Farah memandang layar ponselnya dengan kesal. Sudah hampir sepuluh kali ia mencoba menghubungi Ryan. Namun, setiap kali teleponnya berdering, tak ada jawaban. Suara yang terdengar hanya nada sambung kosong yang semakin membuat hatinya resah. Farah tahu betul bahwa saat ini, Vina sedang berada dalam situasi yang sangat sulit. Sejak pagi tadi, putrinya itu tak berhenti menangis, dan itu membuat Farah semakin tertekan. Vina yang biasanya ceria dan penuh semangat kini tampak lemas, terkulai di atas sofa dengan wajah merah penuh air mata. Farah tahu, ada sesuatu yang sangat besar yang mengganggu pikiran anak semata wayangnya itu. Namun, apa yang baru saja didengarnya dari Vina pagi tadi benar-benar membuat hatinya hampir meledak. "Ryan ... mau cerai, Ma," kata Vina dengan suara parau, hampir