Wirya duduk di kursi kerjanya yang besar, di belakang meja yang penuh dengan tumpukan berkas. Di sekelilingnya, suasana ruangan yang tertata rapi hanya terhalang oleh cahaya lampu putih yang memantul dari dinding kaca besar di sebelah kiri. Tangan Wirya terulur untuk mengambil selembar surat dari salah satu tumpukan berkas di atas meja. Surat itu sudah ia persiapkan sejak beberapa jam yang lalu, sebuah keputusan yang sulit namun perlu. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, sudah waktunya Angga datang. Pintu ruangan terbuka perlahan, dan Angga masuk dengan wajah yang terlihat tenang, meskipun ada ketegangan yang samar tergambar di mata pria muda itu. Angga menutup pintu dengan hati-hati dan berdiri di depan meja Wirya. "Angga, duduk," kata Wirya tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun me