Zivanna terdiam. Tangan kirinya perlahan menyentuh perutnya sendiri. Belum menonjol, belum terasa berbeda… tapi rasa asing menjalar pelan dari dalam tubuh. Perasaan yang tidak bisa ia definisikan. Bukan sakit. Bukan lapar. Tapi semacam… kegelisahan yang menetap. Matahari sudah agak naik, sinarnya menyusup lewat celah tirai, membentuk bayangan di lantai kamar yang masih berantakan. Di sisinya, Kezia terus bicara, lebih tepatnya, menceramahi seperti ibu guru TK yang khawatir muridnya tidak makan sayur. “Lo ngerti gak sih, Zi? Ini tuh bukan soal kerak telor! Lo bisa aja beneran hamil! Lo muntah, lo lemes, terus lo sensitif banget akhir-akhir ini. Bukan cuma karena Hakim, ya… tapi lo tuh mungkin lagi bawa makhluk hidup kecil di dalem lo. Paham gak sih?” Zivanna menghela napas. Ia mendengar