Di ujung jalan kecil yang sunyi, sebuah mobil hitam berhenti tanpa menyalakan lampu. Firdaus duduk di dalamnya, memandangi rumah sederhana di depan sana. Lampu kamar rumah itu masih menyala, menandakan penghuninya belum tidur. Tangan Firdaus mengepal di atas setir. Napasnya tertahan, seperti hatinya yang terus dicekam penyesalan dan kekosongan. Sudah kesekian kalinya ia datang diam-diam ke sana. Tapi malam ini, ia rasanya tak tahan lagi. Firdaus pun keluar dari mobil, membiarkan udara dingin malam menerpa wajahnya yang semakin tirus. Sepasang matanya yang sayu menatap lurus ke arah rumah sederhana itu. Di balik pohon mangga tua tak jauh dari pagar, ia berdiri dalam diam, membeku dalam kesendirian yang ia ciptakan sendiri. Pandangan Firdaus tak lepas dari tirai jendela kamar yang seteng