“Aku tidak tahu persis, aku yang lebih dulu mendekat padanya atau ia yang mendekatiku.” Tari memulai kembali ceritanya. “Tapi yang pasti kami jadi sering menghabiskan waktu bersama. Yah, sekedar makan bareng atau belajar bersama di perpustakaan. Naufal itu rasa ingin tahunya sangat tinggi.” Aku mengangguk sepakat. Dari dulu ia memang terkenal pintar dan kritis. Mungkin karena itu juga ia mudah sekali terkenal di kalangan guru-guru dan murid-murid seangkatan. “Dia suka menemaniku belajar di perpustakaan. Bertanya padaku tentang banyak hal, terutama tentang ilmu kedokteran. Aku sampai mengira awalnya ia ingin kuliah kedokteran tapi nggak lolos.” Tari menarik nafas dalam. Aku meliriknya. Wajahnya terlihat jauh lebih baik daripada saat kami baru tiba di sini. Bisa kutebak demamnya sudah tur