Liona duduk di meja kerjanya, terbenam dalam tumpukan berkas yang harus diselesaikan hari ini. Suasana di kantor terasa hampa dan penuh tekanan. Sejak semalam, pikirannya tak bisa lepas dari percakapan dengan Wirya, percakapan yang tidak selesai, tetapi sudah cukup untuk mengubah segalanya. Jawaban Wirya tentang cerai telah mengusik kedamaian hatinya, membuatnya merasa cemas dan bingung. Satu hal yang terus menghantui pikirannya adalah perasaan tak berdaya yang ia rasakan, perasaan yang muncul setiap kali berhadapan dengan Wirya. Namun, ketika Liona membuka ponselnya sejenak, matanya tertuju pada sebuah pesan masuk yang mengagetkannya. Nama yang tertera di layar membuat jantungnya berdegup lebih cepat, Ryan. Liona terdiam sejenak. Perasaan tak menentu langsung menghantui dirinya. Ryan,