I Wanna Grow Old With You ( Westlife)

1557 Kata
Ariana POV Pertanyaan Kimtan terus terngiang di kepalaku, seakan menggema tanpa henti. "Maukah kamu membuka hatimu untukku?" Tatapan penuh harap di matanya membuatku terpaku, sulit percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Belum genap dua puluh empat jam sejak kami bertemu kembali setelah puluhan tahun, bahkan kami belum tiba di tempat reuni. Tapi dia sudah berbicara tentang pernikahan? Apakah dia benar-benar serius? Hatiku berdebar, campuran antara bahagia dan ragu. Aku menatapnya, mencoba mencari jawaban di wajahnya. Kimtan memang lelaki yang menawan, kaya raya , penuh pesona, dan di usianya yang hampir lima puluh, tetap mampu membuatku terpukau seperti saat kami SMA . Tapi benarkah dia belum pernah menikah? Bagaimana mungkin lelaki seperti dia, dengan semua kelebihan yang dimilikinya, belum pernah membangun rumah tangga? Aku bahkan nyaris tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya selama ini. Namun di sisi lain, ada kebahagiaan kecil yang tak bisa kusembunyikan. Rasanya seperti mimpi mendengar dia mengaku dulu juga menyukaiku. Kimtan adalah lelaki pertama yang berhasil membuat hatiku berdebar saat SMA. He was my first crush . Gayanya yang cuek, sedikit bad boy, begitu memikatku sejak awal kami sekelas. Tapi, dia tidak pernah menunjukkan tanda-tanda bahwa dia punya rasa yang sama. Malah, setiap kali tatapan kami bertemu, dia selalu berpaling, seolah menghindar. Baru sekarang aku tahu alasannya, itu karena dia tidak percaya diri dengan perbedaan status kami. Kalau saja dia dulu mengungkapkan perasaannya, aku tidak akan ragu untuk menerimanya. Aku tidak pernah peduli soal perbedaan itu. Buktinya, aku menikah dengan Toni, seorang pekerja biasa di hotel papaku. Namun, pilihan itu ternyata salah besar. Puluhan tahun aku menjalani pernikahan yang dingin, tanpa kehangatan, tanpa percakapan yang tulus, tanpa sentuhan yang berarti. Hubungan kami seperti musim dingin yang abadi. beku, sepi, tanpa harapan. Setiap malam aku tidur sendirian, bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir, tapi aku bertahan demi nama baik, demi ilusi keharmonisan yang sesungguhnya tak pernah ada. Sekarang, ketika akhirnya aku bebas dari belenggu itu, Kimtan muncul, membawa tawaran yang sulit kupercaya. Dia adalah lelaki pertama yang membuatku merasakan debaran cinta saat SMA, seseorang yang diam-diam kucintai tapi kupikir tak mungkin kumiliki. Kini, dia di sini, bukan hanya mengungkapkan bahwa dulu dia juga menyukaiku, tapi juga menawarkan sesuatu yang lebih besar, kesempatan untuk memulai kembali, bersamanya. Tapi benarkah ini nyata? Atau hanya bayangan harapan yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan? Hati kecilku bersorak mendengar pengakuannya. Ada kebahagiaan yang selama ini tertahan, ingin meluap saat dia menatapku dengan ketulusan itu. Namun, aku tak bisa mengabaikan keraguan yang menggantung di benakku. Apakah aku pantas menerima cintanya, setelah sekian lama berlalu? Apakah ini benar-benar cinta, atau hanya pelarian dari rasa kesepianku yang terlalu lama kubiarkan membekukan jiwaku? Dan bagaimana orang lain akan memandangku? Apakah aku akan dianggap sebagai wanita yang tak tahu malu, yang terlalu cepat berpaling dari kegagalan pernikahannya untuk mengejar cinta masa lalu? Kebimbangan ini menghimpitku, mengguncang keyakinanku. Aku ingin percaya pada kebahagiaan yang Kimtan tawarkan, tapi langkah ini terasa seperti melintasi jembatan rapuh di atas jurang yang dalam. Bisakah aku melakukannya? Mungkin, sebelum aku melangkah terlalu jauh, aku harus mencari kepastian. Aku harus bertanya langsung padanya, apakah dia benar-benar belum pernah menikah? Dan bagaimana kehidupannya selama tiga puluh tahun ini? Aku perlu tahu segalanya, sebelum mengambil keputusan yang bisa mengubah hidupku. Aku menarik napas dalam, mencoba menenangkan debaran di d**a. Ya, itu langkah pertama yang harus kuambil. Aku harus tahu segalanya tentang Kimtan, tentang hidupnya, tentang hatinya. Dengan pikiran yang penuh pergolakan, aku meyakinkan diriku bahwa ini adalah jalan terbaik. Hatiku yang separuh bahagia, separuh galau, berusaha berdamai. Satu hal yang pasti, aku tidak ingin salah langkah lagi. "Ri, maukah kamu?" Suara Kimtan menghentikan percakapan panjang di dalam hatiku. Seperti biasa, nada suaranya terdengar tenang, sedikit cuek, tapi kali ini ada kesungguhan yang tidak bisa diabaikan. Dengan jujur aku menjawabnya " Aku binggung, Kim. Aku tidak tahu apa-apa tentang dirimu, selama kita terpisah. Bagaimana mungkin , kamu menawarkan pernikahan pada seseorang yang baru ketemu kembali setelah terpisah lebih dari berpuluh tahun. Apakah kamu yakin, aku tidak akan menjadikan mu pelarian, bila menerima tawaranmu?" Kimtan menatapku dengan lembut, tapi matanya penuh keyakinan." Kita memang baru bertemu lagi selama tiga puluh tahun lebih tidak pernah bertemu, tapi saat aku melihatmu tadi pagi, keluar dari lobby Hotel Aston, berjalan tenang menuju bis ini, hatiku kembali berdebar seperti dulu. Perasaan itu kembali muncul, tapi aku meredamnya kuat-kuat karena tahu kamu sudah menikah, tapi ketika mendengar kamu sudah bercerai, hatiku berteriak senang. makanya tadi aku bertanya untuk memastikan tentang hubunganmu dengan suamimu, kalau memang kalian sudah resmi bercerai, saat ini aku ingin sekali menjadikanmu istriku, aku tidak ingin lagi menunda dengan menawarimu menjadi kekasihku, karena usia kita sudah tua untuk sekedar pacaran. aku ingin kita segera menikah, bila kamu mau , aku siap menikah dengan mu besok... Bersediakah kamu?' Aku tertawa " Kamu gila... apa kata orang, kalau aku menikah dengan mu besok di tengah-tengah acara reuni. Ini akan jadi skandal terbesar sepanjang pereunian. Aku juga baru resmi bercerai belum satu minggu , sudah menikah lagi dengan teman SMA ku di acara reuni, orang-orang pasti akan mengatakan aku kegatelan dan aku juga tidak tahu apa-apa tentang dirimu. Kim Benarkah kamu belum pernah menikah selama ini?" " Peduli amat, dengan apa yang dikatakan orang-orang. Aku sih tidak peduli, asalkan kamu sudah resmi bercerai, aku siap menikah denganmu secepatnya. Kita hidup bukan untuk mendengarkan pendapat orang lain. Aku tidak minta makan dari mereka. dan asal kamu tahu, biasanya orang-orang tidak akan berani berpendapat, kalau kita orang kaya. Apapun yang dikatakan orang yang banyak uang nya , itu selalu benar dan mereka akan maklum. Kalau aku bilang pada pegawaiku, langit itu warnanya pink, mereka juga akan manggut-manggut setuju. Itu yang aku yakini, sejak mencapai taraf hidup seperti sekarang, jadi aku tidak lagi peduli dengan pendapat orang dan aku yakin seluruh orang tidak berani mengatai kamu kegatelan atau tidak tahu diri karena menikah denganku. Yang terpenting untukku adalah kebahagiaan dalam menjalani hidup ini. " katanya dengan teorinya yang membuatku geleng-geleng kepala. Lalu Kimtan melanjutkan " Pertanyaan lanjutannya, apakah aku pernah menikah, jawabanku. Aku sama sekali belum pernah menikah, karena merasa tidak ada yang cocok , hatiku selalu membandingkan setiap wanita yang pernah dekat denganku dengan dirimu. Mereka tidak bisa membuat hatiku berdebar. Jadi daripada aku hidup dengan wanita yang tidak aku cintai, lebih baik aku tidak menikah dan hidup seperti sekarang, mengumpulkan uang dan bersenang-senang tanpa komitmen dan tanggung jawab." Dia tersenyum melihatku yang pasti mataku membelalak kaget dengan prinsipnya " Kamu pasti ingin bertanya, bagaimana kebutuhan biologisku sebagai lelaki dewasa?" Aku mengangguk " Sambil tersenyum dia berkata " Itulah enaknya memiliki uang, kamu bisa meniduri siapa saja, bahkan istri orang, juga bersedia tidur denganmu tanpa ragu. Tapi aku nggak pernah mau melakukannya dengan istri orang, karena prinsipku tidak mau mengganggu hubugan rumah tangga orang, jadi aku lebih memilih melakukannya dengan profesional, wanita penghibur yang kubayar tanpa perlu komitmen apa-apa." Dia mengedipkan matanya. Mataku membelalak mendengar pengakuannya yang terang-terangan. "Serius? Kehidupan di Medan seliar itu?" Dia mengangguk ringan. "Sudah rahasia umum. Banyak istri orang yang pura-pura karaoke siang-siang, terus check-in di hotel, atau bahkan melakukannya di kamar mandi VIP karaoke. Teman-temanku banyak yang begitu, tapi aku nggak pernah ikut-ikutan." "Kamu benar-benar tidak pernah melakukannya dengan istri orang?" tanyaku memastikan. "Serius. Tidak sekalipun. Itu risikonya terlalu besar. Kalau mereka bercerai, bisa-bisa mereka berharap aku menikahi mereka. Aku tidak mau itu," katanya santai, seolah sedang membicarakan cuaca . Lalu dia berbisik " Ada lagi yang mau kamu tanyakan?" Aku cepat-cepat mengangguk " Bagaimana kamu bisa begitu kaya, kamu bukan melakukan pekerjaan ilegal kan?" " Kamu takut terseret , kalau bisnisku illegal?" Tanyanya. " Ya iya dong, jangan kita baru nikah, eh aku dipenjara karena bisnis ilegalmu." kataku tanpa ragu, aku senang bisa melakukan percakapan seperti ini dengannya, percakapan terbuka tanpa perlu saling menjaga perasaan. "Berarti kamu mau menikah denganku?" Katanya menggoda dan aku tersipu . "Bisnisku nggak ilegal, Ri. Aku mulai bekerja jadi tukang antar barang di sebuah toko kain di jalan Perniagaan,waktu SMA. Itu kulakukan sambil aku kuliah di sore hari. Lalu aku melihat, banyak toko-toko di jalan Perniagaan itu yang kesulitan saat harus mengantar pesanan kain-kain dalam jumlah banyak ke luar kota. Jadi aku minta kredit bank, membeli mobil pick up, mengantar barang milik toko kain di jalan Perniagaan itu, ke luar kota Medan seperti ke Aceh , Pekan Baru, Padang bahkan Dumai. Dari satu mobil pick up, ke satu mobil, dari nyupirin sendiri, sampai memiliki pegawai dari pick up sampai sekarang ada truck, dari yang hanya pulau Sumatera, sekarang sudah merambah pengangkutan ke Pulau Jawa. Jadi aku bisnis legal, Ariana. Kamu jangan khawatir. Aku juga tidak punya tanggungan apa-apa. Adikku, Kimsry sudah menikah, punya anak dan kehidupan keluarganya juga baik. Ayah dan Ibuku sudah meninggal , jadi kalau kita menikah, hanya ada kita berdua, bahagia bersama menikmati sisa hidup kita. Mari kita menua bersama, Ari, bersediahkah kamu?" Mendengar kata-kata Kimtan tentang keinginannya untuk menua bersamaku, hatiku terasa hangat, seperti diselimuti kasih yang tulus. Mataku mulai berkaca-kaca, tak mampu menahan rasa haru yang menyelimuti. Dan seolah semesta memahami momen ini, lagu I Wanna Grow Old With You mengalun lembut dari tape bus kami, membuat suasana semakin syahdu. Liriknya menyusup ke dalam hatiku, menguatkan perasaanku yang perlahan luluh: I wanna grow old with you... I wanna die lying in your arms... I wanna grow old with you... Seakan lagu itu menjadi suara hatiku yang selama ini terpendam, menyerahkan segalanya pada waktu, dan mungkin... pada Kimtan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN