Bab 12. Amarah Nindy

1143 Kata
Ethan berjalan terlebih dulu ke ruangannya dan Nindy mengikuti di belakang. Senyuman Ethan tak henti mengembang saat Nindy masuk ke dalam ruangannya. Setelah menutup pintunya Ethan melangkah mendekati Nindy. Melingkarkan tangannya pada tubuh wanita itu dari belakang dengan dagu yang bertumpu pada kepalanya "Apa peringatan dariku sudah kau terima? Pria rendahan itu belum mati bukan?" Nindy menekan giginya dengan wajah penuh amarah. Melepaskan tangan itu lalu memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan iblis berbentuk manusia ini. Nindy melihat dengan seksama wajah Ethan sebelum melayangkan sebuah tamparan keras kepada pria itu. Ethan menggoyangkan rahangnya yang terasa nyeri. Tamparan dari tangan mungil itu sambat keras sekali membuat Ethan terkejut karena tidak menyangka jika bisa membuat Nindy se-marah ini hanya karena pria yang sama sekali tidak menarik di matanya. "Kenapa kau memukuli Davin. Apa salahnya?" seru Nindy begitu marah hingga wajahnya memerah. "Salahnya?" Ethan berdecih geram. "Karena dia berani menyentuh milikku." Ethan menarik leher Nindy hingga wajahnya maju ke depan. "Siapa pun yang berani menyentuh milikku, meski itu seujung kuku pasti akan aku hancurkan," ucap Ethan lambat-lambat penuh penekanan. "Termasuk cecungkuk kerempeng itu!" "Kau memang gila!" Nindy mendorong Ethan kasar. "Apa kau sadar siapa yang kau pukul? Dia adikku, adik kandungku!" Ucapan Nindy berikutnya membuat Ethan mengerutkan dahi terkejut. "Adik?" Nindy begitu muak rasanya melihat wajah Ethan ini. "Apa hakmu melakukan ini, Ethan? Perlukah aku ingatkan padamu kalau aku dan kau sudah tidak punya hubungan apa pun. Kau yang sudah mengakhiri segala urusan antara kita berdua. Sekarang kau tiba-tiba datang merusak hidupku dan dengan lancang menyakiti adikku! Tidak akan aku biarkan itu terjadi." Nindy yang sangat marah kembali menampar Ethan namun tangannya ditahan oleh pria itu. "Aku ... tidak tahu kalau dia adikmu." Ethan berkata pelan, sungguh ia tidak tahu apa pun tentang hal itu. Ia baru ingat kemarin Antoni berusaha menjelaskan namun karena ia begitu kesal akhirnya malah memaki-maki. "Jadi, si kerempeng itu adiknya Nindy? s**t! Kebodohan apa ini," umpat Ethan dalam hatinya. "Siapa pun dia, kau tidak berhak untuk melukainya!" Nindy berteriak lebih marah dari sebelumnya. "Kau bukan Tuhan yang berhak menyakiti orang dengan seenak hatimu. Kau sangat keterlaluan, Ethan!" Meski terdesak Nindy tak ingin mengalah kali ini. Ia menarik tangannya dengan kasar supaya terlepas dari b******n gila itu. Ethan terkekeh-kekeh, tadinya merasa bersalah namun teringat akan perkataan Nindy yang menjual tubuhnya emosinya kembali naik. "Aku memang bukan Tuhan, tapi aku punya segalanya yang bisa mengendalikan apa pun. Termasuk kau!" Ethan semakin menghimpit Nindy hingga tubuhnya terhimpit di meja. "Apa kau pikir aku bisa dengan mudah melepaskanmu, Nindy? Jangan harap itu terjadi. Kau itu hanya milikku." Dengan sekali hentakan Ethan menarik pinggang Nindy, tubuhnya menempel erat dengan wanita itu. "Berhentilah menganggu kehidupanku, Ethan! Apa kau belum puas merusakku dulu. Apa lagi yang kau inginkan!" Nindy berteriak frustasi seraya mendorong bahu Ethan. "Aku sudah kehilangan kedua orang tuaku, hanya adikku yang aku punya dan kau dengan tega melukainya. Apalagi yang kau inginkan dariku ...." Pukulan pada bahu Ethan semakin keras begitu pun suara Nindy yang sangat frutasi itu. Ethan sebenarnya kasihan, tapi ia juga tak senang jika Nindy hidup bebas dari dirinya. "Kembalilah padaku, aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan." Kalimat itu terlontar begitu saja. "Kembali padamu dan kau akan membuangku lagi saat kau sudah bosan seperti dulu begitu?" lirih Nindy memandang Ethan dengan tatapan sayu penuh luka. Ethan membahasi bibirnya, tatapan itu yang selalu membuat Ethan dilanda rasa bersalah selama 7 tahun itu. Ia mengusap air mata Nindy perlahan. "Berapa kali aku bilang, jarak antara cinta dan benci itu beda tipis. Aku tidak peduli kau bisa tersenyum atau menangis ketika bersamaku, aku hanya ingin alasan dari semua yang terjadi dalam hidupmu adalah aku," kata Ethan sangat pelan namun begitu menghanyutkan. "Kau memang selalu mempermainkanku, Ethan! Kau menganggap aku Nindy yang bodoh dan dengan seenaknya kau mainkan!" Nindy berteriak sangat marah sekali, tatapan matanya sangat putus asa akan semua yang Ethan lakukan. "Kenapa kau selalu menggangguku! Sekarang apalagi yang kau inginkan? Kau ingin aku membuka bajuku seperti dulu? Ya itu kan yang kau inginkan?" Nindy rasanya semakin frustasi. Ethan ini nyatanya masih sama gilanya seperti dulu. Nindy sampai sangat muak dan tak tahu lagi harus melakukan apa. Ia mungkin sangat gila sekarang, ia mendorong Ethan menjauh dan membuka kemejanya di depan Ethan—pria yang telah mencampakkannya 7 tahun lalu. Ethan kaget pastinya, mata tajam itu melihat Nindy yang membuka kemejanya hingga tubuh depannya terekspos. Bra berwarna putih itu terlihat membungkus d**a Nindy yang kencang dan padat. Darah Ethan berdesir hebat dengan napas yang memburu. "Ini 'kan yang kau inginkan dariku? Kau menganggapku w************n yang bisa kau mainkan. Jalang, atau apalagi? Ayo ... kita selesaikan urusan kita!" teriak Nindy terlihat sekali sangat frustasi. "b******k! Hanya kau satu-satunya wanita yang membuatku gila seperti ini." Ethan yang ditantang seperti itu jelas tak lagi bisa mengendalikan dirinya. Ia menerjang tubuh Nindy, mengangkatnya lalu menghempaskan dengan kasar di meja setelah melemparkan semua isinya ke lantai. Ethan melumat bibir Nindy dengan sangat liar dan menekan tubuh wanita itu dia meja dengan beringas. Nindy salah karena telah membangunkan sisi liar yang selama ini tak pernah Ethan tunjukkan lagi. Memang hanya wanita ini yang bisa membuat Ethan menggila. Setiap hal yang ada dalam diri Nindy, Ethan sangat menggilainya. Nindy menangis tersedu-sedu saat Ethan melakukan hal itu padanya. Ia takut, namun lebih ke perasaan marah dan juga tidak berdaya. Hatinya sangat kacau, bingung harus melawan Ethan dengan cara apalagi. Nindy takut dirinya akan lemah ... dan menerima setiap hal yang Ethan lakukan karena perasaannya. Tapi bagaimana Nindy bisa melawan Ethan yang sangat berkuasa. Ciuman Ethan turun ke leher Nindy seraya mengusap pahanya. Jas Ethan sudah terlempar entah kemana, bra yang dikenakan Nindy pun sudah lepas bagian pengaitnya. Namun, saat Ethan ingin melakukan hal lebih pintu ruangannya tiba-tiba terbuka membuat kegiatan panas itu terhenti. "Tuan, Papa Anda datang." Antoni tak peduli jika nanti akan dimaki-maki oleh Ethan karena menganggu aksinya. Namun Antoni lebih memikirkan nasib Ethan setelah ini. Nindy yang mendengar itu lebih kaget, ia menendang d**a Ethan dengan keras hingga pria itu terjengkang ke lantai. "Aduh!" Ethan meringis kesakitan. Nindy tidak menghiraukannya, ia justru puas telah membuat Ethan seperti itu. Ia buru-buru membenarkan bajunya lalu kabur dari ruangan itu tanpa mempedulikan Ethan yang masih kesakitan. Ia cukup beruntung karena Ethan belum macam-macam padanya. Ethan yang melihat itu hanya menyeringai, bukan marah namun lebih ke perasaan senang yang sulit diungkapkan. Melihat sikap Nindy yang gemetaran saat ia menyentuhnya tadi kemungkinan besar Nindy memang tidak pernah melakukan hal yang wanita itu katakan. Lagipula kenapa ia begitu bodoh? Kesucian Nindy saja dulu ia yang mengambilnya dengan susah payah. Seharusnya Ethan yang lebih tahu bagaimana sifat Nindy yang asli. "Dia akan selamanya menjadi milikku." Dalam hati Ethan tak henti mengumpat karena perasaan gila itu kembali hadir memenuhi relung hatinya. Ethan tidak bisa menyangkalnya lagi. Mungkin ini perasaan yang dirasakan oleh Jayden saat dulu bertemu kembali dengan Agatha. Perasaan gila yang disebut ... cinta?. Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN