Pagi di Paris memeluk dunia dengan warna-warna yang lembut—biru pucat di langit, aroma roti panggang, dan suara langkah orang-orang yang baru memulai hari. Gwen duduk di kursi besi kecil di pinggir jalan Rue de Rivoli, di bawah payung merah muda yang menghadap ke arah jalan ramai. Di depannya, sebuah croissant berlapis mentega dan segelas cokelat panas mengepulkan uap tipis. Ia menatap hamparan kota dengan tatapan yang setengah lelah, setengah terpesona. Paris terasa asing dan akrab sekaligus—indah, tapi menyesakkan. “Kenapa malah bengong?” suara bariton Xavier memecah lamunannya. Gwen menoleh, dan di sana Xavier sudah berdiri dengan tangan di saku mantel abu-abunya. Rambutnya berantakan sedikit tertiup angin, dan ada senyum miring khas yang entah kenapa selalu membuat Gwen kesal sekalig

