Malam itu, setelah berhasil keluar dari toilet yang terkunci, suasana di rumah terasa berat. Liona duduk di sofa ruang tamu, tubuhnya masih gemetar, dan matanya yang sembab dari tangisan terlihat lelah. Wirya duduk di sebelahnya, tidak tahu harus berkata apa. Hatinya masih bergejolak, merasa cemas dan bingung, seolah-olah segala yang terjadi tadi di kantor belum cukup menyakitkan bagi Liona. Namun, di mata Liona, semuanya terasa seperti beban yang semakin berat. Liona menyandarkan kepala di tangan, memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya. Tetapi, perasaan kecewa itu terus menggerogoti hatinya. Setelah beberapa saat dalam keheningan, akhirnya suara Liona terdengar lagi, hampir tidak bisa dikenali karena sesaknya. "Kenapa, Mas ... Kenapa Mas meninggalkanku begitu saja?" Liona