Bab 9. Tubuh Dan Hati

1536 Kata
"Siapa dia? Apa dia kekasihmu, Laura?" tanya Arkan menatap Laura. Pandangan matanya yang meneduh tidak seperti dulu membuat Laura berpikir kalau orang di hadapannya adalah orang lain dan bukan Arkan yang dia pertama kali kenal. "Aku bingung harus menyebutnya bagaimana. Dulu dia kekasihku, tapi kami putus tepat sehari sebelum pernikahanku denganmu," jelas Laura. "Siapa yang memutuskan?" tanya Arkan menyelidik. "Apa siapa duluan yang memutuskan itu penting? Aku rasa sama sekali tidak karena pada kenyataannya kami berdua sudah pisah, tapi ... aku masih mencintainya." Penjelasan dari Laura membuat Arkan merasa kecewa, padahal dia pikir akan mudah mendapatkan hati Laura karena dia sudah mendapatkan tubuhnya, tapi ternyata rintangan di depannya sungguh luar biasa. Mendapatkan hati Laura tidaklah semudah mendapatkan tubuhnya, Arkan merasa harus berjuang lebih karena hanya dengan mengandalkan ketampanan dan kekayaannya tidak akan membuat Laura luluh seperti wanita lainnya. "Tapi ini penting untukku, tolong jawab siapa yang memutuskan lebih dulu," pintar Arkan. "Yang memutuskan lebih dulu adalah dia," jawab Laura sambil menunduk. Arkan tersenyum kecil mendengar jawaban dari Laura, itu berarti cinta Laura bertepuk sebelah tangan dan pria itu tidak menginginkan Laura lagi, jadi Arkan pikir tidak ada masalah jika dirinya yang memungut Laura yang sudah dibuang. "Baiklah, jika begitu, mudah saja. Aku akan menjagamu lebih dari dia dan aku akan memperhatikanmu lebih dari dia, akan aku lakukan semuanya lebih dari dia," ujar Arkan kembali meyakinkan Laura. Laura masih tidak yakin dan rasanya sangat aneh ketika pria yang tadinya penuh dendam dan kekesalan menjadi pria dengan tatapan yang teduh juga lembut. "Aku ... tidak bisa. Kita jalanin saja pernikahan ini sampai Bianca kembali, aku benar-benar tidak masalah jika harus melayanimu sampai Bianca kembali, karena hatiku masih mencintai orang lain," ujar Laura. "Baiklah, aku akan memaklumi itu dan tetap berusaha, tapi bisakah kamu berjanji padaku untuk tidak memberikan tubuhmu pada pria lain atau berniat kembali pada mantan kekasihmu itu?" ucap Arkan. "Ya ... aku berjanji, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan selain Bianca, jangan merasa tidak enak karena aku, sejatinya aku hanya mengganti Bianca dan bukan menjadi istrimu sungguhan," balas Laura. "Jika bukan istri kesungguhan lalu apa? Buktinya kamu yang berada di sini bersamaku dan menikah denganku secara hukum, kamu yang istriku sungguhan! Aku tidak ingin mendengar kalimat seperti itu lagi." Bagi Arkan dia hanya ingin menunjukkan bagaimana pengorbanan dan bagaimana sikap melindungi terhadap Laura yang sudah resmi menjadi istrinya sekarang. Arkan hanya ingin ingin diterima dan tidak ditolak, tapi Laura terus saja menolak yang seperti yang akan katakan adalah sebuah omong kosong belaka, padahal pria itu tengah bersungguh-sungguh sekarang. Bukan karena hanya kecanduan tubuh Laura, tapi Arkan juga merasa dia menyukai Laura dan ada sesuatu yang mekar di hatinya untuk Laura, tidak peduli jika dia dikatakan gampangan karena mudah sekali untuk jatuh cinta. Tapi itulah yang terjadi sekarang, Arkan tidak bisa menahan perasaannya untuk memiliki Laura dan mengayominya sebagai seorang istri, Arkan hanya ingin Laura untuk dirinya sendiri. "Aku mohon padamu, selama bersamaku jangan pernah berselingkuh seperti Bianca dan jangan pernah pergi dariku lebih dulu, tetaplah bersamaku sambil menerima semua perlakuanku, itu saja yang aku inginkan," pinta Arkan lagi. "Baiklah, aku akan tetap berada di sisimu sampai kamu benar-benar merasa bosan padaku, aku juga akan bersikap selayaknya istrimu dalam hal melayanimu atau apa pun itu bentuknya. Aku tidak akan berselingkuh dan menerima semua perlakuanmu." Arkan senang menerima janji Laura yang seperti itu, tapi kalimat pertama sangat dia benci karena mengatakan akan akan bosan padanya. "Jika aku tidak pernah bosan padamu bagaimana?" tanya Arkan. "Kamu pasti akan bosan karena setiap manusia bisa berubah kapanpun dan manusia bisa merasakan jenuh pada orang yang dia cintai atau dia sukai, apalagi dengan orang yang baru dia kenal," jawab Laura. Jawaban dari Laura menyentil hati Arkan yang sedang bersungguh-sungguh, rasanya ingin protes, tapi yang Laura katakan itu benar kalau mereka memang baru kenal dan Arkan langsung menyatakan cintanya dengan tidak romantis. "Kamu benar, maka dari itu aku ingin lebih mengenalmu jauh lebih dalam lagi, apa yang kau suka dan apa yang tidak kau suka, aku ingin mengenalmu lebih dari itu. Jangan begitu kamu juga bisa mengenalku lebih jauh lagi kalau aku bukan orang yang main-main terhadap perkataanku sendiri," jelas Arkan. Laura bangun dari sandarannya pada tubuh Arkan, kemudian dia mendudukkan dirinya di samping menghadap ke Arkan. "Kenapa kamu keras kepala sekali? Padahal tidak ada kewajiban untuk mencintaiku, seperti yang kamu bilang sebelumnya kalau aku dibayar untuk menikah denganmu. Aku ingin minta maaf untuk keluargaku dan untuk kakakku, jadi kamu juga tidak perlu merasa bersalah karena itu," balas Laura. "Aku sama sekali tidak merasa bersalah, yang aku rasakan adalah aku mulai menyukaimu! Aku ingin memulai yang baru bersamamu, kenapa kamu tidak ingin memberiku kesempatan?!" Arkan mulai kesal karena Laura tidak bisa menerima pernyataan cintanya. "Lalu apa kamu mau aku percaya dan juga mulai mencintaimu? Aku rasa tidak bisa semudah itu karena aku bukan barang yang bisa kamu paksakan perasaannya, ini saja kamu bisa menggunakan tubuhku, tapi aku rasa tidak dengan perasaanku," jelas Laura. "Baiklah, begini saja ... jika dalam waktu satu tahun aku tidak bisa mengubahmu agar bisa mencintaiku seperti yang aku rasakan padamu sekarang, aku akan melepaskanmu walaupun Bianca tidak kembali dan aku tidak akan menarik semua yang telah aku berikan pada keluargamu, bagaimana?" *** Avin menatap layar ponselnya berkali-kali, dia berharap kalau bukan hanya pesan itu yang dikirimkan oleh Laura, tapi mau berkali-kali dilihat pun pesannya masih sama saja, ketikan dari Laura yang mengatakan kalau dia tidak apa-apa. Avin benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada putrinya di sana, sedangkan dia di sini menikmati hasil dari Johan yang memberikan uang karena dia telah mendapatkan Laura. Avin jadi merasa sangat jahat karena dia terasa seperti menjual putrinya hanya untuk kebutuhannya sendiri, dari mulai uang makan sampai uang pengobatannya juga uang untuk menyewa perawat, semua Johan yang tanggung. Dulu Laura bekerja untuk menghidupinya yang lumpuh, walau Avin memandang Johan adalah pria yang b***t, tapi tetap saja ya Avin berharap kalau Laura bahagia bersama Johan dan aku juga berpikir kalau Laura sekarang sedang bersenang-senang. "Aku harap kamu baik-baik saja dan bahagia di sana, Nak. Maaf aku selalu saja merepotkanmu, di saat kamu di sini justru kamu yang malah merawatku dengan penuh kasih sayang, mungkin sekarang giliranmu untuk bahagia, jadi Papa ikhlas melepasmu jika kamu bahagia," gumam Johan. Avin mulai menggeser jarinya dari atas ke bawah untuk mencari riwayat bertukar pesan dengan putrinya, baru saja beberapa hari Avin sudah sangat merindukan Laura. Merindukan senyumannya ketika pulang menyapa, merindukan celotehan putrinya, merindukan pembicaraan putrinya tentang bagaimana Laura menghadapi harinya. Tak terasa Avin jadi begitu sedih, tahu begitu lebih baik dia mati di tangan Johan daripada harus menyerahkan Laura, kalau nanti hasilnya sama saja setidaknya Avin merasa sudah berjuang untuk Laura. "Papa harap kamu bisa menelpon Papa dan mengatakan dengan suaramu langsung kalau kamu memang benar baik-baik saja, ini sudah 3 hari, kita tidak pernah tidak bicara selama itu, Papa benar-benar merindukanmu, Laura." Tangan Avin bergerak untuk keluar dari pesan dirinya bersama Laura, kemudian tangannya membuka galeri di ponsel, menampakan ada banyak foto Laura dan foto dirinya sedang bersama. Awalnya rasa rindu Avin sedikit terobati dengan melihat foto Laura saja, tapi beberapa lama kemudian rindu itu semakin menjadi dan rasa bersalahnya semakin besar terhadap Laura. "Harusnya Papa yang melindungi dan berkorban untukmu, tapi malah kamu yang melakukan itu untuk Papa." Tidak sadar air mata Avin meluncur begitu saja, dia menangis dalam diam meratapi kesedihan dirinya sendiri yang tidak mampu melindungi Laura dari rampasan Johan. "Maafkan Papa ...," lirih Avin. Avin menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya kasar, dia menghapus air matanya sendiri dan meletakkan ponsel di meja sampingnya, jika dia terus melihat foto Laura dia akan semakin merasa bersalah. "Mamamu dulu adalah seorang wanita yang baik, hanya saja dia terjebak oleh rayuan Johan yang sudah memiliki istri. Jika saja itu tidak terjadi mungkin Papa tidak akan bisa bertemu denganmu, tapi Papa bersyukur bisa bertemu denganmu, walaupun Papa harus berkorban dulu, Papa sama sekali tidak menyesal. Papa tidak menyesal menyelamatkanmu dan mamamu, Laura. Sekarang Papa tidak tahu bagaimana keadaanmu, sedang apa dirimu? Sudah makan atau belum? Papa tidak tahu. Padahal papa sudah berjanji pada mamamu untuk menjagamu, tapi Papa gagal." Avin menutup wajahnya dengan kedua tangan, tapi itu tidak berlangsung lama karena bunyi notifikasi telepon masuk dari ponsel Avin membuat Avin membuka telapak tangannya. Dari Johan, buru-buru Avin langsung mengangkatnya. "Halo, Avin." Johan menyapa dengan suara liciknya yang begitu Avin benci, jika saja dia sehat seperti dulu mungkin dia sudah memukuli Johan dengan tangannya sendiri. "Aku menelponmu karena aku peduli padamu, aku ingin mengabari kalau Laura baik-baik saja dan dia sedang bersenang-senang, tapi dia tidak berada di kota ini dan sedang berada di kota lain, tidak perlu khawatir tentang hal itu karena Laura sedang liburan." Tentu saja Avin tidak ingin percaya langsung pada ucapan Johan barusan, karena dia bisa menilai kalau Johan mengatakan hal seperti itu berarti Johan sedang tidak bersama Laura dan Laura sedang berada di kota lain sendirian. "Apa yang kamu lakukan pada Laura, Johan?! Jangan macam-macam pada putriku!" gertak Avin. Terdengar suara tertawa dari seberang telepon sana yang sangat gelisah akan mengejek Avin yang menggertak. "Putrimu ...? Dia darah dagingku, sepertinya kamu lupa, tapi aku akan mengingatkannya kembali kalau dia adalah anakku. Aku hanya mengambil milikku kembali dan memanfaatkannya sebisa mungkin selagi dia bisa dimanfaatkan, jika nanti Laura sudah kehilangan manfaatnya, aku akan memberikan lagi padamu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN