"Ternyata dia tau kejadian yang sebenarnya. Aku pikir dia nggak akan pernah tau sampai kapan pun. Maafin aku, Ra, tadinya aku pikir lebih baik kamu nggak tau semua yang terjadi, tapi akhirnya kamu tau juga dari Meisya dan Victor," gumam Firdaus lirih, suara seraknya larut bersama angin malam yang berembus lembut dari sela jendela. Di genggamannya ponsel menyala redup, menampilkan sederet pesan yang baru ia baca. 250 pesan dari Aura yang dikirim sepanjang satu bulan terakhir. Setiap kata yang ia baca terasa seperti anak panah yang menancap dalam di d**a. Firdaus tidak pernah menyangka bahwa dalam diam dan perginya, Aura tak berhenti mencarinya, menunggunya, dan berharap ia kembali. Firdaus menyeka air matanya yang jatuh tanpa diundang. Tangisnya tak meledak, hanya mengalir dalam sunyi, te