Zivanna terbangun dengan keadaan kepala yang terasa sangat sakit. Rasa berat menjalar dari pelipis ke belakang tengkuk, seperti sisa dari emosi yang tak tumpah semalam. Ia mengerjapkan mata, mendapati ruangan masih redup oleh tirai yang belum terbuka. Dingin. Sepi. Dan tubuhnya, terasa panas. Ia mendesah pelan, bangkit dengan susah payah dari ranjang. Baru ia sadari, dirinya tak mengganti pakaian, tak mencuci muka, bahkan tidak sempat naik ke kamar dengan wajar. Semalam ia tertidur di sofa di kamar tersebut, dengan tubuh tertekuk dan emosi yang terpendam. Pakaiannya kusut, rambutnya lepek, dan mata terasa perih. Langkahnya dibawa ke kamar mandi. Ia membuka keran dingin, mencuci wajah dengan air yang menusuk kulitnya seolah hendak membangunkan hati yang mati rasa. Setelah menyikat gigi da