48 - Anger

1687 Kata

“Nggak perlu.” Tukasku akhirnya. “Maksudmu, Nay?” Naufal mengernyit. “Kita nggak perlu sering menghabiskan waktu berdua. Untuk apa? Memangnya kita ada hubungan apa?” Entahlah, bagaimana intonasi suaraku terdengar. Aku meneguhkan hatiku. Kami tidak boleh lebih jauh dari ini. Naufal tak bereaksi, ia menatapku lekat. Sorot matanya memancarkan kebingungan yang nyata. Aku hampir salah tingkah ditatap begitu lama oleh Naufal. Untung saja ia segera melangkah mundur. Kepalanya tertunduk. Tiba-tiba, sudut hatiku merasa bersalah. Sedetik kemudian Naufa mendongak. Menatapku lamat-lamat. Aku menelan ludah, apa yang hendak ia ucapkan? “Benar. Kamu belum berubah, Nay.” Bibirnya tersenyum, tapi matanya menyorot sedih. Kenapa banyak orang yang berekspresi begitu di hadapanku? Ayah, Ibu, dan sekara

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN