Langit senja menggantung dengan warna oranye keemasan yang mulai memudar. Suara desiran angin yang berhembus lewat celah-celah jendela yang terbuka sedikit menjadi satu-satunya musik yang mengiringi kesunyian dalam rumah itu. Wirya duduk di tepi ranjang, memandangi Liona yang terisak di hadapannya. Wanita itu, yang selama itu dikenal dengan senyum manisnya, kini terlihat rapuh, matanya yang biasanya bersinar cerah kini dipenuhi dengan genangan air mata, sementara pipinya yang memerah menyimpan bekas tamparan ibu tirinya. "Liona," suara Wirya lembut, mencoba menenangkan, meskipun hatinya juga terasa sesak melihat kondisi wanita itu. Dia meraih handuk kecil yang sudah dibasahi air dan mulai mengompres pipi Liona dengan hati-hati. "Ini pasti sakit sekali, kan?" Liona hanya mengangguk, mulut