Suasana di rumah terasa tegang. Udara seolah dipenuhi oleh keresahan yang mencekam. Wirya, dengan wajah yang memerah akibat amarah, berdiri di depan Ryan. Tangan kirinya mencengkeram kerah baju anaknya dengan kuat, sementara matanya menatap tajam ke arah Ryan yang terlihat kebingungan dan ketakutan. "Di mana Liona?" Tanyanya dengan suara yang nyaris mengguntur. Ryan terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tahu pertanyaan itu akan datang, tetapi tidak menyangka bahwa ayahnya akan memperlakukannya seperti ini. "Aku tidak tahu, Ayah," jawab Ryan, berusaha menghindar dari tatapan tajam ayahnya. Wirya, yang sudah dipenuhi rasa kesal dan cemas, semakin mempererat genggamannya. "Jangan bohong, Ryan!" Suaranya meninggi. "Aku sudah tahu kamu sering mencoba berhubungan dengan L