Bunyi dering ponsel yang tiada henti membuat Sean pada akhirnya berhasil membuka mata dengan berat. Matanya berkeliling mencari ponsel tersebut dan kemudian tatapannya jatuh pada celananya yang ada di lantai—ponselnya berbunyi dari arahsitu. Ketika Sean hendak bangun dari tidurnya, gerakannya tertahan ketika ia merasakan sesuatu menahan lengan kanannya.
Sean sontak menoleh dan tersentak kaget ketika melihat seorang wanita cantik tertidur dengan pulas berbantal lengannya. Kemudian lebih kagetnya lagi, karena belahan dadaa wanita itu terlihat sebab selimut tersebut tidak menutupi tubuhnya sampai dagu. Sean meneguk ludah, tatapannya berkeliling, baju-baju berceceran di mana-mana.
“Sebentar Sean, ini tidak benar. Apa yang lo lakuin sih?” gumamnya sendiri, merutuki apa yang dia perbuat sebenarnya tadi malam.
Sampai kemudian Sean menarik pelan-pelan lengannya yang mulai kesemutan. Sean mengibaskan tangannya pelan agar kesemutan tersebut perlahan hilang dan seketika gerakannya terhenti ketika ia mengingat semuanya tadi malam.
Segelas alcohol yang dia minum hingga tandas
Pesta kembang api.
Lalu ia mencumbu Gwen hingga ke ranjang dan ingat bahwa ia merupakan lelaki pertama yang mengambil keperawanan Gwen…
“Bodoh!” Sean meremas rambutnya sendiri, memejamkan mata sambil merutuki kebodohannya lagi.
Bisa-bisanya h-3 sebelum pernikahannya dan kini ia mengambil keperawanan wanita lain yang notabene wanita asing? Stranger?
“Lo bener-bener bodoh banget, Sean.” Desisnya.
Kemudian ponselnya berdering lagi, Sean segera bangkit dari kasurnya dan mengambil ponsel tersebut, lalu mengangkatnya.
“Halo?!” nadanya sedikit kesal, Sean melirik Gwen yang hanya menggeliat, tidak terganggu dengan suaranya barusan.
“Tuan muda, ini saya, Joseph.” Sean sangat mengenal suara lelaki itu, sekertaris keluarga yang kini menjadi sekertaris pribadinya.
Sean seketika mengusap wajahnya. “Kenapa lagi sih, Seph? Bisa nggak sih lo nggak ganggu gue pagi-pagi begini?!”
“Ini sudah jam setengah dua belas siang, Tuan dan Anda ada janji fitting baju dengan nona Nadine Park serta ibu kandung dan ibu mertua Anda. Apakah Anda mau saya jemput sekar—”
“Sh*t, gue lupa!” karena tadi malam terlalu mengasyikkan. Batin Sean selanjutnya setelah kalimat umpatannya. “Tiga puluh menit lagi gue kesana.”
“Baik, Tuan muda.”
Telepon itu kemudian ditutup, Sean melempar ponselnya ke kasur dan bersiap-siap untuk mandi. Tapi sebelum itu, Sean menghampiri kasur, menatap Gwen dari dekat.
“Bahkan ketika tidurpun kamu sangat cantik,” pujinya sambil merapikan poni Gwen.
Tanpa sadar Sean tersenyum, tangannya kembali bergerak mengusap pipi Gwen, kemudian badannya wajahnya begitu saja mendekat kearah wajah Gwen dan ia mencium bibir Gwen dengan begitu lembut.
“Thanks for the last night, Gwen. I hope we can meet again.” Bisik Sean. Ia sudah berencana menyiapkan pelayan pribadi dan supir untuk mengantarkan Gwen pulang tadi, sekaligus agar ia tahu tempat dimana Gwen menginap.
***
Gwen terbangun ketika terdengar suara ketukan pintu yang begitu keras dari luar. Ia membuka matanya dengan berat ketika ketukan pintu itu terdengar lebih bringas daripada yang tadi.
“Sean!!!”
“Sean!!!”
“Sean! Bodoh! Kenapa lo belum bangun sampai jam segini, hah?!”
“Sean?” Gwen bergumam sambil mengusap-usap matanya dan berusaha untuk duduk.
Seketika ia merasakan nyeri diantara kedua pahanya dan pada saat itu juga Gwen langsung terkesiap sambil menarik lagi selimut itu kearah dadaanya. Gwen langsung sadar bahwa dia tertidur dalam keadaan telanjang bulat, lalu dia di kamar orang asing, dan orang itu sudah tidak ada disampingnya!
“Apa yang terjadi?!” Gwen membekap mulutnya sendiri, kemudian melihat kearah kamar walking closet yang pintunya tertutup.
Seketika hal yang terjadi pada Sean, terjadi juga pada Gwen. Ia mengingat Sean memberikannya minuman beralkohol yang langsung diminumnya malam itu, kemudian ciuman memabukkan Sean, Sean menindihnya di ranjang, mengecup tiap inci tubuhnya, desahan Gwen…
“Astaga, kamu benar-benar sudah gila, Gwen!” Gwen mengacak-acak rambutnya frustasi. “Aku harus segera pergi darisini!”
Gwen langsung mengaduh kesakitan ketika dia berusaha berdiri, pahanya masih terasa nyeri dan kakinya juga sakit. Pengalaman pertama bercinta dengan seorang pria yang asing jelas masih membekas rasanya ditubuhnya, sulit digambarkan bagaimana rasanya. Namun Gwen sangat malu sekarang karena bisa-bisanya ia bercinta dengan pria yang bahkan belum dua puluh empat jam ia kenal.
Gwen tidak mau bertemu dengan Sean lagi. Maka dari itu ia segera memunguti pakaiannya, memakainya dan keluar dari kamar Sean dengan cepat. Begitu pintu kamar terbuka, Gwen langsung bergerak kearah lift, menekan tombolnya, dan turun ke lantai bawah.
Namun begitu lift sampai di lantai dasar dan pintu lift terbuka, tanpa melihat kedepan, Gwen langsung keluar dari lift dan tubuh mungilnya menabrak seorang pria tampan yang tidak memakai baju serta memperlihatkan perut kotak-kotak nan atletis badannya itu. Gwen mendongak terkejut, melihat wajah tampan yang kelihatan bingung dihadapannya, tidak kalah bingungnya dengan Gwen.
Pria itu menghela napasnya, “ternyata Sean lama membuka pintu kamarnya karena menyimpan wanita di kamarnya.”
“I-ini tidak seperti yang kamu kira!” Gwen membantah dengan gugup, termasuk gugup karena menghadapi ketampanan pria dihadapannya ini.
Karena pria dihadapannya ini tidak lain dan tidak bukan adalah Xavier—sahabat Sean dari kecil.
Gwen kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya karena harus tetap fokus. “Terserah kamu mau berpikir apa, tapi aku harus pulang sekarang.”
Gwen lalu buru-buru melewati Xavier, tapi kemudian langkahnya terhenti dan dia membalikkan badan kembali menatap Xavier. Pria itu kemudian ikut membalikkan badan dan balas menatapnya.
“Apa lagi?”
“Aku lupa jalan keluarnya,” Gwen tersenyum kecut.
Xavier mendengkus geli, menahan tawanya. “Aku akan memberitahumu jalan keluar dari vila ini, namun ada satu syarat.”
“Apa itu?”
“Kiss me.” Ucap Xavier.
Mata Gwen sontak melebar, bola mata nyaris keluar dari kelopaknya. “A-apa katamu?!”
“Kiss me,” ulang Xavier dengan santai. “Baru aku tunjukkan jalan keluarnya.”
“Orang gila!” Decih Gwen sambil menghentakkan kakinya. “Aku akan cari jalan keluarnya sendiri.”
Xavier tersenyum miring, kemudian melebarkan tangannya, “terserah kamu saja. Selamat menemukan jalan keluarnya dari lorong-lorong vila ini.”
Ya, Xavier benar. Vila ini begitu besar, mewah, dan penuh dengan lorong-lorong. Karena Gwen datang tadi malam dengan posisi shock nyaris tergulung ombak ia jadi tidak memperhatikan arah masuk ke vila ini.
Namun pada akhirnya Gwen terpaksa meninggalkan Xavier sambil melemparkan sorot mata kesal. Ia berjalan kearah dapur, ada pintu yang ketika dibuka menunjukkan sebuah lorong dan ketika Gwen memasuki lorong itu, tidak lama kemudian ia kembali lagi ke dapur dan melihat Xavier kini sedang berdiri didepan kulkas sambil meneguk s**u yang ada didalam botol kaca yang ia pegang.
Xavier sontak tertawa melihat wajah bingung Gwen karena kembali ke ruangan yang sama dari pintu yang berbeda, “hahaha, you comeback, girl. Dulu waktu kecil dan pertama kali ke vila ini aku juga tersesat dari pintu itu.”
Gwen sudah membuka mulut ingin mengumpati Xavier, tapi bersamaan dengan itu, terdengar suara dentingan lift yang menandakan lift dari depan kamar Sean sedang digunakan dan Gwen yakin itu Sean. Gwen benar-benar tidak ingin bertemu dengan Sean.
“For God sakes, beritahu saja aku dimana pintu keluarnya.” Tanpa diduga-gua, Gwen melangkah cepat kearah Xavier, ia berjinjit dan mencium bibir Xavier.
Tapi dengan licik dan cepatnya tangan Xavier melingkari pinggangnya, menghapus jarak diantara dirinya dan Xavier hingga buah dadaa Gwen menempel pada dadaa bidang Xavier. Dengan lancangnya Xavier melumat bibir Gwen beberapa kali dan Gwen dengan cepat langsung mendorong Xavier keras.
“Beritahu saja aku dimana pintu keluarnya!”
Xavier tersenyum miring dan menunjuk pintu putih dibalik tirai dari kerang tersebut dengan dagunya. “Lewat sana.”
“Ugh, kamu benar-benar menyebalkan!”
Xavier tertawa dan melambaikan tangannya, “nice to kiss you, pretty girl.”
Begitu Gwen membuka pintu putih tersebut dan menutupnya kembali, bersamaan dengan itu pula pintu lift terbuka. Sean keluar dari lift dengan penampilan begitu rapi sambil melihat kearah sekeliling dengan panik—seperti mencari seseorang. Pada saat itu juga ia melihat Xavier yang barusaja menutup kulkas dengan santai sambil bermain ponsel tanpa menghiraukannya.
“X, lo liat perempuan yang baru keluar dari lift ini?” tanya Sean.
Xavier meliriknya, lalu duduk di pantry dan lanjut bermain ponsel. “Aku barusaja masuk ke dapur setelah surfing.”
Sean berdecak kesal, lalu membuka kulkas dan mengambil segelas air mineral.
“Lo mau kemana rapi-rapi begini?” tanya Xavier.
“Fitting baju pengantin.” Jawab Sean setelah air mineral yang diteguknya tandas.
Sean kemudian langsung keluar dari pantry begitu saja, keluar dari pintu putih yang sama dengan yang dilewati Gwen tadi. Xavier hanya tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir.
“Bisa-bisanya dia mau menikah tapi masih sempat meniduri wanita lain,” ucap Xavier yang masih tidak habis pikir dengan kelakukan Sean.
Namun ia tahu kenapa Sean meniduri wanita tadi, bahkan dari sekali lihat Xavier sudah tertarik dengan Gwen. Ya, Gwen memang terlalu memikat hanya dalam sekali lihat. Dari kecil Sean dan Xavier selalu memiliki selera yang tidak jauh beda.
---
Follow me on IG: segalakenangann