Semua itu sudah cukup sebagai bukti kalau Hakim tidak pernah benar-benar melibatkan hati dalam pernikahan ini. Tidak pernah ada cinta di sana. Tidak pernah ada niat untuk memberi tempat bagi Zivanna di dalam hidupnya, hanya ruang kosong yang dijadikan panggung, dan Zivanna ternyata cuma figuran yang terlalu naif membayangkan dirinya sebagai pemeran utama. Zivanna tertawa. Bukan karena lucu. Tapi karena sialnya, semuanya terasa seperti lelucon. Lelucon paling pahit yang pernah ia jalani. "Bisa-bisanya gue percaya," gumamnya lirih sambil mengusap air mata yang mulai membanjiri pipi. "Gue pikir... dia tempat gue pulang. Gue pikir... dia pelukan yang nggak pernah gue dapet dari siapa pun." Tapi nyatanya, pelukan itu palsu. Sorot matanya palsu. Sentuhan lembut itu palsu. Dan semua malam-mal