Ruangan rumah sakit itu diselimuti keheningan. Hanya suara mesin oksigen dan detak monitor jantung yang terdengar samar di ruang rawat inap Keisya. Aura duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan kecil putrinya yang lemah sambil terus berdoa dalam hati. Sesekali, ia membelai rambut Keisya dengan penuh kasih sayang. Napas Keisya terlihat berat dan pelan, membuat Aura harus menahan isak yang hampir pecah kembali. Belum cukup semua rasa sakit yang ia tanggung selama sepuluh tahun ini, kini ia harus melihat anaknya menderita. Tiba-tiba, pintu ruang rawat itu perlahan terbuka. Firdaus akhirnya memiliki keberanian untuk datang menemui Aura. Tatapannya tertuju pada punggung Aura yang masih belum menyadari kehadirannya. "Aura ...." Aura terhenyak saat seseorang memanggil namanya. Ia kenal betul