Nindy baru saja menyelesaikan rekap data pasien hari ini. Niatnya ia ingin istirahat dulu karena memang waktunya orang untuk tidur saat ini. Setelah menyimpan berkas-berkas medis ia berniat kembali ke kamar tunggu yang biasa digunakan untuk perawat lain.
Namun, langkahnya dikejutkan saat melihat Ethan berdiri di depan pintu ruangannya dengan tatapan yang sangat dingin. Nindy menghela napas panjang, tentu tak begitu peduli sebenarnya. Tapi juga mengesalkan melihat gaya Ethan yang selalu arogan ini.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Nindy bertanya datar.
Ethan menunjukkan lengannya yang berdarah. Kemejanya putih sehingga darah segar itu terlihat sangat jelas.
"Seseorang menyerangku saat akan pulang. Aku rasa ini perlu penanganan," sahut Ethan lebih datar lagi.
"Baiklah, saya akan memanggilkan dokter untuk merawat luka, Anda." Nindy beranjak pergi begitu saja namun Ethan menahannya dengan meletakkan satu tangannya pada tembok di samping pintu.
Nindy lagi-lagi menghela napas panjang, mengangkat pandangannya sehingga melihat wajah mengesalkan Ethan.
"Aku mau kau yang mengobatiku," ucap Ethan spontan begitu saja.
"Kenapa harus saya?" Nindy menarik sudut bibirnya, sengaja mengikuti cara Ethan yang arogan dan acuh tak acuh itu.
Ethan bungkam, bangsatnya pertanyaan itu sangat sulit untuk dijawab oleh bibirnya. Mata tajam itu mengawasi Nindy yang hanya diam saja. Anehnya meskipun diam saja Nindy masih membuat hatinya sangat kacau.
"Kau pikir aku sedang menarik perhatianmu, Nindy?" Ethan menyeringai, pastinya tak ingin menunjukkan kalau memang sangat menginginkan Nindy hingga nekat melakukan hal gila seperti ini. "Apa kau tidak menganggap dirimu terlalu tinggi?" desisnya seraya mencengkram lengan Nindy.
Nindy terkekeh-kekeh santai. Tangannya menarik kerah baju Ethan sedikit kasar membuat sang pemiliknya kaget.
"Jika memang tidak, biarkan saya pergi Tuan Ethan," ujar Nindy lembut sekali. Melepaskan kemeja Ethan seraya mendorong bahunya.
Ethan mengertakkan giginya kuat, perasaan gila itu nyatanya benar-benar sulit dikendalikan. Ia menarik tangan Nindy kembali lalu menghempaskan tubuhnya ke tembok lebih keras. Kedua tangannya ditarik ke atas kepala sehingga tidak bisa bergerak. Untungnya di tempat itu tidak ada siapa pun karena hanya petugas saja yang boleh masuk.
"Kau sangat lancang, Nindy!" bentak Ethan emosi sekali rasanya. "Kenapa kau berani masuk ke dalam hidupku lagi? Seharusnya kau tidak melakukan ini padaku!" bentaknya lagi dengan napas yang memburu.
Suara Ethan tan terlalu keras namun aura intimidasi itu sangat kuat membuat Nindy cukup ketakutan. Tapi sesuai janjinya, ia tidak akan pernah takut lagi kepada b******n yang ada di depannya ini.
"Tuan Ethan ini lucu, ya? Padahal saya hanya diam dan bekerja. Bukankah Tuan Ethan yang memang mencari saya?" Nindy tersenyum santai, dengan sengaja berbicara sangat sopan dan memanggil Ethan dengan sebutan Tuan agar pria itu tahu kalau mereka sudah benar-benar asing.
"Hentikan panggilan bodoh itu!" Ethan semakin geram, tubuhnya merangsek maju menghimpit Nindy hingga semakin susah bergerak.
"Ayolah, Tuan Ethan kenapa marah seperti ini? Apakah dugaan saya benar ... Tuan Ethan tidak bisa melupakan saya?" ucap Nindy pelan, penuh godaan dengan tatapan mata sayu.
Ethan tersenyum sinis, tangannya bergerak turun mencengkram dagu Nindy, memaksa wanita itu agar menatap ke arahnya. "Aku rasa kau juga masih ingat apa yang aku katakan dulu. Kau bukan siapa-siapa bagiku, Nindy."
Nindy memejamkan matanya seiring rasa sakit yang kembali ia rasakan. Ia menekan rasa sakit itu dengan senyuman tipis.
"Lalu, apalagi yang membuat Anda seperti ini, Tuan? Bukankah saya memang tidak berarti apa-apa untuk, Anda? Saya hanya wanita miskin dan derajatnya tidak setara dengan, Anda." Nindy menjawab pelan nyaris tanpa emosi sama sekali. Bahkan bibirnya masih mengulas senyum manis yang sangat menganggu bagi Ethan.
Ethan tidak suka melihat Nindy tidak takut padanya seperti ini. Ethan merasa Nindy sangat angkuh sehingga berani mempermainkan dirinya. Harusnya Nindy menangis seperti dulu saat ia meninggalkannya. Nindy memohon padanya, bukan seperti ini.
Ethan menatap Nindy lekat-lekat, wanita ini memang sangat keras kepala dari dulu. Namun, sifat itulah yang membuat Ethan begitu tertarik olehnya. Hatinya lembut tapi punya watak yang keras. Sangat jarang menemukan wanita seperti ini.
"Berhenti menganggu pikiranku," ujar Ethan penuh penekanan.
Nindy tertawa kecil merasa ucapan Ethan sangat lucu. "Kenapa jadi saya yang salah? Bukankah itu harus Tuan Ethan yang mengendalikan? Lagipula bagaimana bisa mainan seperti saya menganggu pikiran Anda yang sangat sangat sempurna itu?"
"s**t! Berhenti memanggilku seperti itu, Nindy!"
"Tuan Ethan—"
Ethan langsung melumat bibir Nindy sangat kasar saat wanita itu memanggilnya dengan sebutan Tuan. Ethan sangat membencinya, ia tidak mau dianggap asing oleh Nindy. Ia merasa tidak sepantasnya Nindy melupakan dirinya.
Nindy kaget pastinya saat Ethan tiba-tiba mencium bibirnya sangat brutal. Kedua tangannya ditahan di atas kepala hingga tidak bisa bergerak. Awalnya ingin berontak, namun Nindy membalas ciuman itu lebih liar. Menggigit bibir Ethan seraya membuka mulutnya hingga Ethan menyusupkan lidahnya ke dalam.
Ethan benar-benar sangat kesal hingga melakukan hal yang diluar kendalinya. Selama 7 tahun ini ia tidak pernah punya perasaan gila seperti ini, namun Nindy benar-benar membuat semuanya berantakan. Yang lebih membuat Ethan kaget, Nindy membalas ciumannya sangat liar. Padahal Ethan menebak Nindy akan sangat marah atau menangis seperti yang ia sukai.
Bibir manis wanita itu membuat Ethan kehilangan akal. Perlahan ia melepaskan cengkraman tangan Nindy dan wanita itu mengalungkan tangannya pada leher. Membalas ciuman itu sangat panas hingga menimbulkan gairah menggebu-gebu yang tak pernah Ethan rasakan sebelumnya.
Tangan Nindy bergerak mencengkram kemeja Ethan hingga kancingnya lepas semua. Hal itu membuat Ethan melepaskan ciuman mereka.
Ethan memandang bibir Nindy yang bengkak dengan rambut yang acak-acakan. Mata wanita itu terbuka. Ethan sudah siap menerima makian dari wanita itu, namun Nindy justru melakukan hal tak terduga.
"Kenapa berhenti, Tuan Ethan?" tanya Nindy sangat lembut. Tangannya mengusap d**a Ethan yang terlihat membekas kemarahan karena cakarannya tadi. "Apakah Tuan menginginkan saya?" bisik Nindy begitu nakal, mendekatkan wajahnya seraya menggigit telinga Ethan.
Ethan bukannya b*******h justru sangat marah. Ia mendorong Nindy kembali, kali ini sangat kasar.
"Apa setelah putus denganku kau berubah menjadi jalang yang menjajakan tubuhmu, Nindy?" bentak Ethan berubah bengis wajahnya. Nindy yang ia kenal bukan wanita seperti ini.
Nindy yang malu-malu dan bersikap polos.
"Oh, aku rasa dugaanku benar. Anak laki-laki yang nakal itu adalah anakmu bukan?" Ethan mulai berpikiran kemana-mana. "Kau menjual tubuhmu sampai menghasilkan anak?"
Nindy lagi-lagi tersenyum, dalam semalam ini Ethan sudah menyebutnya dengan sebutan yang paling menjijikan. Kali ini lebih parah dengan mengatakan hal seperti itu.
"Jika memang iya, apakah Tuan Ethan ingin menjadikan saya wanita simpanan lagi? Boleh, saya akan mengatur jadwal dengan klien saya jika Anda berani membayar lebih mahal," sahut Nindy pedas, namun dalam hatinya menahan gemuruh emosi yang membuat dadanya sangat nyeri.
"b******k! Beraninya kau, Nindy!" Ethan semakin menggila, ia mencekik leher Nindy karena terlalu emosi. "Katakan! Sudah berapa banyak pria yang melihat tubuhmu? s**t! Kau lupa, kau itu milik siapa?" hardik Ethan benar-benar tak terima jika tubuh ranum Nindy akan dinikmati pria lain selain dirinya.
Nindy merasa kesakitan, matanya terpejam seraya menahan tangan Ethan. Bukannya mundur, Nindy sengaja memancing konfrontasi agar b******n gila ini berhenti menganggunya.
"Kenapa Tuan Ethan bertanya seperti itu? Tenang saja, pelayanan saya pasti tetap yang terbaik. Mau dimulai sekarang, Tuan?" ujar Nindy tersenyum penuh godaan.
"b******k!" Ethan akhirnya melepaskan cekikan itu hingga tubuh Nindy terjatuh di lantai. Wajahnya diliputi amarah yang tak bisa digambarkan. Membayangkan tubuh Nindy dinikmati orang lain membuat darahnya sangat mendidih.
"Kau sangat menjijikan! Tidak seharusnya aku memikirkanmu lagi. s**t!" Ethan yang sangat marah meninggalkan Nindy begitu saja tanpa mengobati luka di lengannya.
Nindy tersenyum miris, air matanya berjatuhan begitu melihat Ethan pergi. Ia bergegas masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya yang baru saja disentuh Ethan. Menggosok bibirnya sampai perih demi menghilangkan bekas ciuman b******n gila itu.
Nindy menangis sejadi-jadinya, memeluk dirinya sendiri dan sangat ketakutan. Tubuhnya bahkan masih sangat gemetar karena apa yang baru saja dilakukan. Namun, Ethan justru membuat rasa sakitnya semakin bertambah dengan mengatakan jika dirinya seorang jalang yang menjajakan tubuhnya sampai menghasilkan seorang anak.
"Apa serendah itu aku di matamu, Ethan? Seharusnya kau sadar ... anak siapa yang kau maksud," lirih Nindy menahan perih yang begitu menghujam. "Apa kau juga lupa, siapa yang membuatku seperti ini?"
"Kau Ethan, kau yang telah merusak hidupku ...."
Bersambung~