Liona terbangun dengan rasa bingung yang menyelimutinya. Matanya terbuka perlahan, dan dinding kamar yang sepi seolah menyambutnya dengan senyap. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba mengingat kejadian semalam. Tiba-tiba, kenangan itu datang, yang dengan tegas mengatakan bahwa dia ingin bercerai. Rasanya seperti hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, meskipun dalam hati Liona, keraguan terhadap pernikahan mereka sudah lama tumbuh. Liona menatap jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Dengan malas, ia mengangkat tubuhnya dari tempat tidur. Suasana di rumah terasa canggung. Pikirannya terpecah antara kebingungan dan ketidaknyamanan. Ia menatap pintu kamar, berharap bisa menghindar sejenak dari kenyataan yang masih menyesakkan dadanya. Namun, di luar sana, di dapur, ada Wirya