Bab 13. Posesifnya Arkan

1577 Kata
Arkan berjalan menelusuri pantai bersama Laura dengan gandengan tangan yang tidak terlepas dari tadi. Laura bahkan sampai merasa tangannya berkeringat karena Arkan masih enggan melepasnya. Dengan Sharon, Anton dan Raka yang berjalan di belakang mereka berdua sambil saling berbisik mengobrol tentang Arkan dan Laura. Obrolan mereka tampak lebih seru dari biasanya karena melihat satu sahabat mereka sudah laku. "Aku pun kalau jadi Arkan akan memilih setia pada istriku dibanding mengejar cinta Bianca yang berkali-kali menghianatiku," ujar Raka sambil mencebik bibirnya. "Ya, aku pun sepertinya sama. Terlihat istrinya yang sekarang lebih lebih penurut dan masih polos. Laura juga lebih cantik dari Bianca, hanya saja sedikit lebih pendek dibandingkan Bianca, tapi itulah yang membuatnya jadi terlihat manis," timpal Anton. Anton dan Raka beralih menatap Sharon yang berdiri di antara mereka seakan ingin mendengar bagaimana pendapat dari Sharon, tapi sepertinya raut wajah Sharon tidak bersahabat dan masih merenggut. "Aku akan membunuhnya!" gumam Sharon yang masih bisa didengar oleh mereka berdua. Tampaknya wanita itu masih marah karena dikatakan tepos oleh Arkan, padahal dia sudah susah payah mendandani Laura, tapi Arkan malah menghinanya dan tidak mengucap kata terima kasih sama sekali. Anton dan Raka yang mengerti bagaimana perasaan kesal Sharon pada Arkan, bahkan mereka berdua melihat tatapan Sharon yang bengis menatap punggung Arkan dari belakang. "Sudahlah, Sha. Jangan dengarkan perkataan Arkan. Ukuran itu tidak penting, yang penting bentuknya," hibur Raka. Sharon melihat ke arah Raka yang cengengesan, entah kenapa dia jadi sangat kesal dan langsung menjatuhkan tamparan ke mulut Raka yang baru saja mengatakan itu. Anton yang tadinya juga berniat ingin menghibur Sharon jadi tidak melakukannya karena takut mendapat tamparan seperti Raka barusan. "Sakit, Sha!" Raka melotot ke arah Sharon sambil memegangi mulutnya yang sakit. "Biar saja! Kalian para lelaki ternyata sama saja, sama-sama berotak kotor!" gerutu Sharon. "Tapi, Sha—" Anton yang ingin membela Raka tidak jadi karena melihat tatapan tajam Sharon yang mendelik ke arahnya. Biar saja Raka yang mendapatkan itu sendirian daripada dia juga ikut kena amukan sahabat wanitanya. "Maksudku tubuhmu sudah bagus seperti model, jangan dengarkan perkataan Arkan dan Raka. Semua wanita ingin bertubuh ramping sepertimu agar bisa terlihat bagus memakai apa pun," ucap Anton pada akhirnya. Raka melotot ke arah Anton yang sama sekali tidak membelanya justru malah ikut menyudutkannya, Sharon merengut dan dia langsung merangkul lengan Anton, menyandarkan kepalanya ke bahu Anton. "Hanya kamu yang mengerti perasaan wanita, mereka berdua sama sampahnya!" ucap Sharon menatap ke arah Raka dan Arkan bergantian. "Aku lagi yang kena," keluh Raka. Sharon mencebik bibirnya seakan mengejek ke arah Raka, memutar bola matanya, malas menatap ke arah Raka lama-lama, sedangkan Raka hanya memasang ekspresi datar menerima nasibnya yang baru ditampar tadi. "Tapi Arkan adalah pria yang beruntung, padahal dia sudah pernah bercinta dengan banyak wanita yang telah bersamanya, tapi dia mendapat istri perawan," ucap Anton yang masih terus-terusan membicarakan sahabatnya. "Itulah makanya dia ingin setia karena mungkin dia pikir tidak akan menemukan wanita seperti Laura. Sedangkan dengan Bianca ...." Raka memutar bola matanya sekali. "Dia sudah sering ganti pria untuk tidur bersamanya, apalagi saat masih bersama Arkan, wanita itu bahkan tidur dengan kolega yang tidak terlalu dia kenal di kapal pesiar," ungkap Raka. "Aku juga pernah memergoki Bianca yang berciuman di club malam dengan pria asing. Aku sampai merasa aneh kenapa bisa ada wanita yang bisa mau dengan siapa saja tanpa memerlukan rasa cinta," balas Anton. "Mudah saja, itu karena dia wanita yang murahan, apalagi melihat dirinya yang bisa tidur dengan siapa pun dengan mudah tanpa dia perlu mengenal pria itu, dia benar-benar binatang!" timpal Sharon. Anton dan Raka mengangguk-angguk kepalanya dan membenarkan perkataan Sharon barusan, kalau Sharon yang sebagai sesama perempuan saja tidak membela Bianca, itu berarti memang Bianca yang keterlaluan. "Ah sudahlah, lebih baik kita berendam di pantai dari pada terus mengobrolkan nenek sihir itu, yang ada kita akan semakin panas. Kita perlu mendinginkan pikiran dan tubuh." Sharon langsung beranjak ke bibir pantai dan kakinya mulai menyapa deburan ombak. Rasa sejuk dan basah mulai terasa begitu Sharon berjalan semakin ke tengah. Sharon melambaikan tangannya ke Laura di sana, Laura yang melihat Sharon berendam jadi ingin ikut menceburkan diri ke sana, rasanya kaki sudah gatal ingin berlari ke Sharon. "Kamu mau ke sana?" tanya Arkan yang menyadari raut wajah Laura. "Ah, iya ...." "Bisa berenang?" tanya Arkan lagi. Laura menggeleng pelan. "Tidak, aku hanya ingin berendam saja di sana," jawab Laura. "Baik, ayo kita ke sana, aku akan menjagamu," ajak Arkan. Arkan yang masih menggandeng tangan Laura, membawa wanita itu menuju ke arah laut sampai sebatas perutnya. Debaran yang tadinya terasa sekarang begitu jelas, dia juga menyadari kalau Laura mampu menaklukan hatinya hanya dalam waktu beberapa hari. "Hati-hati," ucap Arkan. "Kalau kamu terus memegangi Laura, mana bisa dia bersenang-senang? Memangnya Laura hewan yang harus terus kamu pegangi agar tidak kabur?" gerutu Sharon. "Berisik!" balas Arkan. Arkan tidak akan membiarkan Laura terlalu lama bersama Sharon karena sudah bisa dipastikan Sharon akan mengajari Laura yang tidak-tidak dan menghilangkan kepolosan Laura, begitu pikir Arkan. Laura melangkahkan kakinya terus ke depan, sampai satu langkah menghentikannya karena langsung menenggelamkan tubuhnya, Laura langsung menggapai tubuh Arkan sebagai pegangan dan dirinya sudah basah semua. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Arkan khawatir. Laura mengangguk pelan dan menunduk malu, sedangkan Sharon tertawa yang melihat kejadian itu. Arkan baru menyadari kalau kaosnya yang basah membentuk tubuh Laura dan menjadi transparan. Arkan mengalihkan pandangan ke belakang kemudian menatap nyalang semua pria yang memandangi tubuh istrinya, kemudian pandangan Arkan beralih pada dua sahabatnya. Anton dan Raka langsung membuang pandangan ke sembarang arah, Anton mencari kesibukan menendangi pasir pantai, sedangkan Raka langsung bersiul asal. "Arkan ...," panggil Laura. Arkan menutupi tubuh Laura sambil menggendong dengan tangannya. Sekarang mereka berdua tengah berhadapan dengan d**a Laura yang membusung indah menekan d**a Arkan. "Aku akan membawamu ke tengah," ucap Arkan. Setidaknya cara seperti ini mampu membuat tubuh Laura tidak terlihat sementara waktu di dalam air laut, Arkan membawa Laura sampai air laut menyentuh batas dadanya. "Ini sudah terlalu dalam untukku," ucap Laura yang mulai cemas. "Tidak masalah, ada aku. Aku bisa berenang." Sekarang jarak mereka benar-benar dekat dan hidung mereka hampir bersentuhan. Laura membuang pandangannya ke sisi samping sehingga Arkan bisa melihat dengan jelas bekas tanda kepemilikan yang dia buat paksa waktu malam pertama. "Laura ...," panggil Arkan. "Ya?" Laura terpaksa mengalihkan pandangannya untuk menatap Arkan. Tanpa aba-aba, Arkan langsung menjatuhkan ciuman di pipi Laura yang membuat wanita itu merinding. Situasi sekarang tampaknya terlalu intinya dengan kulit yang saling bersentuhan dan posisi mereka, ditambah dengan pemandangan laut dan matahari di langit sore. Arkan membawa Laura menjauh dari para sahabatnya dan dari kerumunan banyak orang. Arkan melipir ke batu karang besar yang bisa menyembunyikan tubuh mereka berdua. "Kenapa kita ke sin—" Belum sempat Laura menyelesaikan kalimatnya, Arkan sudah menyumpal bibir Laura dengan ciumannya. Tentu saja Laura sangat kaget, tapi Arkan melakukannya dengan begitu lembut seakan menuntun Laura ke dalam permainannya. Rasanya tidak sabar lagi, Arkan memperdalam ciumannya kemudian dia menurunkan Laura dari gendongannya karena mereka sudah di tempat yang lumayan dangkal. Arkan terus memeluk Laura, sampai Laura merasakan ada sesuatu yang menegang di bawah sana, sampai Arkan melepas ciumannya dan melihat Laura yang menghirup rakus oksigen di sekitar. Arkan tersenyum puas kemenangan, dia lebih suka menunjukan dominasinya dan Laura yang Arkan lihat tidak memiliki pengalaman dengan pria, berhasil memberi makan ego-nya. "Siapa pria yang pernah berciuman denganmu selain aku?" tanya Arkan. Laura menunduk malu, bagi Laura pertanyaan Arkan sangat konyol karena dia sudah tahu jawabannya di malam pertama mereka dan akan sangat memalukan jika Laura menjawabnya. "Tidak ada," jawab Laura. Arkan melihat semburat merah di pipi Laura yang menunduk malu, kemudian menggapai tangan Laura dan mengalungkannya di leher. "Aku akan menghukummu jika kamu berbohong," tuntut Arkan. "Aku tidak berbohong." Laura memvalidasi perkataan yang sebelumnya. "Bukankah kamu dulu punya pacar? Masa pacarmu tidak pernah menciummu?" tanya Arkan menyelidik. "Dia hanya menciumku di kening dan kami jarang bertemu karena aku sibuk bekerja," jelas Laura. Arkan mengernyit heran, pasalnya usia Laura baru saja 21 tahun, sudah jelas kalau Laura masih menjalani perkuliahan, tapi istrinya mengatakan kalau dia sibuk bekerja, sedangkan Bianca saja yang sudah jadi model malas-malasan bekerja dan hanya bisa menghamburkan uang. Arkan jadi berpikir buruk pada ayah mertuanya yang dia pikir tidak berlaku adil pada Laura dan Bianca. Yang satu terlihat begitu lepas dan meninggi, sedangkan yang satunya terlihat penurut dan terus merendah. "Kamu bekerja? Bukannya kamu harusnya masih kuliah?" tanya Arkan untuk kesekian kalinya. "Aku kuliah sambil bekerja," jawab Laura. Arkan mengangguk mengerti, baginya jawaban Laura bisa dipercaya karena konsisten, tidak seperti Bianca yang selalu mengubah alasannya setiap waktu di saat Arkan meminta penjelasan. "Aku percaya." Arkan tersenyum teduh dan langsung mengecup kening Laura. Arkan melirik ke bibir Laura dan terkekeh, lipstik yang Laura pakai sudah keluar dari garis bibirnya yang membuat Arkan semakin tertantang untuk melakukan hal yang sama lagi. "Apa kamu merasakannya?" Arkan merujuk pada senjatanya yang sudah menegang juga mengeras. Laura menunduk semakin malu, tapi begitu Laura mendongak, dengan cepat Arkan menjatuhkan ciumannya lagi, tapi kali ini Laura bisa melengos untuk menolak ciuman dari Arkan. "Kenapa?" tanya Arkan. "Ini tempat umum," ujar Laura. "Tapi aku tidak peduli, aku juga bisa meminta jatahku di sini sekarang," goda Arkan. Laura membelalakkan matanya melihat ke Arkan yang tengah menyeringai tipis, tapi bagi Laura, Arkan seperti pria c***l yang siap menerkam dengan pikiran gila di kepalanya. Tanpa ingin ada penolakan, Arkan langsung mencium Laura bersamaan dengan menekan tengkuknya membuat Laura tidak bisa kabur. Wanita yang berstatus sebagai istrinya sekarang hanya bisa berontak kecil dan merasakan bagian atas juga bawah miliknya yang menempel. "Hayo, sedang apa kalian?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN