Aura meski berusaha tenang, namun dia juga menjadi lebih sering memikirkan tentang sidang itu. Setiap mengingat tanggal akan berlangsungnya sidang perceraian, membuatnya semakin rapuh. Hingga hari yang ditunggu pun datang juga. Ruang pengadilan agama itu di siang hari terasa pengap. Meski pendingin ruangan terus mengembuskan udara yang sejuk. Aura duduk di kursi penggugat dengan tangan gemetar, map berkas gugatan di pangkuannya. Matanya berair sejak awal, seolah hatinya sudah tak mampu menampung segala beban. Ketika pintu ruang sidang terbuka, Tharik melangkah masuk. Aura terhenyak, dia tak berpikir bahwa Tharik akan terbang jauh dari Surabaya untuk memenuhi gugatan. Dia seolah menunjukkan bahwa dia akan mewujudkan kata-katanya untuk membuat Aura menderita. Bahkan Aura tak bisa memalingk