Wirya berlari dengan napas terengah-engah, kakinya terasa berat, namun pikirannya jauh lebih terbeban. Ponselnya yang terletak di kantong depan celananya bergetar keras, tetapi tak ada waktu untuk memeriksa. Langkah-langkahnya semakin cepat, seolah-olah jantungnya yang berdetak keras telah mendorong seluruh tubuhnya untuk bergerak lebih cepat. Setiap detik yang berlalu semakin membuatnya tercekik dalam kekhawatiran yang terus tumbuh. Ada sesuatu yang salah. Liona, istrinya, telah meneleponnya dengan suara panik, sesuatu yang tidak biasa bagi wanita yang selalu tampak tenang. Setibanya di parkiran supermarket, Wirya menatap sekeliling dengan cemas. Matanya mencari-cari sosok Liona. Di kejauhan, ia melihat wanita yang sangat dikenalnya sedang berdiri di dekat mobil, tampak santai dengan sen