"Berapa usiamu?" tanya Sharon yang sedang merias Laura.
"Aku 21 tahun," jawab Laura.
Sharon terkesiap sebentar dan tidak lama dari itu dia langsung mengontrol ekspresinya seperti biasa. Sharon memang kaget karena usia Laura begitu muda dibandingkan dengannya dan juga Arkan.
"Kamu masih sangat muda, harusnya kamu menolak keinginan keluargamu, tapi karena semua sudah terlanjur, nikmati saja hidup bersama Arkan. Aku jamin dia tidak akan membuatmu kesusahan, dia sangat kaya sampai tujuh turunan pun hartanya tidak akan habis," jelas Sharon.
"Itulah yang membuat aku minder, aku merasa kalau Arkan terlalu tinggi untukku, aku merasa tidak sebanding dengannya," ujar Laura.
Sharon tersenyum, ternyata tebakannya tidak salah kalau Laura memang tidak menginginkan harta sahabatnya, justru Laura yang merasa minder padahal dialah yang jadi korban di sini, jika itu wanita lain, mungkin wanita itu akan berkuasa penuh terhadap yang Arkan miliki.
"Kamu punya sesuatu yang bisa dibanggakan, kamu masih muda, cantik, sopan dan manis, mungkin itu yang membuat Arkan jadi luluh dan menyukaimu. Aku pastikan kamu akan melihatnya tergila-gila padamu ... sekarang sudah selesai."
Sharon membiarkan Laura melihat pantulan bayangan dirinya di cermin, terlihat wajah Laura di sana agak lebih dewasa dengan balutan riasan yang natural.
Juga pakaiannya yang lumayan terbuka, Sharon meminjamkan bikini terbaiknya untuk Laura. Dengan bawahan berupa rok mini dan atasan yang ketiak Laura bisa terekspos kapan saja, juga belahan yang mencuat keluar.
"Apa orang-orang akan menyukai ini?" tanya Laura ragu.
"Tentu saja, Arkan juga pasti akan menyukainya, bahkan mungkin sangat. Nanti kita akan berenang bersama, nanti kamu bisa lihat betapa Arkan akan memperhatikanmu terus," ucap Sharon dengan percaya diri.
Laura tersenyum kecil, setidaknya sekarang dia mempunyai Sharon sebagai penolongnya, Sharon mengajarkannya untuk tidak minder dan menunjukan segala sesuatu yang terbaik dari diri Laura.
"Lihat wajahmu, kamu sangat cantik seperti model papan atas," puji Sharon.
"Terima kasih." Laura tersenyum sangat manis begitu mendengar pujian dari Sharon.
"Okay, sekarang ayo kita bersenang-senang!" ajak Sharon penuh antusias.
Sharon dengan semangat menarik Laura keluar kamar dan menuju tempat di mana Arkan, Anton dan Raka berada, tapi mereka tidak ada di sana.
"Ke mana para kadal buaya ini? Mereka meninggalkan kita rupanya, lebih baik kita bersenang-senang berdua saja. Ayo ikut aku mendekat ke laut!" ajak Sharon lagi.
Rasanya seperti punya adik yang begitu penurut, baru kali ini Sharon bisa akrab dengan wanita lain. Laura terasa seperti keluarganya karena Sharon tidak pernah punya seorang adik, walau dia mendambakan kehadiran adik, tapi sekarang keinginannya terwujud.
"Lihat! Laut terlihat lebih cantik dari dekat," ujar Sharon.
Laura merasakan kakinya mulai menyentuh deburan ombak yang terasa menyejukkan. Hatinya benar-benar senang, kesedihannya tentang kesucian yang direnggut Arkan secara paksa menghilang digantikan kebahagian.
Bulan madunya tidak seburuk yang dia bayangkan, setidaknya Laura punya sedikit kesenangan di sini. Sharon menyadari arah pandang mata pria yang rada di sekeliling pantai melirik ke arah mereka, tepatnya ke Laura, wanita muda cantik yang akan menjadi bintang utama sore ini sampai malam.
"Arkan pasti akan meledak karena cemburu karena Laura yang sangat cantik mencuri banyak perhatian," batin Sharon senang.
"Apa kamu mau berfoto? Aku akan fotokan dirimu sebagai kenangan bulan madumu," ucap Sharon.
"Aku ... tidak bisa bergaya, lagipula Arkan tidak di sini, bukankah aku harus berfoto bersamanya untuk kenangan bulan madu?" tolak Laura.
Bukan karena tidak menghargainya, tapi Laura hanya malu bergaya di tempat umum dan di depan kamera, itu akan membuatnya jadi kikuk karena banyak orang di sini.
"Baiklah, bagaimana kalau kita saja yang berfoto berdua?" ajak Sharon.
Laura mengangguk pelan, kemudian Sharon merangkul Laura begitu dekat. Memposisikan ponsel di hadapannya, Laura menampilkan senyum terbaiknya dan Sharon langsung mengambil foto mereka berdua.
"Kamu cantik sekali, kulitmu benar-benar putih bersih," puji Sharon.
Sharon terus memandangi foto mereka berdua. "Berapa nomor ponselmu, biar aku kirimkan foto in," pinta Sharon.
"Nomorku—"
"Hai, apa boleh berkenalan dengan kalian berdua?" tanya seorang pria yang menghampiri mereka.
Dua orang pria dengan tampang lumayan mendekati ke arah mereka berdua, dengan niat ingin berkenalan. Memang dari tadi Sharon terus mendengar bisik-bisik pria yang memuji kecantikan Laura, tapi tidak sangka mereka akan berani mengajak berkenalan di sini juga.
Satu pria mengulurkan jabatan tangan agar jabatan tangannya bisa digapai oleh Laura, tapi bukan Laura yang menggapai jabatan tangan itu melainkan orang lain.
"Aku suaminya." Tiba-tiba Arkan muncul menjabat tangan pria yang ingin mengajak laura berkenalan.
"Maaf, aku pikir dia masih sendiri."
"Sekarang kau sudah tahu, sekarang pergilah," usir Arkan.
Dan benar saja dua pria itu langsung pergi dengan kedatangan Arkan, Anton dan Raka. Arkan langsung merangkul tubuh Laura dan menatap nyalang ke para pria di sekelilingnya yang tengah memandang Laura.
Seakan menunjukan kalau Laura adalah miliknya, kemudian Arkan memandangi bagaimana penampilan Laura sekarang. Tadinya Arkan tidak menyadari, tapi sekarang begitu dia dekat dengan Laura, semuanya jadi terlihat jelas.
Penampilan Laura benar-benar berbeda dari biasanya, yang tadinya sangat polos dan manis, sekarang jadi sangat cantik dan begitu menggoda sampai membuat debaran jantung Arkan berpacu dua kali lipat.
"Apa-apaan penampilanmu ini?! Pantas saja orang-orang tadi menggodamu!" omel Arkan.
Sharon tersenyum licik mendengar Arkan yang protes tentang penampilan Laura, sudah bisa dipastikan kalau pria itu cemburu istrinya menjadi pusat perhatian para pria lain di sekeliling.
"Ada apa?" tanya Laura dengan mata membulat.
"Siapa yang meriasmu?" Tangan Arkan terarah untuk menghapus lipstik yang berpoles di bibir Laura.
"Aku akan membunuhmu jika kamu menghapus riasannya! Aku sudah susah payah meriasnya agar jadi cantik seperti itu! Aku akan menendang burungmu dan kamu tidak punya masa depan jika berani tanganmu menyentuh riasan Laura!" ancam Sharon.
Arkan tidak jadi menghapus lipstik dari bibir Laura, kemudian dia beralih menatap ke arah Sharon dengan tatapan tidak sukanya. Bagi Arkan, baru saja Laura mengenal Sharon, tapi Sharon sudah membawa pengaruh buruk pada istrinya.
"Jadi kamu yang meriasnya? Mendadaninya seperti ini untuk apa?!" tanya Arkan tidak suka.
"Biar saja! Memangnya kenapa?! Impian semua wanita memang menjadi cantik, jika ada seorang pria yang melarang istrinya untuk berdandan menjadi cantik, itu adalah pria yang egois dan toxic! Semakin cantik istrinya maka semakin baik suaminya! Kalau Laura hanya menampilkan wajah polosan saja dan memakai pakaian biasa, itu berarti kamu sebagai suaminya tidak benar!" cecar Sharon.
Arkan diam sejenak, dia tahu persis maksud Sharon seperti apa, tapi yang Sharon katakan sedikit benar, benar kalau Arkan adalah orang yang egois, dia tidak ingin ada pria lain yang melihat kecantikan dan juga kemolekan tubuh istrinya.
"Tapi tidak seperti itu juga, kamu sengaja membuatnya seperti! Laura dan kamu itu berbeda!" marah Arkan.
Kali ini dia tidak akan membiarkan argumennya kalah dengan Sharon seperti biasa, di antara mereka semua Sharon dan Arkan yang paling sering berdebat tentang masalah sepele dan itu selalu dimenangkan oleh Sharon.
"Kita sama-sama wanita, kamu yang pria tidak tahu apa-apa!" marah balik Sharon sambil menuding wajah Arkan.
"Pokoknya tidak boleh! Kalau riasan itu tidak apa-apa, tapi pakaiannya ... aku tidak ingin melihat orang lain yang menggodanya karena dia memakai pakaian seperti itu!" Sekarang giliran Arkan yang menunjuk ke arah Laura, seakan mempermasalahkan bikin yang Laura pakai.
Laura jadi bingung sendiri, karena Arkan dan Sharon terlihat seperti akan meledak-ledak dengan pertengkarannya dan itu karena dirinya.
"Aku sering memakai pakaian yang sama dengan Laura, tapi tidak terjadi sesuatu yang buruk denganku, kamu saja yang selalu berpikir kotor makanya otakmu itu harus dicuci pakai sabun agar semua pikiran kotormu itu hilang!" teriak Sharon.
Akan memijat pelipisnya yang terasa pening, dia harus mencari cara agar bisa mengalahkan argumen Sharon dan tidak membiarkan Laura terus memakai bikini itu.
"Tapi di Laura itu berbeda, bagaimana Laura bisa memakai pakaian itu di sini, di depan banyak orang, dengan bagian itu yang tumpah-ruah."
Arkan memperagakan tangan yang seperti sedang membawa dua bola di hadapan dadanya, menggunakan penjelasan yang hati-hati karena takut Laura merajuk seperti tadi.
Laura yang melihat gerakan Arkan jadi malu sendiri, dia menunduk dan menutupi area dadanya yang memang terlihat mencuat keluar, wajahnya memerah karena perkataan Arkan barusan.
"Tapi ini, kan pantai," kilah Laura.
"Benar sekali, Laura. Ini pantai, kamu tidak bersalah, yang bersalah adalah suamimu yang bodoh ini, jadi lebih baik kita nikmati waktu bersenang-senang kita berdua saja!" ucap Sharon yang langsung menarik Laura dari tempat di mana mereka berdiri.
Tentu saja akan tidak akan membiarkan Sharon dan Laura lolos begitu saja, dia menarik tangan Laura agar berdiri di titiknya semula.
"Laura, aku tidak ingin kamu memakai itu," ucap Arkan dengan suara yang lembut, perbandingan terbalik dengan cara bicaranya pada Sharon yang berteriak.
"Arkan, kamu benar-benar keterlaluan! Biarkan Laura memakai ini, tidak akan terjadi sesuatu yang buruk nanti, sudah aku bilang aku juga sering memakai pakaian seperti Laura, tapi tidak terjadi apa pun padaku!" keluh Sharon.
"Itu kamu, kamu tepos! Tidak ada yang ingin melihat keadaan belakang dan depanmu! Beda dengan Laura, Laura juga tidak punya banyak pengalaman untuk menghindari banyak pria b******n di sini," jelas Arkan sekaligus menghina sahabatnya itu.
"Yang b******n itu kamu, b******k!"
Arkan menarik Laura menjauh dari Sharon, kemudian dia membuka kaos yang dia kenakan dan memakaikannya pada Laura.
"Nah, semuanya beres!"
Sekarang giliran para wanita yang di sekeliling berteriak melihat tubuh kekar Arkan. Sharon memutar bola matanya, malas menatap ke arah Arkan yang dinilai egois.
Walau begitu, Sharon senang karena bisa membuktikan pada Laura kalau Arkan benar-benar menyukainya dan bisa merasa cemburu, biarpun dia harus merelakan dikatakan tepos oleh sahabatnya, Sharon akan membalas itu kapan-kapan.
"Lihat si b******n tengik ini, Laura tidak boleh menunjukan tubuhnya, tapi dia sendiri melakukan itu, dasar egois!" sindir Sharon.
"Biar saja! Kalau aku kuat dan bisa melindungi diri, tapi Laura itu lemah lembut dan tidak sepertimu. Lebih baik kamu makan yang banyak daripada sibuk mendadani Laura agar punyamu besar, tidak seperti papan."
"Aku akan membunuhmu, Arkan!"