Zivanna berkenalan dengan orang-orang bengkel itu, dengan teman-temannya Kezia yang rupanya sama riuh dan penuh energi seperti sahabatnya itu. Mereka semua ramah, menyapa dengan nada bercanda, menanyakan kabar, bahkan ada yang mencoba menggoda dengan memberi julukan lucu untuknya. Tapi aroma oli dan bensin yang begitu pekat di udara segera membuat perut Zivanna terasa berputar. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan mual, lalu akhirnya tersenyum pamit. “Gue tunggu di mobil aja, Kez,” ucapnya singkat, melangkah keluar dari deretan motor yang berjejer di dinding bengkel itu. Dari balik kaca mobil, ia masih bisa melihat Kezia berdiri dengan santai di dekat motornya, tertawa lepas bersama teman-temannya. Jemarinya sesekali mengusap bodi motor sport yang mengilap itu, wajahnya berseri-