Zivanna bangun lebih dulu. Langit-langit villa masih diselimuti bayang-bayang fajar yang belum sepenuhnya menetas. Cahaya samar menyusup dari celah tirai linen, menari di atas selimut putih yang menggulung tubuhnya yang telanjang. Ia menarik napas panjang, menatap diam-diam ke arah jendela, tapi yang ia rasakan adalah tubuh hangat suaminya di belakangnya, melingkar, memeluk, membungkus seperti perangkap sutra. Hakim tidur dengan tenang, satu lengan terhampar di atas perut Zivanna, satu kaki mengait ringan di betisnya. Nafasnya teratur, tubuhnya masih telanjang seperti semalam, dan Zivanna… tidak bisa berpura-pura bahwa ia tidak menyukai semua ini. Tapi juga tidak bisa berbohong bahwa ada keresahan yang mengendap di dadanya. “Benar-benar bulan madu dikurung di kamar,” batinnya dengan hela