Firdaus: Ra, aku boleh ketemu kamu nggak, sebentar aja? Aku cuma mau ngobrol sama kamu, lima menit aja. Siang itu di sela waktu istirahat, Aura kembali membaca pesan yang semalam belum ia balas, pesan dari seseorang yang selama ini ia hindari, sekaligus ingin ia hadapi. Aura menatapnya lama sekali. Ia seperti bisa mendengar suara Firdaus dari balik layar. Bukan suara marah-marah, bukan juga yang arogan seperti waktu pria itu menjadi atasannya, tapi suara lirih penuh penyesalan yang ia benci karena membuatnya rapuh. Ya, setelah kejadian pagi tadi bersama Keisya, permintaan putrinya yang mendadak ingin ke makam ayahnya membuat hati Aura tak lagi tenang. Ia terus merenungi ucapan,, tangisan Keisya, dan rasa bersalah yang terus menghantui. Ketika semua pesanan katering telah diantar dan Keis