Bab 14. Mengakhirinya

1544 Kata
Pria itu membekap mulut wanita yang bermulut bocor dan tidak mau diam, bahkan juga menariknya ke belakang menjauhi dua orang yang sedang berdiri berhadapan. "Lanjutkan saja, kita ingin minum-minum dulu," ucap Raka dengan senyuman kecut dipaksakan. Laura menunduk malu karena sudah pasti Sharon melihat adegan mereka sedang berciuman di tempat umum begini. Laura lirik sekilas ke arah Sharon yang sedang berontak dipegangi Anton dan Raka yang menyeretnya menjauh. "Pasti mereka melihatnya," batin Laura. Melihat mereka yang sudah pergi, Laura bergegas keluar dari air. Dia sudah sangat malu karena Arkan yang memaksanya melakukan itu di tempat umum, untung saja hanya teman-teman Arkan yang melihat dan bukannya orang lain. "Mau ke mana?" tahan Arkan. "Aku mau kembali, langit juga sudah menggelap," jawab Laura. "Kita lanjutkan dulu yang tadi, suasananya sedang mendukung, kamu tidak mau melanjutkannya?" tanya Arkan lagi. Laura menggeleng pelan, dia sebenarnya takut ingin menolak Arkan, tapi dia memang sudah sangat malu karena ketahuan oleh teman-teman Arkan. "Tidak, aku malu ... ini tempat umum." Arkan menghela napas lelahnya. Sulit sekali untuk menyesuaikan diri dengan Laura yang baru beberapa hari dia kenal. Jika itu Bianca, Arkan pasti sudah bisa melakukannya di mana pun karena Bianca suka sekali tantangan. Bahkan Bianca sesekali pernah meminta Arkan melakukannya di kantor, tempat untuk bekerja, di kolam renang, di kapal. Ada banyak fantasi gila Bianca yang sudah Arkan turuti dan dirinya juga menikmatinya. Tapi dengan Laura rasanya berbeda, wanita itu cenderung pendiam dan pemalu, bahkan Arkan tidak terlalu peka pada Laura karena semua mantan kekasihnya berinisiatif meminta jika ingin sesuatu, sedangkan Laura membuat Arkan yang berinisiatif menebak. "Baiklah, ayo kita kembali saja. Kamu sudah puas berenang, kan?" Laura mengangguk kecil. Merasakan ada yang merangkul pinggangnya, Laura agak terkesiap kaget, tapi kemudian dia membiasakan dirinya karena itu tangan Arkan yang merangkul. Lagi-lagi Arkan merasa kesal dengan para pria yang melihat ke arah Laura, lebih tepatnya menatap tubuh Laura yang menampakkan lekukan juga transparan karena terkena air laut. Arkan menarik pinggang Laura lebih dekat ke arahnya, kemudian Arkan langsung menggendong Laura dan mencium bibirnya sekali di depan para pria yang melihat Laura seakan mengatakan kalau dialah pemilik Laura. Sedangkan Laura hampir memekik karena perlakuan Arkan yang tiba-tiba, Laura masih tidak mengerti kenapa Arkan melakukan semua itu, tapi dia hanya bisa menerima saja. "Kalungkan tanganmu ke leherku," bisik Arkan. Laura hanya menuruti kemauan Arkan yang meminta hal sederhana, seakan dia ingin semua melihat kalau Laura juga memiliki Arkan dan mereka terlihat begitu romantis, sampai banyak yang berdecih sebal melihat Arkan menggendong Laura memasuki villa. Sampai di dalam villa, Arkan menurunkan Laura. Kemudian dia langsung memeluk Laura lagi dengan begitu erat seolah tidak ada hari esok. "Arkan, sesak ...," lirih Laura. Arkan melepaskan pelukannya, menampilkan cengengesan. "Maaf, aku saat menyukaimu sampai tidak bisa mengontrol diri," ujar Arkan. Laura mengalihkan pandangannya. "Aku ... ingin mandi," ucapnya. Laura ingin menghindari kontak dengan Arkan karena mereka sudah terlalu dekat. Jujur saja kalau Laura masih takut dengan Arkan, bayangan-bayangan betapa kasarnya Arkan pada awal pertemuan, sukses menanamkan rasa takut pada wanita itu. "Mandi bersama?" tawar Arkan. Sedangkan Arkan tidak peka kalau Laura masih takut dengannya, dia hanya merasa akan meledak-ledak dengan perasaan sukanya terhadap Laura. Arkan mulai kecanduan tentang Laura, membuatnya semakin tergila-gila setelah Arkan menemukan banyak perbedaan Laura dengan Bianca. "Tidak, aku malu, aku akan mandi sendiri," tolak Laura takut. "Malu kenapa? Kita suami-istri, Laura." Arkan mengernyit heran. Melihat Laura yang tidak bisa menjawab membuat Arkan merasa kalau dirinya terlalu menekan Laura. "Baiklah, kamu mandi lebih dulu, aku akan mandi setelahmu," ucap Arkan mencoba mengerti. Laura langsung melesat ke kamar mandi, tidak membiarkan Arkan untuk mengubah pikirannya, Laura sangat merasa beruntung akan menuruti kemauannya, Laura pikir Arkan adalah orang yang keras dan egois, tapi ternyata Arkan tidak seburuk yang Laura kira. Laura merasakan dirinya tertimpa gemericik air yang menenangkan juga membuat dirinya merasa nyaman, takdir sudah membawanya sejauh itu, Laura juga tidak menyangka tiba-tiba menikah dengan Arkan,orang yang Laura anggap terlalu tinggi untuknya yang hidup sederhana. Tiba-tiba Ervin masuk mendobrak pikiran Laura yang membuatnya makin bersalah. Dirinya sudah putus dengan Ervin, tapi mereka sama-sama berjanji akan kembali setelah merenungi kesalahan masing-masing. Laura masih mencintai Ervin dan sangat, sampai kenyataan menyakitinya kalau ternyata dia sudah menjadi istri orang lain. Air mata Laura jatuh bercampur dan melebur bersamaan. "Maafkan aku Kak Ervin, dulu kata putus di antara kita memang akan menjadi kebiasaan yang akan membuat kita kembali lagi, tapi sekarang kata putus itu menjadi selamanya dan aku tidak mungkin kembali padamu. Maafkan aku, aku yang sudah terjamah pria lain ini masih mencintaimu ...," lirih Laura. Laura tidak ingin di dalam terlalu lama dan membuat Arkan curiga, dia hanya perlu waktu sebentar untuk dirinya sendiri, bagi Laura itu sudah sangat cukup. Laura menyelesaikan mandinya dan memakai pakaian di dalam kamar mandi yang tadi dia bawa, dia tidak ingin memakai handuk saja di depan Arkan karena tidak ingin dicap menggoda pria itu. Tapi baru saja Laura keluar dengan rambut yang basah dan tidak menggunakan pakaian kurang bahan, Arkan tetap tergoda walau Laura menundukkan pandangannya. "Aku akan mandi dulu, tunggu aku." Arkan segera melesat ke kamar mandi dan terdengar suara pintu tertutup, kata-kata terakhir membuat Laura merasa ambigu karena arka menyuruhnya untuk menunggu. Laura pikir setelah ini Arkan akan menyuruhnya untuk melayaninya, dia jadi menggigit bibirnya sendiri karena takut kejadian malam pertama itu terulang kembali. Laura melirik ke arah ponselnya di atas meja, segera dia meraih ponsel itu dan membuka riwayat pesannya bersama Ervin. Terlihat pria itu masih terus-terusan mengirimi Laura banyak pesan. Jemari Laura bergetar menekan tombol panggilan untuk menghubungi Ervin sebelum Arkan menyelesaikan mandinya, dia harus mengatakan semuanya kalau dia tidak bisa kembali pada Ervin untuk sekarang dan selamanya. Tanpa menunggu lama dari seberang telepon Ervin sudah mengangkat panggilan Laura. Laura yang mendengar suara Ervin untuk pertama kali setelah mereka putus jadi merasa sesak sendiri. Buru-buru Laura berjalan ke pojok ruangan yang paling jauh jaraknya dari kamar mandi, Laura menggigit bibirnya sendiri yang gemetar, dia takut menangis di akhir jika menjelaskan semuanya pada Ervin. "Laura ... apa kabarmu? Kenapa baru menghubungiku sekarang? Aku benar-benar minta maaf dan aku sudah merenungi kesalahanku kalau akulah yang bersalah di sini, maafkan aku, Laura." Kata-kata dari Ervin begitu menusuk hati Laura sampai rasanya dia tidak kuat, bagi Laura dirinyalah yang harusnya meminta maaf dan bukan Ervin, karena dia merasa sudah mengkhianati Ervin dengan menikahi pria lain. "Kak, maafkan aku ... maaf aku baru menghubungi sekarang," ucap Laura menahan tangis. "Baguslah, sekarang kita sudah berbaikan dan bisa menjalani semuanya seperti semula." Lagi-lagi ucapan dari seberang telepon sana membuat Laura merasa sakit hati, Ervin dengan ucapannya seakan menghunus pedang yang begitu tajam ke hati Laura. "Aku tidak bisa, Kak. Maafkan aku," balas Laura. "Apa maksudmu, Laura? Sepertinya aku salah dengar." "Maaf, Kak ... kita tidak bisa seperti dulu, aku tidak bisa kembali. Kakak bisa mencari wanita lain yang lebih baik, maafkan aku, aku benar-benar minta maaf." Laura hampir kehabisan napas karena dadanya makin terasa sesak, dia tidak sanggup membuka semuanya dan mengatakan pada Ervin kalau dia sudah menikah dengan pria lain. "Jangan bercanda, Laura. Kita sering sekali seperti ini dan berakhir kembali. Jangan main-main dengan perkataanmu, kamu tentu saja akan kembali padaku, Laura. Kita akan seperti itu, hubungan kita sudah sangat lama, jangan ambil tindakan yang tidak berpikir panjang." "Kak, aku tidak bisa kembali lagi seperti dulu, hubungan kita mungkin memang ditakdirkan sampai sini saja. Aku benar-benar minta maaf, aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini dengan Kak Ervin," ucap Laura dengan nada bicara gemetar. "Tidak, Laura. Kamu harus tetap bersamaku, katakan alasannya dengan jelas apa yang membuatmu seperti ini? Apa karena kelakuanku yang kemarin dan kamu belum memaafkanku? Jika karena itu, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar memaafkanku." "Tidak, Kak. Bukan itu alasannya, ada alasan lain yang membuat aku tidak bisa kembali, aku tidak bisa mengatakannya, yang jelas sekarang aku tidak bisa menghubungi Kakak lagi, jadi aku pamit." Laura ingin mengakhiri pembicaraan di sini dan setelah ini ingin menghubungi Avin. "Tidak Laura—" Seulur tangan langsung merebut ponselnya dari belakang dan itu ternyata Arkan. Arkan berdiri di sana dengan sorot mata tajam menguliti dan alis berkerut marah. Beruntung Laura dengan cepat menekan tombol merah sebelum teleponnya benar-benar dirampas Arkan. Laura berusaha menggapai ponselnya, tapi Arkan semakin meninggikan gapaian tangannya. "Apa ini, Laura?! Kamu berselingkuh dariku?! Ternyata adik dan kakak sama saja!" bentak Arkan. "Aku tidak berselingkuh!" kilah Laura. Laura berusaha menggapai ponselnya, tapi Arkan menepisnya kasar, membuat Laura hampir tersungkur ke bawah. "Lalu apa ini?! Kamu diam-diam menelpon kekasihmu saat aku tidak ada dan mencari-cari kesempatan untuk bicara dengannya?! Dasar pembohong! Kamu bilang sudah putus, tapi apa ini?! Kalian keluarga Prabaswara sama saja!" Arkan menjambak rambut Laura ke belakang sampai wajah wanita itu mendongak ke arahnya. "Aku kira kamu polos, ternyata kamu benar-benar licik!" ucap Arkan. "Tidak seperti itu, kamu tidak tahu apa-apa!" kilah Laura lagi. "Oh, tentu saja. Tentu saja aku tidak tahu apa-apa karena kamu melakukan itu di belakangku! Siapa nama kekasihmu itu?!" Laura diam tidak bisa menjawab pertanyaan dari Arkan, dia hanya ingin mengakhiri hubungannya dengan benar dan menjalani hidupnya bersama Arkan, tapi ternyata rencananya tidak semudah itu. "Lihat, kamu tidak bisa menjawab, kan?!" ledek Arkan. "Dia hanya tidak ada hubungannya dengan kita, hubunganku dan dia benar-benar sudah kandas," jawab Laura. "Lalu kenapa kamu masih menghubunginya?!" Bentakan dari Arkan membuat Laura kaget dan langsung menunduk. "Aku hanya ingin mengakhiri hubunganku dengan benar ...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN