telpon dengan sigap.
Aleta menggenggam ponselnya ditangan setelah mengakhiri panggilan dengan bawahannya.
Hanya butuh waktu sepuluh menit menunggu bagi Aleta. Tampak terlihat puluhan mobil mewah datang beriringan mengikuti sebuah mobil Rolls Royce Phantom yang datang menghampiri Aleta yang berdiri dipinggir jalan.
Puluhan orang langsung keluar dan berbaris dihadapan Aleta, sementara seorang pria berusia sekita tiga puluh lima tahun keluar dari mobil Rolls Royce Phantom, lalu menghampiri Aleta.
“Salam CEO!” ucap laki – laki itu yang tiada lain adalah Toni Saputra, yang merupakan wakil CEO Grand Emeral sambil membungkuk hormat, diikuti oleh puluhan pengawalnya yang juga memberi salam serta membungkuk secara serentak.
“Suruh seseorang membawa scooterku!” ucap Aleta sambil melangkah memasuki mobil Rolls Royce Phantom yang pintunya sudah terbuka.
“Jalan!” titah Aleta setelah berada didalam mobil.
Tanpa harus dua kali memerintah, sopir pun segera melajukan kendaraannya menuju Mountain Lampion Villa yang ada disebelah utara Kota Liwa, yang merupakan Villa termewah dan termahal yang ada di Kota Liwa termasuk di Negara Kawali.
“Saya sudah mendengar kejadiannya CEO,” ucap Toni yang duduk didepan membuka percakapan. “Bisa – bisanya Wisnu buta tidak bisa membedakan mana permata mana batu kali.” Toni begitu geram karena Wisnu benar – benar sudah keterlaluan sampai – sampai mencampakan Aleta karena termakan kebohongan Bella.
Aleta menarik nafas berat. Jujur saja, hatinya masih terasa sakit mendapat perlakuan tidak adil dari laki – laki yang selama lima tahun menjadi suaminya itu.
Padangan Aleta lurus kedepan manatap jalanan yang terlihat mulai padat, karena waktu sudah memasuki makan siang saat ini. Hampir semua karyawan disetiap perusahaan mulai keluar untuk mencari tempat makan siang yang nyaman dan enak.
“Saya akan segera memberitahu Wisnu untuk membatalkan kontrak Seratus Triliun yang akan ditanda tangani besok.”
Toni segera mengeluarkan ponselnya dan bersiap menghubungi Wisnu untuk memberitahukan kalau Grand Emerald menarik kembali investasinya di Pratama Grup.
“Tidak usah!” Dengan cepat Aleta langsung melarang Toni. “Biarkan saja dulu. kamu pura – pura tidak tahu apa – apa.”
“Tapi CEO?!” bantah Toni.
“Biarkan aku sendiri yang akan mengatasinya besok, kamu cukup menjalankan apa yang aku rencanakan saja.”
Aleta pun segera menjelaskan rencananya yang akan dilakukan besok disaat penandatangan kontrak kerjasama Seratus Triliun dengan Pratama Grup.
Bahkan Aleta meminta agar Toni tidak mengungkapkan identitas aslinya kepada siapapun besok, cukup dengan mengatakan kalau kontrak Seratus Triliun diberikan karena menghargai dirinya.
Mendengar pemaparan rencana Aleta toni pun mengangguk.
“Baik CEO, saya akan melaksanakan apa yang diminta oleh CEO,” jawabnya sambil kembali menambahkan. “Bagaimana dengan rencana untuk membuka cabang Grand Emerald di Kota Liwa? Siapa yang akan menjadi mitra sekarang?”
Memang Aleta berencana untuk membuka cabang Grand Emerald di Kota Liwa. Dan awalnya perusahaan yang akan menjadi mitra utamanya tentu saja Pratama Grup.
Sayangnya, sebelum rencana itu diwujudkan, Wisnu sudah keburu ingin bercerai dengan Aleta dan menikah dengan Bella. Dan tentu saja, Aleta harus segera mencari perusahaan penggantu untuk menjadi mitranya nanti.
“Aku masih mempertimbangkan. Yang jelas, bukan Pratama Grup seperti yang sudah direncanakan,” jawab Aleta, menjeda sejenak, lalu kembali melanjutkan. “Ada satu perusahaan yang aku pikir cocok untuk bermitra denganku. Perusahaan itu milik keluarga Sanjaya.”
“Maksud, CEO? Grup Sanjaya?” Aleta mengangguk. “Saya rasa, Grup Sanjaya memang sangat cocok untuk bermitra dengan Grand Emerald. Sosok Raja Sanjaya sebagai CEO memang memiliki kemampuan bisnis yang sangat bagus,” puji Toni.
“Aku juga berpikir begitu. Tapi, aku belum tahu kepribadiannya seperti apa.” Aleta kembali menambahkan. “Kamu hubungi Raja Sanjaya, bilang kalau ada orang yang mau bekerja sebagai petugas kebersihan disana,” titah Aleta.
Toni terdiam sejenak. Dia sama sekali tidak mengerti dengan perintah dari Aleta. Siapa yang akan bekerja sebagai petugas kebersihan disana?
“Maaf Nona, sebenarnya siapa yang akan bekerja?” tanya Toni pada akhirnya.
“Tentu saja aku.”
Toni menoleh kebelakang, dia benar – benar tidak menyangkan kalau bosnya itu akan kembali melakukan hal diluar dugaan, dengan bekerja sebagai petugas kebersihan di Grup Sanjaya. Bukankah seharusnya Aleta mengurus kembali Grand Emerald?
“Kamu tidak usah memikirkan kenapa aku melakukan itu. Lakukan saja seperti apa yang aku suruh.”
Aleta paham dengan perasaan Toni. Makanya dia segera memberikan penjelasan.
“Baik CEO,” jawab Toni pada akhrnya mengerti kalau bosnya itu akan menyelidiki kepribadian sosok Raja Sanjaya.
“Bagus,” sahut Aleta senang. “Hentikan mobil ini didepan, dan perintahkan juga pada orang yang membawa scooterku untuk berhenti didepan. Aku akan mengambil barangku di rumah keluarga Pratama.”
“Baik,” sahut Toni tidak berani membantah. Dia pun meminta sopir dan pengawalnya yang membawa scooter matic untuk berhenti.
Setelah berhenti, Aleta pun segera turun dari mobil dan berjalan mendekati scooter maticnya.
“Ingat pesanku! Jalankan sesuai apa yang aku perintahkan,” titah Aleta sambil menaiki scooter maticnya.
“Baik, CEO,” sahut Toni sigap.
Aleta mengangguk, lalu melajukan scooter maticnya menuju kediaman keluarga Pratama yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berhenti.