Sekali lagi, Niko menikmati bibir manis itu.
Menenggelamkan dirinya dalam diri Lara yang tidak dapat ia baca isi hatinya.
Gadis itu … seperti teka-teki yang sangat rumit.
Tidak pernah dirinya tidak dapat memecahkan masalah, dan baru kali ini ia merasa tidak sabar akan sesuatu.
Sesak karena pagutan penuh geram dan rasa marah, tautan bibir itu akhirnya terlepas.
Dua anak manusia itu kini saling berkejaran memburu udara untuk mengisi paru-parunya yang kosong.
Sungguh sial!
Lara yang lemah seperti ini, Lara yang keras kepala seperti ini, entah kenapa membuatnya semakin menarik di mata Niko.
Bahkan walau hanya mengenakan kemeja kebesaran miliknya, dia tampak memesona.
Gemas melihat kilat basah bibir itu, Niko membawa jarinya tuk mengusap permukaan kenyal tersebut.
Salep luka yang ia berikan disudut bibir perempuan itu bahkan terhisap olehnya. “Kamu … terlalu rumit, Lara ….”
Matanya memaku mata Lara yang nyalang menatapnya. “Berapa banyak uang yang harus saya keluarkan untuk membeli harga diri kamu?”
Diam.
Lara hanya diam. Ia sedang mencoba untuk menahan diri walau tangannya sudah gemas untuk menampar lagi.
Terlebih saat jemari tangan lelaki itu mulai bergerak menyentuh lehernya. Bibirnya yang panas mulai berbisik di telinganya, “Berapa banyak yang harus saya keluarkan untuk bisa meniduri kamu lagi?”
Niko bukan pria baik.
Ia suka tantangan. Menerima pemberontakan Lara membuat sesuatu dalam dirinya hidup.
Sejak kejadian malam itu, tidak satu hari pun ia lewati tanpa memikirkan gadis itu.
Rasa penasaran, rasa marah, rasa geram, berkumpul menjadi satu saat dia pergi begitu saja tanpa membawa apapun untuknya.
Ia merasa terhina, ia merasa dipermainkan, jelas saja.
Ia tidak pernah membiarkan dirinya berhutang budi. Ia tidak pernah membiarkan dirinya mendapatkan sesuatu dengan gratis.
Tidak ada seorang pun yang bisa melakukan itu padanya. Tidak ada yang bisa menundukkannya.
Tapi Lara, perempuan itu melakukannya. Mencoba menarik batas kesabarannya.
Bukan ia tidak mencari selama dua minggu terakhir pasca mereka bertemu lagi, tapi fokusnya sedang terdistraksi dengan hal yang lain.
Kesibukannya dan persiapan pernikahan yang membuatnya melakukan ini dan itu tanpa henti, membuat pikirannya terbagi.
Dan secara mengejutkan, gadis itu muncul sebagai pasiennya, menyampaikan keluhan padanya dan membuatnya menerka-nerka.
Jelas saja ia merasa, jelas ia yang menidurinya, sebagai dokter ia bisa memprediksi, ia bisa menghitung kapan perempuan itu kemungkinan dibuahi.
Dan ketika ia hampir mendapatkan jawabannya, dia malah menolak melanjutkan pemeriksaan. Dia dengan keras kepala melakukan pemberontakan.
Sampai pada titik ia ingin berniat baik meluruskannya, ingin mendatangi rumah perempuan tersebut dan mengajaknya berbicara, ia malah dipertemukan dengan kejadian tidak terduga.
Ia menemukan gadis itu berdiri di pinggiran pagar besi pembatas jembatan, ingin mengakhiri hidupnya.
“Hanya saran, jangan melakukan hal bodoh seperti itu lagi.”
Kadang, seperti inilah Niko, seharusnya ia bisa memberikan nasehat dengan baik, tapi kebodohan seseorang yang terkadang tidak bisa ia tolerir membuatnya keras.
Sebab, ia bukan seseorang yang bisa berbasa-basi.
“Kalau sudah sangat buntu dengan kehidupan kamu, you can come to me.” Jemari lelaki bergerak membuka kancing kemeja yang dikenakan Lara. “Kamu hanya perlu membuka paha kamu untuk saya.”
Bibir lelaki itu kini bahkan dengan berani mengecup batang lehernya. Menghidup aroma perempuan itu di sana. “Puaskan saya. Lalu saya akan memberikan solusinya.”
Satu kancing lagi terlepas. Menampakkan gumpalan d ada Lara yang sintal yang sudah terjamah oleh lelaki itu. “Cukup mendesah dan memohon seperti kemarin di bawah saya, Lara. Maka saya akan memberikan kamu banyak uang tanpa kamu harus bekerja keras.”
Lara langsung mendorong d ada Niko, berusaha menciptakan jarak.
Kemarahan begitu menggelegak dalam dadanya, seperti nyala api yang berkobar siap melahap apa saja yang ada di sekitarnya.
Tangannya kemudian terangkat, hendak melayangkan tamparan untuk yang ketiga kalinya, tapi lelaki itu segera menangkap pergelangan tangannya, kemudian mendorongnya keras hingga ia jatuh terlentang di atas tempat tidur.
Begitu saja Niko melucuti pakaiannya, berdiri percaya diri di depan Lara tanpa busana.
Lara berusaha bangkit, tapi tubuh Niko yang besar lebih dulu melingkupinya, kedua tangannya yang berusaha memberontak bahkan ditahan di atas kepala hanya dengan satu cengkeraman tangan kiri pria itu.
“Lepasin!”
“Tidak akan!”
“Brengsk! Laki-laki brengsk! Kenapa-kenapa kamu terlalu jauh mencampuri kehidupan saya? Kenapa!”
“Saya bukan type laki-laki sabar, Lara. Tapi saya suka tantangan. Lanjutkan sikap keras kepala kamu, dan saya akan melayaninya.”
“Kamu, kamu itu laki-laki murahan! Kamu laki-laki yang nggak punya harga diri! Kamu laki-laki jahat yang mengukur semuanya dari uang! Kasihan perempuan yang akan menjadi istri kamu! Dia akan menjadi istri dari seorang b a jingan?! Malang! Malang benar nasibnya!”
Niko hanya menyeringai. Satu tangannya yang terbebas melancarkan aksinya. Jemarinya mulai menyentuh paha dalam Lara. Menariknya sampai tengah pangkal pahanya.
Lara seperti ikan yang diangkat dari air. Menggelepar di atas tanah dan kesulitan mengambil napas.
"Kabar baiknya, dia tidak keberatan menerima b a jingan seperti saya, Lara.”
“Lepasin! Lepasss, Niko!”
“Yes, call my name like that, you fuckin' b!tch. Don't blame me, you started it.”
Hati Lara yang sudah hancur semakin hancur. Kata-kata Niko seperti pisau yang menghunus tajam.
Dan Niko, dia tidak mau disalahkan lagi karena ia sudah mencoba untuk berbaik hati.
“Take this,” geram Niko menusukkan jemarinya di sana. “Kemarin kamu menjerit karena permainan tangan saya ini, J alangan Sialan. Dan sekarang lakukanlah lagi.”
Tindakan lelaki itu membuat Lara menahan napasnya. Kakinya berusaha menjejak, tapi kedua paha Niko menahan kedua pahanya.
“Lepasin!”
Di antara gelisahnya, Lara menahan erangan yang memaksa lolos.
“Not untill scream for mercy.”
Tangan itu makin bertindak kasar, bergerak makin cepat.
Lara merintih, kedua tangannya mencengkram seprai, sementara matanya membelalak.
"Jangan!"
Niko tidak mendengarkan. Malah, semakin memperdalam jangkauan jarinya di tubuh Lara. Membuat gadis itu bergetar di bawah kendalinya.
"Yeah, good, that's it. Feel and taste it, Lara. I know you like it too."
Lara menggeleng-gelengkan kepala, air matanya mengalir deras. Tubuhnya berguncang saat jari Niko berulang kali tenggelam di tubuhnya.
"No, please!"
"You wanna taste it now Lara? Right now? You nasty girl."
Kasar! Niko melakukannya hanya dengan tangan tapi membawa efek sakit untuk Lara.
Tangannya yang tadi sempat dibebaskan kini kembali ditahan, sedangkan tangan Niko yang terbebas mencengkeram salah satu keindahan padatan sintal Lara, sedangkan padatan yang lain ia tenggelamkan pucuk merahnya ke dalam mulutnya.
“Nik--kooooo!”
Leher Lara seperti tercekik, sensasi begitu aneh ketika lelaki itu bertindak seperti bayi yang kelaparan. Ia begitu rakus, penuh tekad bermain-main di sana seolah itu bisa mengenyangkannya.
"Niko, jangan! Please, please!"
Niko tidak mendengarkan. Ia sudah menulikkan telinganya dan menikmati bagaimana Lara begitu kacau di bawah sentuhannya.
"You drive me crazy, Lara!"
Dengan paksa, Niko membuka paha Lara. Di sana, Lara membelalak. Niko tidak menunggu persetujuan, langsung menyapukan tubuhnya yang kokoh ke tubuh Lara yang lembab.
"NO!! I don't want it"!"
"But I do!"
Lara menggertakkan gigi saat Niko mencoba menyapukan tubuhnya. Benda itu terasa keras dan kokoh menyapu miliknya.
Tidak bisa. Ia tidak bisa menyerah begitu saja. Ia tidak akan membiarkan lelaki ini mendapatkan apa yang dia inginkan.
Mencoba berpikir keras, Lara berpikir untuk mengalah.
"Kamu jahat, Niko," bisik Lara. “Lakukan apapun yang kamu mau ....”
Tapi gadis itu bukan menyerah, ia hanya sedang menyusun taktik.
Niko sempat terdiam mendengar itu.
"Oh, ya?"
"Ya."
Lara dengan cepat mengalungkan tangan di leher Niko, ia mencium pria itu, membuat Niko menggeram heran.
"Bagus, bukankah ini lebih baik?"
Ciuman Lara membuai Niko, dan saat kekuatan pria itu tidak mengelilingi Lara sepenuhnya. Ia langsung menekan tumit kakinya ke kasur, lalu melakukan lonjakan tiba-tiba untuk menjauhi Niko setelah memberikan gigitan keras di bibir lelaki itu.
Itu berhasil, sebab Lara langsung berguling menuju sisi ranjang lain.
"Brengsk!"
Niko menggeram, melihat Lara melompat dari ranjang dan berniat berlari ke pintu. Ia dengan segera mengejar, tepat saat Lara berhasil meraih kenop pintu. Niko sudah di belakangnya.
"Where are you going, Slutty!”
"Lepasin aku, Niko! Stop, aku mohon!"
"Saya belum selesai dengan kamu!"
Niko mencengkeram pergelangan tangan Lara, tapi Lara sudah menendang tulang keringnya. Niko terpincang-pincang kesakitan.
"Brengsk!"
Lara mencoba membuka pintu, tapi pintu itu terkunci.
Niko sudah pulih dari rasa sakitnya, dia sangat marah. Lara berlari ke sudut ruangan, meraih vas bunga dan melemparnya.
Niko sama sekali tidak gentar, ia langsung meraih Lara langsung menghimpitnya di dinding sebelum kembali mencium gadis itu.
"Mmpph! S-stop!"
Niko terus menciuminya, bahkan kedua tangan Niko kini mencengkeram leher lara, mengangkat gadis itu sampai kakinya tergantung dari lantai.
"Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Lara."
"Kkhhh! Khhh!"
Lara membelalak, hampir kehabisan napas, tapi Niko langsung menurunkannya dan kembali mencium Lara.
"You’re mine, Lara!" geram Niko. “Kamu nggak akan bisa pergi dari saya!”
Sambil menggeram, Niko menyentak gadis itu dan kembali mendorongnya ke ranjang.
"Nggak! Jangan! Please!"
"Kamu harus mau!"
Paha Lara kembali dibuka, dan saat itu Niko benar-benar tidak berniat untuk berhenti. Ia menyapukan tubuhnya ke tubuh Lara. Membuat Lara menggeleng-geleng panik.
"Stop! Please!"
Tapi Niko tidak berhenti. Mata gelapnya membuat Lara ketakutan.
"Tidak sebelum saya puas dan memasuki kamu sepenuhnya …."
Lalu, dalam sekali sentak. Niko mendorong pinggulnya keras-keras.