Naina membuka mata yang terpejam kala ia dengan lancang mencium Leon. Netra jernihnya pun bertemu dengan onyx Loen yang menatapnya dengan pandangan tak terbaca Ia kemudian menurunkan kakinya yang berjinjit kemudian menoleh menatap Arsen sambil merangkul Leon.
“Apa kau pikir kau menang saat mendapatkan janda kaya dan mau menikahinya? Sayang sekali, aku lebih menang, mokondo. Aku juga akan menikah, dan dia.” Setengah mendongak menatap Leon, “adalah calon suamiku. Tidakkah kau lihat betapa tampannya dirinya? Dia jauh, dan sangat jauh lebih tampan darimu. Dan kau tahu apa lagi? Dia punya perusahaan besar dan ya, satu lagi, dia masih perjaka.”
Sebelah alis Leon tampak meninggi menatap Nania. Ia tahu Nania hanya ingin memanfaatkannya, tapi menurutnya, tak perlu sampai berkata seperti itu, bukan?
Arsen terperangah seolah tak percaya. Dan saat ia menatap Leon, sebuah cahaya tampak bersinar hingga menyilaukan mata.
Arsen menajamkan penglihatannya, tangannya terangkat menghalau sinar matahari yang mulai naik dan menyinari wajahnya hingga terasa hangat. Samar-samar ia pun melihat Leon dengan jelas.
Arsen melebarkan mata sesaat saat dirinya seolah melihat dewa yunani berdiri di depannya. Leon tampak tinggi menjulang dengan tubuh tegap bak olahragawan. Wajahnya pun tampak sempurna tanpa noda dan bekas jerawat. Sial, bagaimana bisa Nania mendapatkan pria sepertinya? batin Arsen.
Melihat bagaimana cara Arsen mendongak menatap Leon, Nania merasa puas. Ia yakin Arsen pasti terkejut hingga tak bisa berkata-kata.
Nania melanjutkan aktingnya, ia kian merangkul manja tangan Leon, menowel dagunya dan mengatakan, “Ya ampun, Sayang, aku haus sekali. Bibirmu benar-benar membuatku merasa kehausan. Ayo cari tempat yang nyaman.”
Leon menatap Nania dengan alis mengernyit tajam. Ia tak percaya Nania bisa menjadi wanita gila seperti ini.
Nania melotot pada Leon, berjinjit dan mengatakan, “Turuti aku saja. Aku sudah membantumu, giliran kau yang membantuku.” Dengan suara pelan. Ia lalu menarik paksa Leon menyingkir dari hadapan Arsen.
Arsen masih memegangi asetnya yang ngilu tanpa bisa melepas pandangan dari Nania dan calon suaminya. Geramannya pun tercipta, merasa kesal, marah dan kalah. Ia pikir Nania akan menangisi perpisahan mereka bahkan merasa kalah dengan Melinda, tapi apa yang baru saja ia lihat?
Sementara itu, Nania terus menarik Leon memasuki restoran. Ia ingin cari aman, jika kembali ke mobil, Leon mungkin akan balas dendam padanya. Namun, Leon mengambil alih keadaan. Setelah masuk dalam restoran, ia ganti menarik Nina menuju toilet.
“Hei, kau mau membawaku ke mana?!”
Nania berusaha menahan kakinya, tapi tarikan tangan Leon begitu kuat, menyeretnya seperti pelepah kelapa.
Leon mengabaikan rontaan Nania dan terus menyeretnya hingga sampai di toilet. Ia lalu membawanya memasuki bilik dan menghimpitnya ke dinding dengan posisi kabedon.
Nania berusaha mendorong d**a bidang Leon, tapi d**a bidangnya itu bal tembok.
“Apa yang mau kau lakukan?! Lepaskan aku! Menyingkir dariku!”
Tepat setelah mengatakan itu, Leon menutup mulut Nania dengan tangannya. Ia tak mau ambil resiko, teriakan Nania mengundang perhatian dari orang di luar. Bisa-bisa mereka ke-gep dan jadi viral.
“Kau pikir, siapa dirimu? Setelah membuat tanganku cacat, kau memanfaatkan aku. Kau tak akan bisa selamat.”
Tubuh Nania gemetar. Cara Leon bicara dan menatapnya membuat tubuhnya seperti dijelajahi ulat bulu. Namun, ia tak mau kalah dan berakhir menjadi korban pembunuhan di sini. Kedua tangannya berusaha menurunkan tangan Leon dari mulut, dan ia pun berhasil. Akan tetapi, keberhasilannya itu terjadi karena Leon sengaja, bukan karena kekuatan Nania.
Leon kembali mengangkat tangannya dan memegang leher Nania lalu menariknya ke samping. Ia kemudian membenamkan wajahnya di ceruk leher Nania dan menggigitnya seperti vampir.
Tubuh Nania terasa kaku, matanya pun melebar dengan wajah memucat saat merasakan gigi-gigi Leon seolah menembus lehernya. Di bawah alam sadarnya, ia berpikir, apakah ia akan mati? Apakah sebenarnya Leon adalah seorang vampir?
Leon terkejut saat tak mendapat respon apapun dari Nania. Ia pikir, Nania akan berteriak, padahal, ia benar-benar menggigit Nania bukan hanya main-main untuk mengerjainya. Merasa ada yang aneh, Leon melepas gigitannya. Ia mengambil jarak dan melihat apa yang terjadi pada Nania seketika matanya melebar. Nania tampak kaku dengan tatapan mata kosong.
Dahi Leon mengernyit tajam, ia pun menepuk pipi Nania untuk menyadarkannya. Tapi, apa yang terjadi selanjutnya membuat matanya membulat sempurna. Nania, tiba-tiba pingsan tak sadarkan diri.
Leon mulai panik dan berusaha membangunkan Nania. “Hei, bangun! Jangan bercanda! Cepat bangun!” Namun, tak ada respon apapun. Dengan panik ia pun mengangkat tubuh Nania, menggendongnya ala bridal style dan membawanya keluar dari toilet.
Leon menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung restoran saat melihatnya menggendong Nania keluar. Seolah tak peduli, ia terus melangkah cepat menuju mobil, berniat membawa Nania ke rumah sakit.
Sesampainya di mobil, Leon segera memasukkan Nania ke dalam mobil, mendudukannya di kursi samping kemudi dan memasang sabuk pengaman. Ia lalu bergegas duduk di depan kemudi dan mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.
Dalam perjalanan, sesekali Nania membuka mata dan melirik Leon. Namun, Leon tak menyadarinya. Ia terlalu fokus pada kemudinya, pada jalanan yang cukup ramai.
“Rasakan,” batin Nania. Rupanya ia hanya berpura-pura pingsan. Meski harus tersiksa karena menahan sakit di leher, ia ingin mengerjai Leon, membalas apa yang telah dilakukannya padanya.
Tak lama kemudian, mobil Leon berhenti di depan rumah sakit. Ia segera keluar dari mobil dan membawanya masuk ke UGD. Setelah Nania terbaring di ranjang dan hendak ditangani dokter, Leon memilih menunggu di luar. Ia merasa tak siap jika harus mendengar hal buruk tentangnya. Masih teringat jelas dalam bayangan saat Nania seperti orang kesurupan dan ia benar-benar khawatir terjadi sesuatu padanya. Ia khawatir Nania tewas karena serangan jantung atau lainnya. Jika itu sampai terjadi, apa yang harus ia katakan pada kedua orang tua Nania?
Leon berjalan mondar-mandir seperti suami menunggu istrinya lahiran. Sesekali ia menggigit ujung kuku ibu jarinya, mengetuk jidatnya dengan kepalan tangan, bahkan membenturkan kepalanya ke dinding. Ia benar-benar takut dimintai pertanggung jawaban jika sudah berhubungan dengan nyawa seseorang.
“Ehm.”
Suara deheman membuat Leon menoleh ke sumber suara, matanya pun melebar melihat Nania berdiri dan meliriknya hanya lewat ekor mata dengan tatapan memicing.
“Kau ….”
Nania membuang muka kemudian melangkah seperti tak pernah terjadi apa-apa padanya sebelumnya. Hal itu membuat Leon curiga, ia segera menahan tangan Nania, mencengkram pergelangan tangannya.
“Jangan bercanda, kau hanya mengerjaiku?!” geram Leon hingga giginya terdengar bergemeletuk. Padahal dirinya sudah sangat takut terjadi apa-apa pada Nania, tapi apa yang dilihatnya sekarang?
“Ya. Aku mengerjaimu. Kau pikir apa yang kau lakukan?! Jika mau jadi vampir, mangsa saja orang lain! Kau hampir membuatku mati karena ini!” Nania menunjuk lehernya, pada bekas gigitan Leon yang membekas.
Cengkraman tangan Leon pada pergelangan tangan Nania semakin menguat. Kemarahannya telah mencapai ubun-ubun, sudah seperti gunung berapi yang akan meletus.
“Kau!”
Nania meringis merasakan tangannya yang perih bahkan hingga memerah karena. Apa pria itu ingin mematahkan tangannya?
“Leon? Apa yang kau lakukan di sini?”
Sebuah suara menginterupsi pendengaran Leon, membuatnya mengarah pandangan ke sumber suara dan seketika cengkramannya pada tangan Nania mengendur.