Langit Jakarta sore itu berwarna pucat, matahari perlahan condong ke barat, mewarnai kaca-kaca gedung pencakar langit dengan semburat oranye keemasan. Di lantai enam sebuah gedung perkantoran, Gwen masih duduk di meja kerjanya, tenggelam dalam catatan dan proposal. Udara pendingin ruangan berhembus stabil, aroma kopi sisa pagi tadi masih samar di udara, dan laptop di hadapannya penuh dengan slide rencana kerja sama. Matanya lelah, tapi pikirannya tak bisa berhenti berputar. Baru saja ia menutup laptop, ponselnya bergetar pelan. Nama yang muncul di layar membuat jantungnya berhenti sepersekian detik: Nadine Park. “Bu Nadine?” Gwen menjawab dengan suara yang dipaksa tenang. “Hai Gwen!” suara Nadine di ujung telepon terdengar riang tapi penuh kendali, ciri khasnya sebagai CEO. “Kamu di kan

