Kimtan yang duduk di samping Ariana selama perjalanan dari Siantar menuju Danau Toba, merasakan hatinya kembali dipenuhi oleh debaran lama yang tak pernah benar-benar hilang. Dengan penuh keyakinan, ia mulai melancarkan aksinya, bukan sekadar basa-basi, melainkan upaya tulus untuk merebut hati wanita yang sejak dulu telah memikatnya. Dulu, di masa SMA, ia hanya bisa memendam rasa. Ariana, dengan segala kesempurnaannya, terasa seperti bintang di langit, terlalu tinggi untuk digapai oleh seorang Kimtan, anak buruh pabrik yang kerap dicap sebagai berandalan. Sedangkan Ariana? Ia adalah gambaran sempurna seorang putri bangsawan, anggun, sopan, dan selalu menjadi pusat perhatian.
Namun, waktu telah membuktikan bahwa perjuangan tak kenal lelah dapat mengubah segalanya. Kimtan yang dulu hidup dalam keterbatasan kini telah menjadi seorang pengusaha sukses, dengan kekayaan yang cukup untuk melampaui batas-batas perbedaan yang dulu menghalanginya. Dan Ariana, wanita yang tak pernah benar-benar lepas dari pikiran Kimtan, kini duduk di sampingnya. Kehidupannya yang dulu tampak sempurna kini telah berubah, ia seorang ibu yang bercerai ,namun tetap memancarkan pesona yang sama di mata Kimtan
Melihat Ariana dari dekat, Kimtan menyadari bahwa rasa yang ia pendam sejak remaja itu tak pernah pudar. Ia masih sama tergila-gila pada senyuman lembut Ariana, pada suara tenangnya, pada kehadirannya yang begitu menenangkan namun memikat. Ini adalah kesempatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, kesempatan untuk menggenggam cinta yang dulu hanya berani ia impikan dalam diam. Kimtan bertekad, kali ini ia tidak akan membiarkan perbedaan atau rasa minder menghentikannya. Cinta masa mudanya, yang dulu terasa mustahil, kini ada di depan matanya dan ia tak akan menyia-nyiakannya.
"Ri... Bolehkah aku tahu kenapa kamu dan suamimu bercerai?” Suaranya rendah, nyaris berbisik, tetapi ada keteguhan dalam nadanya. Ia ingin tahu segalanya, ingin memahami apa yang telah dilalui wanita yang ia cintai.
Ariana menghela napas panjang, pandangannya menerawang jauh ke depan "Aku dan Clara memergoki suamiku berselingkuh di apartemen Clara," jawabnya, suaranya datar, meskipun jelas ada luka di sana. “Aku tidak perlu cerita detailnya, Kim. Yang jelas, hari itu juga aku menyuruh pengacaraku memproses perceraian kami.”
Mendengar itu, Kimtan merasa emosinya bergejolak. Ia berusaha menahan amarah yang mulai membara dalam dadanya, tetapi ada kelegaan juga. "Kamu kenal suamimu di mana, Ri?" tanyanya hati-hati.
“Dia manajer di hotel papaku di Jakarta,” Ariana menjelaskan dengan tenang. “Setelah tamat SMA, aku membantu papa menjalankan hotel sambil kuliah di Sahid. Suamiku, Toni, sudah bekerja di sana waktu itu. Kami terpaut usia lima tahun, dan kami saling jatuh cinta. Jadi, kami menikah.”
" Hebat! Suamimu cukup berani ya, memacari anak pemilik hotel ."
" Iya, dia cukup percaya diri. Nggak seperti kamu yang tidak berani mendekatiku saat SMA." Ariana menggoda Kimtan
" Hahaha.... Aku dulu nggak pede mendekatimu karena keluargaku miskin , mana mungkin bisa bersanding dengan kamu. Jadi kupendam saja rasa cintaku."
Kali ini, tatapan Ariana berubah serius. Matanya mencari-cari kebenaran di balik kata-kata Kimtan. “Jadi, kamu benar-benar ada hati denganku saat SMA? Aku pikir kamu bercanda tadi, waktu si Kikan bilang kamu naksir aku.”
" Yang Kikan bilang benar.. tapi aku tidak berani mendekatimu , aku hanya berani mengagumi mu dari jauh." Kata Kimtan jujur
" Sayang.. padahal dulu aku juga menyukaimu. Aku suka gaya berandalanmu, tapi aku lihat kamu cuek saja, jadi kupikir, aku yang menyukaimu dan kamu tidak menyukaiku. " kata Ariana pelan
Kimtan menatap Ariana dengan mata membelalak, tak percaya. “Oh, Ari... Kamu juga ada perasaan padaku waktu dulu?”
Ariana mengangguk. Kimtan memukul kepalanya " Aduh.. kenapa aku bego dan tidak pede dulu itu. Aku sudah menyia-nyiakan perasaanku padamu selama kita SMA. Coba kalau aku lebih berani, pasti kita sudah jadi suami istri sekarang." kata Kimtan lirih
" Aku menyesal " Bisiknya lagi.
" Nggak ada yang perlu disesali, Kim, Semua itu takdir tuhan yang harus kita jalani. Mungkin kalau kamu menikah denganku, kamu tidak akan sesukses sekarang, dan kita mungkin akan bercerai juga karena kamu merasa tertekan hidup di keluargaku yang bergaya bangsawan." Kata Ariana dengan bijak.
" Emang itu masalahmu dan suamimu sehingga dia berselingkuh." Tanyanya penasaran
" Mungkin."
" Seandainya suamimu minta rujuk, akankah kamu rujuk dengannya" Tanya Kimtan ingin memastikan
"Tidak,” jawab Ariana tegas. “Saat kami menikah, papaku menyuruh kami menandatangani perjanjian pra-nikah. Harta kami terpisah, dan jika ada perselingkuhan, aku berhak menuntut cerai tanpa kompromi. Dia harus keluar dari rumahku tanpa membawa apa-apa.”
" Mengapa suami mu sangat bodoh, sudah ada pre-nup seperti itu, dia berani berselingkuh" Tanya Kimtan tak mengerti
" Hubungan suami istri kami sebenarnya sudah retak sejak Clara berumur 10 tahun. Saat itu, kami mulai tidur terpisah. Alasannya, katanya, karena ia sering pulang larut malam. Sebagai manajer di hotel papaku, jam kerjanya memang tidak menentu, kadang hingga tengah malam, bahkan tidak pulang sama sekali. Untuk tidak mengganggu waktu istirahatku, ia memilih tidur di ruang tidur tamu. Awalnya, aku pikir itu solusi yang baik.
Tapi setahun demi setahun berlalu, dan Toni tidak pernah kembali ke kamar kami. Aku tetap tidur sendirian. Pernikahan kami perlahan berubah menjadi hubungan dua orang teman yang hanya menjaga perasaan satu sama lain, tanpa keintiman, tanpa komunikasi. Hubungan kami mendingin, namun kami memilih bertahan. Kami menahan diri untuk tidak bertengkar, semuanya demi menjaga nama baik keluarga."
" Jadi kalian tidak melakukan hubungan suami istri sudah 15 tahun? dan dia tetap jadi manager saja, selama dia bekerja di hotel milik keluargamu? Nggak diangkat jadi direktur?" tanya Kimtan mengeryitkan keningnya.
" Iya, lima belas tahun kami tidak melakukan hubungan suami istri. Dan papaku memang tidak mau mengangkatnya jadi direktur, karena sesungguhnya, suamiku itu hanya menang tampang, tapi dia tidak punya otak. jadi dia mentok jadi manager customer relation aja untuk jabatan direktur, tetap dipegang oleh dua orang abangku." Ariana menjelaskan
" Jadi kenapa dia sampai hati tidur terpisah denganmu selama puluhan tahun dan tidak mencoba memperbaiki hubungan? " Tanya Kimtan heran.
Kini, air mata Ariana perlahan mengalir, namun dengan cepat ia menghapusnya, mencoba menyembunyikan luka hatinya. Kimtan, meskipun menyadari, memilih berpura-pura tidak melihat agar Ariana merasa nyaman. Setelah menarik napas panjang, Ariana akhirnya membuka suara, suaranya bergetar menahan emosi.
"Aku baru tahu alasannya... Saat kami dipertemukan oleh pengacara untuk tanda tangan persetujuan cerai, Toni akhirnya mengaku. Dia bilang dia sengaja tidak mau tidur sekamar denganku selama bertahun-tahun.......alasannya? Untuk menghukumku!" Ariana tertawa hambar, lalu melanjutkan dengan nada penuh kepahitan. "Katanya itu semua karena papaku menolak permintaannya untuk jadi Direktur Operasional di hotel. Jadi dia pikir, dengan cara pisah kamar dariku, aku akan memohon pada papa untuk menberikan jabatan itu. Gila, kan? Kenapa harus dengan cara menghukumku? Kenapa dia tidak bicara langsung? Kalau dia bicara, aku bisa menjelaskan semuanya. Aku bisa bilang kalau papaku memang tidak mungkin mengangkatnya, karena dia... dia memang tidak punya kapasitas untuk itu."
Suaranya kini terdengar lebih tegas, meski air matanya jatuh menetes perlahan di pipinya yang mulus "Kalau dia bilang langsung, mungkin aku bisa membantunya. Mungkin aku bisa bantu dia untuk meningkatkan diri, membuatnya lebih layak. Tapi apa yang dia pilih? Silent treatment! Diam selama bertahun-tahun.pisah kamar dariku. Dia pikir aku bisa baca pikirannya? Dia benar-benar. lelaki drama king dan super manipulatif," tambah Ariana, suaranya meninggi di ujung kalimat.
Kimtan menjulurkan tangannya, membelai punggung tangan Ariana dan berkata " Jangan sedih , Ari, semua sudah berlalu, tidak ada yang perlu kamu sesali"
" Hanya satu yang aku sesali, Kim. Kenapa aku tidak mengajukan cerai lebih cepat? Kenapa aku bertahan pada pernikahan seperti itu hanya demi nama baik keluargaku?" Kata Ariana.
“Mungkin… ini semua bagian dari rencana Tuhan, seperti yang kamu katakan padaku. Takdir yang harus kamu jalani dan takdir itu membawamu kembali ke sini, bersama aku,” ujar Kimtan lembut, suaranya sarat dengan kehangatan. Pandangannya menatap mata Ariana dengan dalam, seolah ingin memastikan hatinya sampai pada hati Ariana.
Ariana mengerjap perlahan, matanya menangkap ketulusan dalam sorot mata Kimtan. “Maksudmu?” tanyanya, nyaris berbisik, seakan takut mendengar jawaban yang akan mengubah hidup mereka.
Kimtan menarik napas panjang, seolah menahan gelombang emosi yang membanjiri dadanya. Dengan suara rendah, penuh kelembutan dan keyakinan, ia berkata, “Maksudku… maukah kamu membuka hatimu untukku? Karena, Ari, usiaku sudah tidak muda, jadi aku ingin lebih dari sekadar teman. Aku ingin kamu menjadi milikku dan kalau kamu bersedia… aku ingin menikah denganmu. Bukan nanti, tapi segera. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu, mencintaimu dengan segala yang aku punya.Maukah kamu?"
Ariana terdiam, hatinya bergetar mendengar ketulusan Kimtan, tetapi keraguan dan emosi yang meluap-luap juga menghantuinya. Apakah ia siap membuka hatinya untuk Kimtan di usianya yang sekarang? Apakah ia mampu menjalani hidup bersama seorang pria lagi?
Suasana di antara mereka terasa sunyi hanya terdengar sayup-sayup suara lagu Maukah Kau Menikah Denganku? terdengar dari stereo bus, seakan mengulang kembali pertanyaan Kimtan untuk Ariana.
Maukah kau mengikat Janji
Dalam ikatan suci
Saling berbagi dan saling mengerti
Tanpa pernah ada kata letih
Maukah kau menikah denganku
Sehidup semati
Bersama-sama dan saling setia
Hingga kita tak bernafas lagi