Langit sore menyimpan warna abu-abu. Mobil hitam itu berhenti di depan rumah besar bergaya kolonial di kawasan elit, dengan pagar tinggi yang membuka otomatis. Niko keluar dari kursi belakang tanpa menoleh ke Roy, sopir sekaligus asistennya. Matanya tampak kosong, tapi rahangnya mengeras. Jaket kulit disampirkan ke lengannya, langkahnya cepat dan berat, seolah ingin meninggalkan sesuatu di belakang. Asisten rumah tangga yang kebetulan melintas hanya membungkuk singkat. Mereka sudah hafal, kalau tuan pulang dengan ekspresi seperti itu, lebih baik tak satu pun dari mereka mencoba menyapa. Begitu sampai di lantai atas, Niko membuka pintu kamar, menjatuhkan jaket dan kemeja ke lantai begitu saja, lalu masuk ke kamar mandi. Suara air yang deras menghantam lantai marmer seakan menghapus kebi

