Bab 8. Yang Mekar

1534 Kata
"Angkatlah, aku akan bersikap tidak mendengar apa pun darimu, aku anggap kamu tidak pernah mengatakan itu." Laura meraih ponsel Arkan dan menaruhnya tepat di telapak tangannya. Arkan diam sejenak menerima telepon yang terus berdering. Arkan mengangkat telepon menekan tombol hijau, sengaja dia membesarkan volume suara agar Laura juga bisa mendengar percakapannya dengan Bianca. "Arkan ... bisa-bisanya kamu melakukan itu padaku, kamu menikah dengan wanita lain. Kamu lupa kalau aku ini kekasihku." Terdengar isakan tangis dari seberang telepon sana, tapi entah mengapa Arkan tidak luluh sama sekali seperti biasa yang Arkan akan rasakan, pria itu dulu akan cemas jika Bianca merajuk padanya. "Maaf, Bianca. Tapi kamulah yang meninggalkan aku dan pergi dengan pria lain pada hari pernikahan kita, kamu yang pergi dengan selingkuhanmu! Sekarang aku tengah memulai kehidupanku yang baru bersama adikmu, jadi jangan pernah ganggu aku lagi!" tegas Arkan. "Apa ...? Kamu mencintaiku, Arkan. Tidak mungkin kamu bisa mencintai wanita lain hanya dalam beberapa hari, tidak mungkin, Arkan! Kamu hanya mencintaiku dan akan selamanya begitu, pasti wanita itu menggunakan tubuhnya untuk merayumu, kamu hanya sedang bingung saja, Arkan. Sejatinya kamu mencintaiku!" "Dengar, Bianca. Kamu harus tahu rasa cintaku habis waktu kamu tidak datang ke pernikahan kita, saat itu perasaanku benar-benar hilang dan sikap toleransiku sudah sangat berlebihan untukmu, aku tidak ingin jadi b***k cintamu yang sama untuk yang kedua kalinya, kamu pikir manusia akan selamanya sama jika disakiti terus? Tidak, Bianca. Aku tidak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama, aku ingin memulai lembaran baru, memulai cerita yang baru bersama orang lain yang belum pernah menyakitiku, sekali lagi aku tegaskan padamu kalau kita sudah tidak punya hubungan apa pun, jadi jangan ganggu pernikahanku bersama Laura." Arkan langsung mematikan teleponnya secara sepihak, kemudian dia memblokir nomor Bianca langsung di hadapan Laura. Arkan ingin membuktikan kalau perkataannya tidak hanya sekedar omong kosong, tapi dia benar-benar melakukan hal itu. "Apa itu cukup? Jika kamu mau, aku akan mengganti nomorku nanti ketika kita kembali ke Jakarta, tapi tidak sekarang karena itu nomor penting dan banyak rekan bisnisku yang menghubungi ke nomor ini," jelas Arkan. "Kamu tidak perlu melakukan itu, Arkan. Aku tahu kamu hanya merasa tidak enak padaku, tapi yang kamu cintai adalah Bianca, aku sama sekali tidak masalah karena aku hanya pengganti," balas Laura. "Mau pengganti atau apa pun itu, nyatanya yang sekarang menjadi istriku adalah kamu, bukan Bianca. Bisakah kamu memberikan aku kesempatan untuk menjadi suami yang baik? Aku akan berusaha untuk itu." Laura memandangi setiap sisi wajah Arkan, mencari keseriusan di sana, bahkan Laura pun tidak bisa memprediksi apakah perkataan Arkan serius atau tidak, yang jelas dia tidak ingin berharap pada siapa-siapa. "Arkan, aku ... tidak masalah jika kamu masih berhubungan dengan Bianca nantinya, jika kamu memiliki wanita lain pun aku tidak masalah. Aku sudah sangat bersyukur kamu bisa memperlakukan manusia, itu saja sudah cukup," jelas Laura. Arkan bingung terhadap Laura dan merasa tertolak. Tidak pernah akan merasa tertolak seperti ini pada wanita lain, karena semua wanita yang dia temui dan pernah bersamanya tidak mungkin menolak jika saja Arkan ingin serius. Tapi Laura benar-benar berbeda dari mereka semua, dia terlihat tidak menginginkan Arkan sama sekali, padahal akan pikir dia sudah menunjukkan keseriusannya yang lebih dari yang seharusnya. "Tidak, ini pilihanku untuk memilih. Kamu hanya perlu menerimanya saja dan tidak boleh menolak! Kamu harus menuruti semua perkataanku, Laura." Arkan mulai mendekatkan dirinya berusaha mencium Laura, tapi Laura sedikit menjauh karena merasa pembicaraan mereka belum selesai sampai di sini. "Baiklah, jika kamu menolak, mungkin kamu masih sakit." Arkan bangun dari duduknya di sofa, kemudian dia meraih kopernya dan mengemas semua barang bawaannya, setelah selesai, dia juga mengemas semua barang bawaan Laura ke dalam koper. "Mau apa?" tanya Laura bingung. "Tentu saja ingin pindah dari hotel ini, aku sudah berjanji untuk memperlakukanmu seperti manusia dan aku sedang berusaha memperlakukanmu sebagai seorang istri, tidak mungkin aku membiarkan kamu tertidur di ranjang yang pernah ditiduri wanita lain," jelas Arkan. Arkan memakai bajunya, kemudian merangkul tubuh Laura berjalan keluar dari kamar hotelnya, baru saja Laura ingin mengambil koper miliknya, tapi Arkan sudah menepis yang lebih dulu. "Biar aku saja," ucap Arkan. Laura membiarkan Arkan melakukan apa yang dia mau, daripada menyulut emosi Arkan lebih baik dia menurut saja, berjalan di samping Arkan sambil mengikuti arah pria itu pergi. Arkan memesan taxi, entah ke mana Arkan akan membawa Laura pergi, Arkan tidak mengatakannya dan Laura tidak berani bertanya, tapi begitu sampai tempatnya, ternyata Arkan mengajak Laura ke villa yang berada dekat pantai. Pemandangan di sini jauh lebih indah daripada di hotel tadi, udaranya juga lebih hangat dengan aroma laut yang khas memenuhi rongga d**a Laura. "Apa kamu suka di sini?" tanya Arkan. "Ya, di sini lumayan." Vila yang mewah dengan pemandangan menakjubkan dan suara desiran ombak yang menenangkan juga sinar matahari yang mulai menyentuh ufuk timur, pagi-pagi mereka sudah ganti penginapan. "Aku akan pesankan makanan, kamu bisa beristirahat di sini dulu," ucap Arkan. Laura beralih pada ranjang yang tepat berada di samping jendela, terlihat begitu nyaman menerima terpaan angin dari jendela yang terbuka sambil tertidur di ranjang sebelahnya. "Aku boleh tidur?" tanya Laura masih ragu dengan apa yang Arkan katakan. "Boleh, tidur saja sepuasmu. Aku sudah membosankan makanan," balas Arkan. "Ngomong-ngomong kenapa kamu membawaku ke sini?" tanya Laura. Arkan yang dari tadi berkutat dengan ponselnya beralih menatap ke Laura yang sedang terduduk di ranjang dengan wajah pucat. "Karena dokter mengatakan kamu sedang stres dan perlu suasana menenangkan jadi aku berpikir untuk membawamu ke sini, besok jika tubuhmu sudah lumayan baikan, kita akan ke pantai dan bermain sepuasnya di sana," jelas Arkan. Sikap Arkan yang tiba-tiba berubah menjadi lebih baik dan lebih perhatian membuat Laura merasa bingung bagaimana harus menyesuaikan dirinya terhadap sikap pria yang sekarang menjadi suaminya. Laura pikir Arkan tidak terlalu peduli pada kesehatannya karena Arkan bahkan tidak menjemputnya dan malah tidur dengan wanita lain, tapi ternyata dia mendengarkan penjelasan dari dokter dan mengingatnya. "Terima kasih," ujar Laura. Arkan menaruh ponselnya di meja yang berada di samping ranjang, kemudian dia duduk di samping Laura, meraih tubuh wanita itu agar bersandar padanya sambil menikmati angin laut yang begitu menyegarkan. "Arkan." "Dengar, Laura. Aku benar-benar minta maaf atas semua perkataan juga perlakuanku dari awal pernikahan kita sampai sekarang, aku sadar kalau perlakuanku begitu kasar dan kata-kataku begitu tajam melukai hatimu, mungkin kamu memerlukan waktu untuk bisa memaafkanku atau mungkin kamu tidak bisa memaafkanku sama sekali, tapi aku akan berusaha untuk itu. Aku rasa tidak ada salahnya memulai dengan orang yang baru aku kenal, maafkan semua perkataanku, itu aku lakukan dalam keadaan marah dan juga penuh dendam, tapi sekarang aku mengerti dan sudah tidak marah lagi, aku membutuhkan kesempatan darimu untuk memulai semuanya." Arkan menjatuhkan kecupan singkat di puncak kepala Laura dan mulai mendekap tubuh wanita itu, rasanya hati Arkan kembali menghangat setelah membeku akibat ulah Bianca. Debaran-debaran yang dulu sempat tertunda dengan rasa sakit hati karena dikhianati, sekarang kembali lagi merekah dan mulai menanamkan benih-benih yang sudah mekar sedikit. "Aku tahu seharusnya aku tidak melakukan itu karena kamu tidak bersalah apa pun, kamu yang menjadi tumbal dari keegoisan orang tuamu dan juga keegoisan dari keluargaku yang tetap ingin menjalankan pernikahan ini apa pun yang terjadi, tanpa memikirkan bagaimana perasaanmu, hanya karena kami tidak mau menanggung malu. Aku mau lihat tanda pengenalmu, ternyata kamu jauh lebih muda dariku, itu cukup membuat aku tergelitik karena aku melakukan kekerasan dengan orang yang harusnya aku ayomi dan aku lindungi, sejujurnya aku merasa kamu masih terlalu muda untuk pernikahan ini, tapi semuanya sudah terlanjur dan aku akan berusaha, maafkan aku." Laura seakan terjebak dengan permintaan dari Arkan yang ingin melanjutkan pernikahan ini dengan serius, padahal sebelumnya akan mengatakan Laura sebagai wanita p*****r yang menjual dirinya, tapi sekarang perlakuan akan berbanding terbalik dari itu. Tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan Arkan karena Laura memang tergadai untuk menggantikan Bianca, tapi sekarang Arkan menginginkan pernikahan yang serius, dia jadi sempat ragu pada dirinya sendiri. Pada Ervin dan pada Bianca, jika saja Ervin muncul di hadapannya dengan dirinya yang sudah bersuami, apa yang akan Laura katakan? Begitu juga jika Arkan akan dihadapkan dengan Bianca, apakah dia benar-benar sudah bisa melupakan wanita itu atau malah kembali berlutut di hadapannya? "Bukankah sebelumnya kamu mengatakan kalau aku adalah wanita yang tergadai, itu berarti suatu saat pernikahan ini akan hancur dan aku tidak boleh berharap lebih dari pernikahan yang aku jalani bersamamu. Jika suatu saat Bianca muncul di hadapanmu, kamu pasti akan kembali bertekuk lutut padanya," balas Laura. "Aku akui aku memang tidak lupa dan aku mengatakan itu dalam keadaan sadar, tapi itu benar-benar karena aku marah. Pernikahan ini akan aku pertahankan jika pun hancur nanti aku akan tetap menggenggam tanganmu dan setia padamu walaupun Bianca muncul di hadapanku, aku berjanji untuk itu, Laura." Arkan memegang tangan Laura, menggenggamnya seakan menyalurkan keyakinan kalau yang dia katakan adalah sungguh-sungguh dan tidak ada dusta sama sekali, dia memang ingin memulai sesuatu yang baru bersama Laura, mungkin Laura sudah mengambil sebagian besar ruang di hati Arkan. "Tapi, Arkan ... aku merasa tidak pantas untuk itu," ucap Laura sambil mendongak untuk melihat raut wajah Arkan. Tatapannya jadi teduh dan tidak nyalang seperti awal mereka pertama kali bertemu, Laura baru pertama kali melihat sisi Arkan yang seperti sekarang. "Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu? Apa kamu memiliki kekasih sebelumnya?" tanya Arkan. "Aku ... punya orang yang aku cintai," ungkap Laura.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN