Chapter 7. Menginginkan Itu Lagi

1203 Kata
"Pagi, Bang. Aku bawain makanan kesukaan Abang," sapa Sakira menujukan tas jinjing berukuran besar yang dia bawa. "Kenapa kamu repot-repot ke sini sih? Matahari belum terbit tapi kamu udah keluyuran!" tegur Angkasa dengan suara parau. Syakira mengangkat bahu santai. "Tadi aku bangun jam tiga. Terus aku buka kulkas, di sana ada banyak udang segar. Nah, aku jadi inget sama Abang karena udang balado kan makanan kesukaan Abang, jadinya aku masak semua deh, habis itu aku ke sini." Angkasa menghela napas panjang. "Kamu enggak perlu repot-repot. Aku bisa masak sendiri." "Aku tahu Abang jago masak, tapi aku mau Abang ngerasain masakanku." potong Syakira cepat. "Please, izinin aku masuk dan makanlah udang balado buatan aku ya, Bang!" Angkasa menatap gadis itu lama, lalu perlahan bergeser untuk memberikan jalan. "Masuklah, aku mandi dulu, setelah itu, ayo kita makan bersama." "Siap, Bang." Syakira tersenyum, melangkah masuk dengan hati berbunga-bunga. Sembari menunggu Angkasa mandi, Syakira menyiapkan meja makan. Dia begitu semangat menata udang balado, cah kangkung, tempe dan tahu goreng, kerupuk serta nasi yang dia bawa dari rumah. Syakira bahkan membuatkan teh manis dan memotong buah yang ada di kulkas Angkasa. Sesekali, dia melirik ke arah kamar mandi sambil tersenyum kecil, lalu membisik pelan, “Sekarang sih lagi cosplay jadi suami Abang, tapi aku yakin sebentar lagi aku pasti jadi istri Abang beneran." Tak lama, suara pintu kamar mandi terbuka. Angkasa muncul dengan rambut yang masih basah dan kaus yang menempel ketat di tubuhnya, hal itu jelas membuat mata Syakira berbinar-binar karena Angkasa terlihat semakin tampan. Angkasa tampak terkejut melihat meja sudah tertata rapi dengan sempurna. “Wow… seriusan kamu yang nyiapin semua ini?” Syakira mengangguk dan menepuk tempat duduk di sebelahnya. “Iya, Abang. Ayo kita makan sama-sama sekarang! Abang pasti udah laper." Angkasa duduk, masih dengan ekspresi sulit dijelaskan, antara bingung dan kagum. Dia mencicipi sesuap udang, lalu menoleh pada Syakira. "Rasanya enak. Serius. Pedasnya pas. Aku nggak nyangka kamu bisa masak seenak ini." Syakira tersenyum puas. “Syukurlah kalau Abang suka. Aku belajar masak emang khusus untuk Abang, dihabisin ya, Bang." Syakira terus memperhatikan Angkasa yang makan dengan lahap sambil mengunyah makanannya. Senyum gadis itu tak henti-henti mengembang, merasa puas karena bisa membuat pria yang dia cintai bahagia. Dia jadi bertekad untuk terus mengirimi Angkasa makanan. Setelah makanan di piringnya tandas tak tersisa, Syakira berkata, "Abang, aku nebeng mandi ya. Nggak enak banget Abang udah ganteng dan wangi tapi aku masih dekil dan bau asem." "Iya mandilah. Piring-piring ini biar aku yang cuci." Angkasa berdiri dan menyatukan piring kosong miliknya dengan milik Syakira. Syakira bersenandung pelan sambil menggosok tubuhnya dengan sabun. Wajahnya tampak berbinar meskipun terlihat letih karena dia bangun kepagian. Dia membasuh bahu dan punggung, lalu memutar badan hendak membilas seluruh tubuh, tapi tanpa sadar, sabun yang menetes ke lantai belum sepenuhnya terbawa air. “Akh!” jeritnnya Sisa sabun itu membuat tubuh Syakira terpeleset ke belakang dengan keras, dan pergelangan kaki kirinya tertekuk tak wajar saat berusaha menahan berat tubuhnya yang berusaha agar tidak jatuh. Tapi sayang sekali, dia akhirnya terjatuh dan suara tubuhnya membentur lantai bergema dengan jelas. “Syakira?!” teriak Angkasa dari luar. Tak ada jawaban. “Adek! Kamu kenapa?!” Nada suara Angkasa berubah cemas. Tetap tak ada suara selain gemericik air. Angkasa panik. Dia segera menghampiri pintu kamar mandi dan tanpa pikir panjang, menendangnya keras. Pintu terbuka lebar, melihat pemandangan di depannya, langsung membuat napas Angkasa tercekat. Syakira terduduk di lantai kamar mandi, air mengalir di tubuhnya yang telanjang, tangan kirinya menutupi d**a, sedangkan kakinya tertekuk. Rambut basah menempel di pipi dan bahu, membuat dia tampak semakin memikat meski dalam kondisi kesakitan. Angkasa segera membuang pandang ke samping, wajahnya memerah. “Astaga ... maaf! Tapi, kamu kenapa?!” “Kayaknya ... pergelangan kaki aku terkilir deh, Bang,” lirih Syakira sambil meringis, menahan sakit dan malu bersamaan. Angkasa meraih handuk besar yang tergantung di belakang pintu dan langsung menyampirkannya ke tubuh Syakira, lalu berjongkok tanpa menatap wajahnya. “Kamu bisa berdiri nggak?” “Enggak tahu, Abang. Rasanya sakit dan ngilu banget," jawab Syakira dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. “Baiklah, aku angkat kamu keluar dari sini.” Angkasa menelan ludah, lalu tanpa banyak bicara, menyelipkan satu tangan di bawah lutut Syakira, tangan lainnya di punggungnya, dan dengan satu tarikan napas dalam, dia mengangkat tubuh gadis itu dalam pelukannya. Syakira menggigit bibir. Jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena rasa sakit, tapi karena tubuhnya yang begitu dekat dengan Angkasa. Dia menyandarkan kepala di d**a pria itu dan dia dapat mendengar detak jantung Angkasa yang sama cepatnya. Begitu sampai di kamar, Angkasa meletakkan Syakira dengan hati-hati di atas ranjang. “Aku ambil salep dan kompres dingin dulu, ya.” Syakira menarik selimut menutupi tubuhnya dengan pipi semerah tomat. “Bang … maaf ya, gara-gara aku ceroboh, aku jadi nyusahin.” Angkasa tak menatapnya, matanya masih fokus ke arah lain. Tapi suaranya terdengar lebih lembut dari sebelumnya. “Nggak apa-apa. Lain kali hati-hati ya, nanti aku pijat dan perban kaki kamu.” Akhirnya Syakira bisa melihat lagi sisi Angkasa yang lembut, pernuh perhatian dan kasih sayang, sama seperti saat dia kecil dulu. "Inilah sosok Abang Angkasa yang sangat aku rindukan," batinnya penuh haru. Setelah membalurkan salep ke pergelangan kaki Syakira dan membalutnya dengan perban elastis, Angkasa mencoba mengalihkan pikiran dari apa yang baru saja dia lihat. Tapi mata dan pikirannya malah berkhianat. Bayangan tubuh Syakira yang basah, kulitnya yang mengilap karena air, serta rintih pelannya saat kesakitan, terus terngiang-ngiang di benaknya. Sementara itu, Syakira diam-diam memperhatikan pria itu dari balik selimut, dia menggigit pelan bibir bawahnya, lalu bersuara lirih, “Abang kenapa sih? Bukannya ini kali kedua Abang lihat aku telanjang ya? Bahkan Abang juga pernah—” "Stop, Adek!" Angkasa nyaris tersedak napasnya sendiri. “Udah aku bilang lupakan saja soal kejadian malam panas itu!" Syakira terkekeh pelan, suaranya terdengar manja. “Udah aku bilang, aku enggak bisa lupain itu, Abang. Bahkan aku pengen ngulang kejadian malam panas itu lagi." “Adek ....” Angkasa mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Jangan ngomongin itu lagi. Aku laki-laki normal. Kalau kamu godain aku kayak gini terus, aku bisa gila dan hilang kendali.” Syakira menarik selimutnya sedikit, menampakkan bahunya yang telanjang. "Aku malah suka kalau Abang gila dan hilang kendali sambil meluk aku.” Angkasa langsung menoleh, andangannya terpaku pada pundak mulus yang mengintip dari balik selimut, rambut basah Syakira menjuntai lembut di sana, dan senyum kecil penuh tantangan di sudut bibir gadis itu. “Kamu sengaja ya?" “Enggak,” jawab Syakira sambil menggoda. “Tapi kalau Abang mau menikmati tubuhku ... ya, aku enggak akan nolak.” Tubuh Angkasa menegang. Napasnya mulai berat. “Syakira ....” Suaranya terdengar lebih dalam dari biasanya, hampir seperti geraman. “Kamu jangan nakal sama Abangmu sendiri! " Syakira menatap matanya lekat-lekat. “Kenapa? Kita cuma saudara tiri tanpa ikatan darah. Abang ... aku cinta sama Abang. Ayo kita ulangi lagi kejadian malam panas itu!" Mata Angkasa tampak gelap karena tergoda, dia mendekatkan wajannya dengan wajah Syakira. “Aku jelas ingin menikmati tubuhmu lagi. Kau tahu, saat ini kita sama-sama sadar, jadi jika aku sudah memulai, aku tidak akan berhenti meski kamu menangis kesakitan." Syakira menyentuh tangannya, lembut dan mantap. “Jangan berhenti, Bang. Aku pun enggak pengen Abang berhenti. Nikmatilah aku sekarang!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN