Jakarta malam itu terasa lengang, bahkan lampu-lampu jalan di luar jendela kantor Gibran tampak seperti menahan napas. Di dalam ruangannya yang besar, aroma wiski bercampur dengan aroma kertas dan debu tipis dari dokumen laporan keuangan. Gibran menatap gelas kosongnya, jemarinya menekan bibir gelas seolah bisa menekan segala rasa sakit yang menumpuk di dadanya. Hari-hari setelah Rania pergi ke Milan terasa seperti kutukan yang melayang di udara. Ia memang telah menikahi Nayla, secara resmi, di mata keluarga dan publik. Akan tetapi di dalam hatinya, Rania masih selalu muncul. Setiap tawa, setiap gerak, setiap cara Rania menatapnya, semua tersimpan di sudut terlarang pikirannya, seperti foto lama yang tak sengaja terpapar sinar. Nayla masuk ke kantor tanpa mengetuk, seperti biasa. Dia sel

