Lidia membuka pintu kamar itu perlahan, gerakan tangannya nyaris tanpa suara, seperti takut mengusik sesuatu yang rapuh dan berdebu oleh waktu. Engsel pintu yang sedikit berderit membuatnya menahan napas sesaat. Begitu celah pintu cukup lebar untuk dilewati, aroma samar campuran kayu tua, debu tipis, dan wangi kertas yang sudah lama tersimpan menyeruak, mengalir masuk ke dalam paru-parunya. Matanya langsung menyapu ruangan yang terasa begitu familiar. Setiap sudutnya membawa kilasan-kilasan kenangan, seolah ia sedang berdiri di sebuah foto lama yang pernah ia tinggalkan, namun kini ia masuki kembali. Waktu di sini seperti membeku—tidak ada satu pun yang berubah sejak hari terakhir ia mengemasi barang-barangnya dan pergi. Tempat tidur dengan seprai biru pastel masih berada di pojok kiri r