Zivanna membuka mata dengan kepala yang berdenyut hebat, seolah dihantam palu berkali-kali. Gelap pekat menyelimuti ruangan, hanya sesekali cahaya redup dari lampu kuning kecil di sudut ruang besi yang bergetar mengikuti ombak. Tangannya terikat kasar di belakang, pergelangan terasa perih digores tali, sementara kakinya juga terikat erat. Bibirnya dibungkam kain kotor yang membuatnya sulit bernapas. Saat pandangannya mulai menyesuaikan, ia menyadari dirinya berada di dalam ruang pengap kapal kargo, bau amis bercampur karat, oli, dan keringat menyesakkan d**a. Sekelilingnya dipenuhi tubuh-tubuh lain. Ada yang terkulai tak sadarkan diri, terikat dalam posisi serupa, ada yang menangis terisak dengan mulut yang sama-sama dibungkam, dan beberapa hanya menatap kosong ke lantai, seakan jiwa mere