Zivanna dikurung di sebuah kamar dengan tangan masih terikat, tapi setidaknya dia mendapatkan tempat yang lebih bagus, sebuah ruangan beralaskan jerami kering dengan tembok kayu beratap seng, tidak selembap ruang bawah tanah sebelumnya. Tapi ‘lebih bagus’ tetap saja neraka jika ia tahu dirinya sedang berada di kandang harimau. Perutnya lapar, tubuhnya menggigil karena pakaian yang basah oleh hujan belum juga diganti. Namun yang paling menyakitkan adalah pergelangan tangannya yang lecet, berdarah, dan masih tak berhasil melepaskan ikatan dari tambang kuat yang membelit pergelangan tangan di belakang punggungnya. Zivanna terdiam, telinganya tajam menangkap suara sepatu menghentak tanah, diikuti oleh suara pintu terbuka dan pembicaraan rendah namun tajam. Ia menahan napas mendengarkan percak