Lara duduk di halte kecil seberang sekolah, map ijazah di pangkuan. Matanya menatap kosong ke jalanan yang lengang. Suasana siang itu tak terlalu panas, tapi hatinya terasa terbakar. Langkah kaki mendekat. Pelan, tapi cukup berat untuk membuatnya siaga. Jantungnya mencelos seketika. Ia menegakkan punggungnya, jemarinya mencengkeram tepi map seperti pegangan terakhir yang bisa ia percaya. Saat ia menoleh, suara hatinya langsung mengeras. Niko berdiri di sana. Sosok tinggi itu masih seperti terakhir ia lihat, kemeja putih, lengan digulung, wajah yang terlalu tenang untuk lelaki yang pernah menyeretnya paksa tanpa ampun. Di tangan kirinya ada botol minum dan sebungkus roti dari kantin sekolah. Tampak biasa saja, seolah hari ini hanya hari biasa. Seolah yang terjadi beberapa hari lalu tak

