Angkasa memandangi bibir ranum Syakira yang memanggil dan merayu hatinya untuk tenggelam lebih dalam. Syakira bukan lagi sekadar gadis kecil yang dulu dia anggap adik, tapi kini sudah menjadi perempuan utuh yang sangat menggairahkan, tatapan mata indahnya tampak tajam, seolah menghipnotis dirinya hingga kehilangan kewarasan. Dalam diam, mereka saling mengukur napas, saling membaca degup, seakan semesta mendadak hening memberi ruang pada dua jiwa yang lama saling memendam. Dan ketika bibir mereka bertemu, segalanya runtuh. Bukan sekadar ciuman, tapi peleburan dua rindu yang tak sempat dituturkan dengan kata.
Hingga pada akhirnya, di antara keluh dan helaan napas, mereka mencapai satu titik di mana dunia seakan berhenti berputar. Saat itu, yang ada hanyalah mereka, di dalam pelukan dan di dalam kejujuran, juga dalam cinta yang melampaui batas.
"Abang kenapa enggak mau masukin milik Abang ke dalam milikku?" tanya Syakira dengan napas memburu. "Apa nanti di ronde ke dua kita akan—"
"Nggak ada ronde kedua, Syakura!" timpal Angkasa cepat mengusap sudut bibir Syakira yang kotor dengan ibu jarinya. "Just oral, yang penting kita sama-sama puas! Inggat, kita belum menikah! Nggak ada penyatuan milik kita berdua!"
"Jadi Abang mau nikahin aku?" Mata Syakira berbinar-binar.
"Emang bisa aku nikahin kamu? Kita kan keluarga, Adikku yang manis." Angkasa dengan gemas mencubit pipi tembam Syakira.
"Jadi ...." Binar di mata Syakira menghilang dan digantikan dengan tergenangnya air mata. "Abang enggak mau nikahin aku ya, Abang enggak cinta sama aku? Abang cuma nafsu aja sama aku!"
Angkasa tersenyum kecut. "Bisa dikatakan begitu, itu sebabnya aku enggak mengambil kesucianmu. Aku ... aku tidak mau menikahi anak gundik."
Syakira tersentak, dia refleks mendorong tubuh Angkasa dan merubah posisinya menjadi duduk. "Aku benci, Abang! Abang jahat! Abang cuma manfaatin tubuhku doang! Abang kejam!"
"Kamu murahan, seperti mamamu yang dengan suka rela memberikan tubuhnya pada Ayahku setiap Bundaku pergi bekerja." Nada suara Angkasa terdengar lembut tapi terasa menusuk.
Air mata Syakira menetes, dia berdiri, membuka almari Angkasa mengambil kaos dan celana pendek lalu buru-buru memakainya. Sakit di kakinya sudah tidak gadis itu rasakan karena saat ini ada yang terasa lebih sakit, yaitu hati. Lalu, dengan langkah pincang dia berjalan cepat keluar dari kamar Angkasa, mengambil tas sling bag-nya dan pergi dari apartemen itu tanpa berpamitan.
Sementara Angkasa yang masih berbaring di ranjang terkekeh pelan. "Yah, setidaknya dia tak akan lagi menggodaku. Ini yang terbaik untuknya, meski aku yakin, mungkin ... aku akan merindukan rasa lezat tubuhnya. Dasar anak gundik sialan!"
Angkasa beranjak dari ranjang dan memakai pakainya kembali. "Dia cukup oke juga untuk pemula, dia bahkan mau menelan milikku. Syakira ... kamu memang Adik kecil yang nakal!"
***
"Syakira!" seru dua perempuan berlari ke arahnya yang baru saja memarkirkan motor di parkiran belakang gedung kampus.
Syakira menoleh, ternyata mereka itu Felisha dan Claudia, dua sahabat dekatnya dan juga dia tersangka yang mengajaknya pergi ke diskotik malam itu hingga akhirnya terjadilah kegiatan malam panas bersama Angkasa. Wajah mereka tampak cemas begitu melihat kaki Syakira yang dibalut perban elastis cokelat, yang biasa dipakai untuk mengatasi kaki terkilir.
Felisha langsung meraih lengan Syakira. “Ya ampun! Kaki lo kenapa? Kok sampai dibebat gitu?”
Claudia ikut membungkuk, memperhatikan kaki Syakira dari dekat. “Lo kecelakaan? Atau jatuh dari motor?”
Syakira berusaha tersenyum, meski hatinya masih terasa perih. “Enggak, tadi pagi gue cuma terpeleset di kamar mandi.”
Felisha dan Claudia saling pandang cepat. “Di rumah?” tanya Claudia pelan, mencoba menebak.
Syakira menggeleng. “Di apartemen Abang.”
Seketika itu juga, ekspresi kedua sahabatnya berubah. Mereka jelas tahu siapa yang dimaksud ‘Abang’.
Claudia tersenyum penuh arti. “Apa lo jadi nyatain cinta ke Abang lo? Gimana, dia nerima cinta lo, enggak?"
Syakira hanya menunduk, tak berniat menjawab.
Hal itu malah membuat Felisha tampak girang. "Akhirnya cinta lo terbalas. Gue ikut seneng."
"Nggak gitu!" Syakira mengangkat wajahnya, suaranya bergetar. “Bukan cinta gue yang dia tolak ... tapi gue. Dia tolak gue sebagai perempuan, sebagai seseorang yang cinta sama dia. Abang bilang hubungan kita ini salah dan dia enggak mau nikah sama anak gundik.”
Felisha dan Claudia langsung bungkam. Claudia menelan ludah, sementara Felisha tampak salah tingkah karena sudah terlalu cepat menyimpulkan.
“Gue kira Abang lo udah mulai membuka hati,” gumam Claudia. “Soalnya kemarin lo cerita kalau dia udah mau pulang ke rumah.”
Syakira mengangguk pelan. “Iya, dia sempat berubah sweet banget kemarin dan tadi pagi, bahkan ... kita ngulang lagi kejadian malam panas kemarin itu. Tapi begitu kita udah sama-sama puas dan gue jujur soal perasaan gue plus minta dinikahin, dia langsung pasang tembok tinggi lagi."
Felisha mencengkeram tangan Syakira erat. “Duh ngenes banget jadi lo. Sabar ya, Beb. Nanti gue traktir lo makan deh biar mood lo happy lagi.”
“Dia bilang gue murahan kayak Mama dan itu bikin gue ngerasa semakin bersalah sama dia,” bisik Syakira, suara nyaris tenggelam. "Dia bilang enggak mau nikah sama anak gundik."
Claudia memeluk Syakira tanpa berkata-kata. Sementara Felisha menepuk punggungnya pelan. “Lo emang cewek paling nekat yang gue kenal, tapi gue juga tahu kalau lo tulus banget cinta ke Abang lo. Gue yakin Abang lo pasti bakal nyesel kalau sampai kehilangan sosok seperti lo.”
Syakira mengangguk, menahan air mata yang nyaris tumpah. “Apa gue harus lupain dia? Hati aku tuh rasanya sakit banget sekarang."
Claudia menarik tubuh Syakira dari pelukannya dan menatap mata sahabatnya itu lekat-lekat. “Gue dukung lo kalau emang mau move on. Tapi jangan karena lo ngerasa enggak cukup baik buat dia, ya. Lo berhak dicintai dengan tulus, bukan cuma tubuh lo yang dipakai lalu disingkirkan.”
Felisha ikut mengangguk. “Bener banget. Dan lo harus ingat kalau lo enggak sendirian. Kita berdua bakal jagain lo. Kalau lo bener-bener mau lupain dia, yuk kita bantuin lo isi hari-hari lo sama hal yang baru, termasuk kita kenalin lo sama cowok baru yang lebih ganteng dari Abang lo itu!”
Syakira menghela napas panjang. “Kenalan sama cowok baru? Gue enggak yakin bisa buka hati gue secepat itu.”
Claudia mencubit pipi Syakira dengan gemas. “Kalau belum bisa jatuh cinta lagi, enggak apa-apa. Tapi lo harus tetap optimis kalau bakalan ada seseorang yang tepat dan bisa bantu lo buat sembuhin luka hati lo.”
"Duh, kalian sweet banget." Syakira memeluk kedua sahabatnya. "Terimakasih karena selalu ada buat gue ya. Dari SMA sampai kuliah meski jurusan kita beda-beda."