"Bukannya Ayah bosnya Bunda di kantor?" Pertanyaan itu terdengar pelan, tapi mengandung hentakan yang begitu kuat bagi Firdaus. Ia menunduk perlahan, seolah ingin menyembunyikan perasaan bersalah yang membuncah di dadanya. Tangannya mengepal di atas lutut, sementara matanya berkabut oleh air mata yang tertahan. "Iya betul, Keisya, tapi waktu pertemuan Ayah dan Bunda di kantor, Ayah sama sekali nggak tau kalau Bunda pernah melahirkan kamu." Jawaban itu meluncur dengan suara bergetar, lirih seperti angin yang membawa rasa penyesalan. Firdaus menatap wajah mungil Keisya yang masih berdiri di hadapannya. "Jadi Bunda juga bohongin Ayah dan nggak bilang kalau Ayah punya anak?" Firdaus terdiam, lehernya menegang, dan jemarinya gemetar. Apa pun yang keluar dari mulutnya saat ini, akan menggo