Ah, tidak! Daripada itu, kenapa mereka mau membantuku? Kenapa mereka mau meluangkan waktu mendengarkan kesulitanku? Adakah keuntungan yang akan mereka dapatkan dengan melakukan ini? Apakah aku hanya dimanfaatkan untuk tujuan tertentu? Ah, ataukah aku akan dijadikan bahan penelitian Kak Dira? Benar, jangan-jangan begitu! Aku menelan ludah. Tak juga menjawab. Kali ini tak lagi menatap dua kakak beradik di hadapanku. Hanya menunduk menekuri meja kayu bercat krem. “Kalau kamu mau, besok datanglah ke Balai Pengobatan Psikologi milik kampus kita. Senin sampai Jumat aku selalu di sana jika sedang tidak ada kuliah.” Kak Dira tersenyum, ia menyandarkan tubuhnya ke kursi. Aku mengangguk samar. “Kamu mau makan siomaynya di sini?” Kali ini Naufal yang bertanya. “Kalau iya, kebetulan kami juga mau