Firdaus tersenyum, wajahnya memerah, kedua matanya berkaca-kaca karena Aura sangat paham soal isi hatinya. Senyum itu bukan sekadar bentuk kebahagiaan, melainkan ungkapan dari luka yang akhirnya divalidasi, dari kerinduan yang akhirnya terjawab, dan dari rasa cinta yang selama ini hanya bisa ia simpan sendiri dalam diam. "Aku udah dengar semuanya dari Kak Victor. Maafin aku ya, Fir, aku pernah buat kamu jatuh, hancur, dan terpuruk karena kepergianku yang tiba-tiba. Maaf waktu itu aku pergi gitu aja tanpa pamit sama kamu karena aku kira kamu benci sama aku dan sampai kapanpun nggak akan pernah bisa maafin aku setelah kamu nemuin aku di rumah bordil itu. Aku nggak tau kalau kamu masih cinta sama aku waktu pertemuan kita pertama kali di kantor karena dari yang aku rasain sikap kamu itu dingi