Wanita manis yang tersenyum dengan rambut ikal yang pendek membuat kesan imut dan polos. Dia menggunakan gaun mini warna biru tua yang membalut tubuhnya agak ketat.
"Kebiasaan telatmu itu harus dirubah!" tegur Anton.
"Ya, ya. Aku tadi sudah datang ke sini, tapi bintang utama kita belum datang, jadi aku pikir untuk jalan-jalan dulu sebentar," alasan Sharon.
Sharon duduk dan merapikan riasannya di depan mereka semua, itu sudah jadi hal yang biasa bagi mereka jika melihat Sharon berdandan, wanita itu memang sangat modis dan hidupnya lumayan rapi.
"Ternyata kamu jadi juga menikah dengan Bianca," ucap Sharon membuka pembicaraan sambil melihat bayangan wajahnya di cermin.
"Tidak, aku tidak jadi menikah dengan Bianca."
Jawaban dari Arkan membuat Sharon langsung menutup cerminnya dan mengalihkan pandangan ke arah Arkan dengan tatapan tidak percaya.
"Puji Tuhan ... akhirnya kamu bisa lepas dari nenek sihir itu, apa tiba-tiba kamu sakit sampai melepas Bianca? Padahal kamu sangat mencintainya dari dulu dan tergila-gila, seperti akan mati jika Bianca meninggalkanmu," sindir Sharon.
Sebutan nenek sihir dari Sharon membuat mereka semua tertawa, kecuali Laura yang tidak mengerti kenapa mereka semua tertawa dengan panggilan nenek sihir terhadap Bianca.
"Ya, mungkin Tuhan memang ingin menyelamatkanku darinya, sampai Tuhan tidak memperkenankan aku untuk menikah dengannya," jelas Arkan lebih lanjut.
"Padahal dari dulu Bianca sudah berselingkuh darimu, tapi kamu benar-benar tuli sampai tidak mendengarkan perkataan orang-orang dan lebih memilih untuk percaya pada Bianca, sekarang pasti kamu menyesal karena mempercayai Bianca dan sekarang pasti Bianca sedang bersenang-senang dengan selingkuhannya."
Akan tidak hentinya Sharon menyindir Arkan yang begitu bodoh dulu, padahal sudah banyak gosip yang mengatakan kalau Bianca berselingkuh, tapi Arkan seakan menutup mata dan membiarkan hal itu karena dia mencintai Bianca dan takut kalau menanyakan itu Bianca akan pergi darinya.
"Kalau dibilang menyesal, tidak juga. Semuanya sudah terjadi dan aku menjadikan itu pelajaran bagiku untuk ke depannya, aku hanya mencoba bersyukur karena telah dijauhkan darinya," jelas Arkan.
"Sekarang kamu bisa bilang begitu, tapi nanti jika kamu kembali lagi bersamanya, aku akan membunuhmu karena memakan perkataan sendiri! Kamu, kan selalu tergila-gila padanya selama bertahun-tahun!" sindir Sharon untuk kesekian kalinya.
"Kali ini aku pastikan tidak akan kembali lagi padanya, aku sudah memutuskan untuk pergi darinya dan melupakannya, aku akan memulai lembaran baru. Kamu pasti senang mendengarnya, karena kamu sama sekali tidak pernah akur dan terus bertengkar dengannya." Arkan senyum lebarnya ke Sharon yang tengah menatapnya.
Sharon mencebik bibirnya seakan tidak percaya dengan perkataan Arkan barusan, karena sering kali Arkan putus nyambung dengan Bianca dan berakhir Arkan yang memohon-mohon untuk kembali pada Bianca, dan itu terjadi selama bertahun-tahun, wajar saja kalau Sharon tidak percaya pada pria di sampingnya itu.
"Katakan apa yang mau kau katakan, selama mulutmu masih bisa mengatakannya!" gerutu Sharon.
"Kali ini benar, aku tidak akan memakan perkataanku lagi," balas Arkan dengan kekehan kecil.
Memang selama ini Sharon tidak pernah akrab dengan para kekasih Arkan, karena Sharon menilai Arkan sangat bodoh dalam memilih wanita, wanita-wanita yang pernah bersama Arkan hanya menginginkan harta dan nama keluarga yang Arkan punya.
Selebihnya Sharon tidak pernah melihat Arkan mempunyai wanita yang benar-benar mencintainya, bukannya Sharon tidak mencoba akrab, itu karena Sharon sering mendengar para kekasih Arkan menyombongkan dirinya di balik nama Arkan dan sudah bisa dipastikan kalau mereka mendekati Arkan bukan karena cinta.
"Berarti pernikahanmu batal? Kasihan sekali, lalu kenapa kamu ada di sini? Apa kamu sedang memberitahu pada orang-orang kalau kamu tidak sakit hati sampai berbulan madu sendiri, tapi apa nama keluargamu akan baik-baik saja jika pernikahan itu batal? Banyak klien penting di sana," ujar Sharon berniat membuka cerminnya lagi.
"Pernikahan tidak dibatalkan, aku menikah dengan orang lain, bukan dengan Bianca."
Jawaban dari Arkan membuat Sharon tidak jadi membuka cerminnya, alis yang berkerut seakan meminta penjelasan pada Arkan apa yang terjadi selama dia tidak datang ke pernikahan.
"Aku menikah dengan adiknya Bianca, Laura."
Saat itu Sharon baru menyadari kalau ada orang lain di meja itu yang sama sekali tidak dia kenali, Sharon mengalihkan pandangannya ke Laura yang duduk di sebelah Arkan, Laura yang menerima tatapan dari Sharon langsung tersenyum simpul.
Sharon menuju ke arah Laura, kemudian dia menatap ke arah Arkan lagi dan Arkan memvalidasi pertanyaan Sharon di dalam hati kalau yang dia tunjukkan adalah Laura, wanita pengganti Bianca yang dia nikahi.
"Kamu dari tadi bicara terus sampai tidak sadar dengan kehadiran Laura," sindir Anton.
Sharon cengengesan mendapat sindiran dari Anton. "Kamu memang tahu kebiasaanku," balas Sharon.
"Dia dari dulu seperti itu, selalu berdandan setiap saat di mana pun, kapan pun. Sampai rasanya aku tidak pernah melihat wajah aslinya," timpal Raka sambil mempraktekkan gerakan Sharon berdandan dengan tangannya.
Sharon sekali lagi mencebik bibirnya ke arah mereka berdua yang tengah mengejeknya, Sharon memutar bola matanya, malas melihat ke arah mereka.
Kemudian Sharon pindah tempat duduk, dari yang tadinya di samping Arkan, sekarang jadi di samping Laura. Laura agak sedikit kaget karena Sharon langsung mendekat ke arahnya.
"Hai ... aku Sharon, maaf tidak menyadari kehadiranmu dari tadi," ucap Sharon menyodorkan tangannya disertai senyuman.
"Aku Laura," jawab Laura menggapai saudara tangan dari Sharon dan juga membalas senyumannya.
"Astaga, aku tidak percaya kamu adik nenek sihir itu, kamu jauh lebih baik darinya," ungkap Sharon.
Laura hanya tersenyum dan mengangguk, dia tidak tahu harus membalas Sharon bagaimana, dia tidak bisa banyak bicara pada teman-teman Arkan yang baru dia temui, hanya Arkan saja yang bisa dia ajak bicara.
Sharon menatap ke arah Arkan yang tengah menatap ke arah Laura yang sedang menunduk, dari situ Sharon merasa lega karena sahabatnya sudah menemukan wanita yang dia pikir tepat untuk melanjutkan kehidupannya tanpa Bianca.
"Dia menjadi lebih pendiam dan sensitif setelah malam pertama kami," sahut Arkan.
"Hahaha, santai saja Laura, Arkan dan aku memang biasa bicara begitu."
Sharon tertawa terbahak-bahak, berbanding terbalik dengan Laura yang tampaknya menunduk malu dengan apa yang akan katakan barusan, Laura merasa kalau Arkan sedang merendahkan dirinya di hadapan teman-temannya.
"Aku sudah bilang padanya kalau aku menyukainya dan tubuhnya lebih baik dari Bianca, tapi dia tidak percaya."
Sekali lagi perkataan Arkan membuat Laura malu, Laura pikir harusnya memang dia tidak ikut bergabung bersama teman-teman Arkan karena Laura merasa mereka tidak sebanding.
"Aku permisi dulu," pamit Laura.
Laura langsung pergi meninggalkan mereka semua menuju masuk ke arah hotel. Mereka semua terdiam dengan kepergian Laura dan baru menyadari kalau perkataan Arkan barusan salah.
"Sudah aku bilang, kan. Dia jadi sensitif setelah itu," ucap Arkan.
Ucapan dari Arkan disambut pukulan di kepala oleh Sharon, Arkan meringis kesakitan sambil mengusap bekas pukulannya.
"Apa-apaan, sih?!" keluh Arkan.
"Kamu yang apa-apaan?! Bisa-bisanya memperlakukan istrimu di depan orang lain begitu!" omel Sharon.
"Memperlakukan seperti apa?! Aku tidak melakukan apa pun!" kilah Arkan.
"Tadi kamu mengatakan dia sensitif dan setelah itu!" Sharon memperjelas letak kesalahan Arkan.
"Kenapa hanya aku yang salah, padahal kamu juga tertawa tadi," bela Arkan untuk dirinya sendiri.
"Pokoknya itu semua salahmu! Aku akan menyusul Laura ke sana!"
Sharon beranjak dari duduknya menuju ke arah pergi Laura, sedangkan Arkan masih memegangi kepalanya yang masih sakit.
Sampai di depan kamar hotel, Sharon mengetuk pintunya, tidak lama dari itu pintu terbuka menampilkan Laura dengan wajah murungnya.
"Apa boleh aku masuk?" tanya Sharon.
Laura mengangguk pelan membiarkan Sharon masuk ke dalam kamar hotel tempatnya bersama Arkan, kini mereka berdua duduk di sofa saling bersampingan.
"Laura, kamu pasti merasa agak kurang enak hati dengan perkataan Arkan barusan, tapi jangan terlalu diambil hati karena Arkan memang orang yang seperti itu," jelas Sharon.
"Aku ... tidak masalah. Aku hanya merasa minder duduk bersama kalian semua, terlebih Arkan tidak menyukaiku," ucap Laura dengan menunduk.
Sharon melihat Laura yang menunduk dan meremas masing-masing jarinya, jelas tahu kalau Laura tidak memiliki banyak pengalaman dalam merajut hubungan dan pertemanan.
Sharon merangkul Laura memberikan ketenangan untuknya. "Aku tahu Arkan karena kami sudah berteman cukup lama, dia menyukaimu, kok. Cara bicaranya memang tidak sopan, tapi itu ungkapan kalau dia menyukaimu, walau terkadang dia memang sangat bodoh menyusun perkataan," ujar Sharon.
Laura tersenyum, Sharon membuat dirinya merasa lebih baik, karena tidak segan Sharon memakai sahabatnya yang sudah bertahun-tahun itu di hadapan Laura, sebuah bagian yang dari dulu Laura ingin katakan terhadap Arkan, tapi belum kesampaian.
"Tapi yang dia sukai adalah Bianca, kakakku. Bukan aku, aku hanya pengganti Bianca saja dan akan selamanya begitu," ujar Laura.
"Laura, dengarkan aku. Kamu mendengarnya sendiri tadi kalau Arkan mengatakan akan melupakan Bianca. Bianca hanya masa lalunya dan yang menjadi istrinya sekarang adalah dirimu, bukan Bianca. Aku sangat yakin kalau hati Arkan sudah benar-benar terlepas dari Bianca dan bertaut padamu," jelas Sharon.
Memang itu yang Sharon tangkap pada pandangan Arkan ke Laura, pandangan kagum yang teduh, Sharon juga melihat Arkan sesekali tersenyum hanya dengan melihat wajah Laura.
"Aku tidak yakin kalau Arkan menyukaiku," balas Laura ragu.
"Laura, percayalah padaku kalau Arkan memang sudah menyukaimu. Dengan Bianca, Arkan selalu menutupi dirinya sendiri dan selalu serius juga tegang terhadap hubungannya, jika denganmu itu berbeda, Arkan menjadi pribadi yang lebih santai dan dia bisa menjadi dirinya sendiri. Aku sangat yakin kalau Arkan mencintaimu dan kamu mampu membuat Arkan jatuh cinta padamu hanya dalam waktu beberapa hari."
Sharon menggenggam tangan Laura, dia ingin sekali kalau Laura beranggapan sama dengannya. Sharon cukup menyukai Laura karena bagi Sharon, Laura berkali-kali lipat jauh lebih baik dari Bianca dan lebih bisa menghargai sahabatnya, Arkan.
"Entahlah, aku benar-benar ragu dan aku merasa kalau Arkan terlalu tinggi juga tidak sebanding untukku." Laura menggelengkan kepalanya.
"Itu tidak penting untuk kamu pikirkan, yang terpenting sekarang adalah membuatmu yakin kalau Arkan mencintaimu!" tegas Sharon.
Sharon diam sejenak tampak berpikir.
"Ah ... aku tahu apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa yakin dan melihatnya sendiri, kamu pasti akan bisa melihat kalau Arkan sangat cemburuan nanti."