Bab 6. Aku Tidak Mau Jadi Ibu

1553 Kata
"Hentikan tangisanmu, cengeng sekali!" Perkataan dari Arkan berikutnya membuat Laura semakin menangis, entah kenapa perkataan Arkan begitu menembus hatinya sampai rasa sakit tidak berdarah ditancap perkataan. "Astaga, aku cuma bercanda saja, tapi reaksimu berlebihan begitu." Laura menghapus air matanya, bukan karena dia merasa tidak dihargai, tapi dia memang tidak berharap dihargai karena Laura sudah digadai ayahnya. Laura hanya memikirkan jika memang suatu saat nanti anak yang dia lahirkan tidak mendapat kasih sayang yang lengkap seperti dirinya yang tidak inginkan ayah kandungnya dan berakhir dirawat ayah tiri. "Aku ... tidak ingin melahirkan anakku di dalam situasi seperti ini, aku juga tidak siap punya anak, aku tidak mau jadi ibu yang buruk," ungkap Laura. Arkan kesal mendengar ungkapan dari Laura, tapi dia berusaha menahan kekesalannya, karena Laura yang terlihat jijik dengannya padahal sudah sepantasnya Laura melayani dirinya pikir Arkan. "Jika kamu memang setidak ingin itu punya anak, aku bisa membuangnya di luar, kamu pikir aku anak kecil tidak mengerti yang tidak bisa melakukan itu?" balas Arkan. "Kapan kamu pernah melakukannya di luar? Di hotel, di mobil, di dalam kamar mandi, ku selalu melakukannya di dalam," keluh Laura. Arkan baru menyadari itu. Laura tidak seperti wanita lain yang pernah bersama Arkan, dengan Laura, Arkan tidak mampu menahan godaan tubuh istrinya yang seakan sudah menjadi candu sebagai penenang. "Baiklah, aku akan berbaik hati memakai pengaman. Kau tahu, Laura? Sejujurnya aku tidak suka menggunakan pengaman seperti itu, hanya demi kenyamanan kita bersama, aku akan melakukannya," kata Arkan sambil memijat pelipisnya. "Apa perkataanmu bisa dipegang?" tanya Laura. Arkan mengernyit heran, sekali lagi dia membandingkan semua wanita yang pernah bersamanya dengan Laura, jika dia hanya mengatakan akan menuruti permintaan saja sudah membuat wanita lain tersenyum sumringah ke arahnya. Tapi dengan Laura berbeda, dia malah tampak takut Arkan akan mengingkari perkataannya, tidak pernah dia bertemu dengan wanita seperti Laura yang menagih komitmen diantara mereka. "Kenapa aku harus berjanji? Aku sudah berbaik hati menurutimu, jika aku sudah mengatakan itu maka aku akan melakukannya!" tegas Arkan. Laura diam, bukan dia percaya pada Arkan, hanya saja dia sadar diri karena dia bukan siapa-siapa bagi Arkan, Laura berpikir kalau Arkan hanya menganggapnya sebagai pelampiasan terhadap dendamnya pada Bianca. "Aku mengerti, aku tahu kalau aku hanya pelampiasan bagimu, selama kamu bisa memperlakukan aku sebagai manusia aku akan sangat berterima kasih," balas Laura. Lagi-lagi Arkan kesal dengan ucapan Laura seakan dirinya sangat jahat, padahal bagi Arkan sendiri dia belum memulai balas dendamnya dan mengurungkan niatnya mengingat usia mereka yang terpaut cukup jauh. "Kamu bicara begitu seakan aku adalah orang yang jahat?! Padahal yang jahat adalah keluarga kalian, apalagi kakakmu itu yang tukang selingkuh!" teriak Arkan tidak suka dengan perkataan Laura. Laura hanya menunduk tidak membalas perkataan Arkan. Arkan yang tidak mendapat respon malah jadi jengkel. Pertama dia sudah membujuk Laura, kedua dia sudah menuruti keinginan Laura, tapi respon Laura tidak sesuai dengan keinginan Arkan. "Nanti ... begitu sampai rumah, aku tidak akan menyediakan pembantu, biar kamu melakukan apa yang kamu katakan barusan, aku ingin lihat seberapa tahan kamu mengurus rumah," ucap Arkan tersenyum licik. "Iya, tidak masalah." Arkan pikir dia akan keberatan, tapi Laura tetaplah Laura, dia hanya pengganti Bianca, bukan Bianca yang asli. Yang selalu menuntut kesempurnaan juga kemewahan dari Arkan. Bahkan setiap kali Bianca meminta hal yang sangat mahal, dengan bodohnya Arkan langsung menuruti semua kemauan Bianca hanya karena mencintai wanita itu. "Aku akan keluar dan kamu bisa menghubungiku jika kamu sudah mau pulang, aku tidak akan ke sini lagi, aku akan ke sini ketika akan menjemputmu saja," kata Arkan seraya bangun dari duduknya lalu pergi meninggalkan Laura di ruangan itu sendirian. Laura melirik ke arah meja di sana, ternyata Arkan juga membawakan ponselnya ke rumah sakit. Laura bersyukur karena Arkan tidak seburuk yang dia pikirkan, pria itu masih mau menuruti dan menghargainya sedikit. Laura mengambil ponselnya kemudian dia menyalahkan sambungan internet, notifikasi pesan langsung berdatangan, Laura bisa melihat kalau ada banyak puluhan pesan yang dikirim untuknya. Dari Avin dan dari Ervin. Pertama-tama Laura membuka pesan dari Avin, pria yang selama ini dia kenal sebagai seorang ayah menanyai kabarnya dan apa yang Johan lakukan. Jari Laura mengetik untuk mengatakan pada ayahnya kalau dia baik-baik saja, Laura tidak sanggup menceritakan kalau ternyata dia sudah menikah dengan pria lain, mungkin hanya segitu saja yang bisa Laura beritahu. Kemudian dia membuka pesan dari Ervin, ada banyak puluhan pesan yang Ervin berikan pada Laura, mulai dari menanyai kabarnya sampai meminta maaf dan juga menyesal telah mengatakan itu pada Laura. Sudah seringkali Laura menerima permintaan maaf dari Ervin yang berulang pada kejadian putus sementara dan kembali lagi bersama, tapi sekarang sepertinya sudah tidak bisa mereka untuk bersama lagi. Laura harus mengubur harapannya bersama Ervin, seperti janji pria itu yang dulu akan menikahinya di masa depan nanti, tapi sekarang Laura sudah menikah dan suaminya bukan Ervin melainkan orang lain. "Apa yang harus aku balas? Aku tidak tahu harus membalas apa pada Ervin," gumam Laura. *** Arkan menenggak alkoholnya sekali lagi untuk menenangkan pikirannya, dia benar-benar merasa sangat bimbang pada perasaannya sendiri. Di sisi lain dia sangat merasa bersalah kepada apa yang dia lakukan terhadap Laura, tapi di sisi lain egonya tidak bisa menerima perlakuan keluarga Prabaswara terhadap dirinya. Dia sudah memberikan uang yang sangat banyak hanya untuk pernikahan dengan Bianca, tapi Bianca pergi dengan pria lain yang mungkin dicintainya, lalu keluarganya berusaha keras agar uang yang dia berikan tidak kembali pada Arkan. Dengan menukar Laura sebagai penggantinya, seorang gadis yang umurnya lumayan jauh dari Arkan, bahkan jika dilihat dari sisi wanita, Laura lebih unggul karena dia menawarkan kesuciannya pada Arkan dan Arkan adalah orang yang pertama kali menyentuhnya. Sedangkan dengan Bianca, wanita itu sudah pernah tidur dengan laki-laki lain, tapi akan tidak pernah mempermasalahkan itu karena dia begitu mencintai Bianca, sampai akhirnya dia ragu pada perasaannya yang diremehkan oleh Bianca. Apakah dia masih mencintainya setelah semua yang wanita itu lakukan terhadap Arkan? Rasanya bimbang dan hatinya belum lega mendapatkan Laura. "Arkan ...?" Para feminim yang mendayu-dayu menyapa gendang telinga Arkan, Arkan menoleh ke belakang tepat di mana suara itu terdengar. Seorang wanita seksi dengan pakaian yang lumayan terbuka, mantannya. "Kamu di sini? Bukannya kamu sedang bulan madu dengan istrimu? Aku dengar pernikahanmu dengan Bianca baru kemarin," ujar Dania basa-basi. Arkan belum membalas pertanyaan dari Dania sampai wanita itu melangkah hingga mencapai sampingnya. "Apa aku boleh bergabung?" tanya Dania lagi. Arkan mengangguk disertai senyuman kecil, memberikan izin pada Dania untuk bergabung. "Di mana Bianca? Apa kalian sedang menghabiskan malam di sini?" tanya Dania untuk kesekian kalinya. "Tidak, Bianca tidak di sini. Aku tidak menikah dengan Bianca kemarin," jawab Arkan. Dania mengernyitkan alisnya merasa heran, padahal semua orang tahu kalau Arkan itu tergila-gila pada Bianca. "Lalu dengan siapa kamu menikah? Bukannya kemarin pernikahanmu tetap berlanjut." Dania bertanya-tanya sambil menerka-nerka apa yang terjadi. "Aku menikah dengan adiknya, Laura." Arkan kembali menenggak alkoholnya dan memijat pelipisnya yang mulai pening. "Aku tidak pernah tahu kalau Bianca memiliki seorang adik," ujar Dania. "Aku juga tidak pernah tahu, tapi begitu hari pernikahan berlangsung aku tahu kalau dia mempunyai adik," balas Arkan. "Seperti apa tampangnya sampai kamu yang sedang bulan madu malah menghabiskan malam di sini? Pasti dia membosankan dan tidak bisa mengimbangimu." Dania meraih tangan Arkan untuk digenggamnya. Arkan membiarkan Dania untuk digenggamnya, bagi Arkan ini adalah sentuhan biasa dan tidak mempengaruhi dirinya sama sekali. "Dia sama cantiknya dengan Bianca, tapi dia cenderung lebih pendiam dan penurut, dia agak murung juga," jelas Arkan. Tangan Dania mulai menjelajahi tubuh Arkan, dari mulai mengusap d**a bidangnya dengan lembut, ucapannya turun ke bawah perut kemudian ke paha. Jemari lentiknya terus bermain berulang kali sampai membuat Arkan sedikit tergoda. "Hentikan, Dania. Bukankah kamu akan bertunangan minggu depan? Jangan melakukan apa pun yang akan kamu sesali," nasehat Arkan. "Ayolah ... aku tahu kamu pasti bosan, kita sudah pernah melakukan ini dulu dan pertunanganku hanya keperluan bisnis, aku menikah juga karena keperluan bisnis, tidak lebih dari itu." Dania menarik dagu Arkan untuk menciumnya dan Arkan pun yang sudah tergoda membalas ciuman Dania. Mereka sudah saling melumat satu sama lain. Sampai tidak sadar Arkan membawa Dania ke kamar hotel yang dia tempati bersama Laura. Akan terus menciumi Dania, menggigit bibirnya, kemudian ciuman turun ke leher membuat desahan dan tanda kepemilikan di sana. Daniel meraba-raba tubuh Arkan, meraih kancing kemejanya dan membukanya perlahan satu persatu dari atas sampai semuanya terbuka. Itu ngomong udah kan Dania untuk mengelus perut kekar Arkan yang dia rindukan. Dania membantu Arkan melepas kemejanya tanpa menunda ciuman mereka, pakaian sudah terlempar ke mana-mana, Dania pun sekarang hanya tampak mengenakan pakaian dalam saja. Yang membuat Arkan terpengaruh bukan karena godaan dari Dania, melainkan wajah Dania berubah menjadi wajah Laura sampai dia ikut terjerumus masuk ke dalam nikmat terlarang bersama Dania. "Arkan, aku ingin lebih ...," desah Dania. Tiba-tiba Arkan tersadar dan wajah Dania berubah jadi seperri semula. Arkan langsung menjauhkan ciumannya dan juga tubuhnya beringsut bangun dari yang awalnya menindih Dania. "Lupakan semua ini, Dania. Aku berada dalam pengaruh alkohol tadi," ujar Arkan. Dania tidak menerima dihentikan pada saat masa tanggung, dia jadi jengkel dengan Arkan. "Lanjutkan saja, aku tidak masalah, Arkan. Aku tahu kamu butuh kepuasan sekarang karena istrimu tidak bisa memuaskan," rayu Dania lagi. "Aku tidak bisa melakukan itu denganmu," balas Arkan. Dania mengernyit tidak mengerti apa maksud dari perkataan Arkan, kemudian pikiran tertuju pada sesuatu. "Apa sekarang kamu kehilangan keperkasaanmu?" tanya Dania sambil menutup mulutnya sendiri. "Aku rasa itulah alasan kenapa Bianca lebih memilih selingkuhannya dari pada aku," jawab Arkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN