Bab 22

1773 Kata

Begitu roda mobil sebuah taxi berhenti di depan sebuah restoran mewah, pintu mobil langsung dibuka dari dalam. Lidia melangkah turun dengan tergesa, tumit sepatunya menghentak keras di atas aspal. Nafasnya sedikit memburu—bukan hanya karena terburu-buru, tapi karena firasat tak enak yang sedari tadi mencekik dadanya seperti tali yang mengencang. Lidia baru hendak melangkah menuju gerbang masuk restoran ketika keramaian di seberang jalan tempatnya berdiri membuat langkahnya terhenti. Di seberang jalan, sebuah gedung bertingkat dilalap api. Lidah-lidahnya menjilat langit siang yang cerah, liar, rakus, dan tanpa ampun. Setiap hembusan angin membuat bara berterbangan, seperti hujan percikan api yang mengancam untuk jatuh ke segala arah. Sesekali terdengar letupan kecil—dentum kering yang men

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN